Ustadz Adi Hidayat

Beritainternusa.com,Jakarta – Pemerintah Amerika Serikat di bawah Presiden Donald Trump resmi memberlakukan tarif resiprokal (pembatasan perdagangan) sebesar 32 persen terhadap berbagai produk ekspor asal Indonesia. Kebijakan ini menjadikan Indonesia sebagai salah satu dari delapan negara dengan tarif impor tertinggi di AS. Namun, alih-alih melihatnya sebagai bencana ekonomi, Ustadz Adi Hidayat (UAH) justru mengajak umat untuk memandangnya sebagai peluang kebangkitan ekonomi nasional.

Wakil Ketua I Majelis Tabligh Pimpinan Pusat Muhammadiyah itu menegaskan, bahwa setiap ujian mengandung hikmah. Ia menjelaskan QS. Al-Baqarah ayat 216, yang menyatakan bahwa sesuatu yang tampak buruk bisa jadi menyimpan kebaikan yang tidak kita ketahui.

Boleh jadi kita membenci sesuatu, padahal itu baik bagi kita. Allah tahu, kita tidak tahu,” kata Ustadz Adi Hidayat, dilansir dari channel YouTube @adihidayat official, Selasa (8/4/2025).

Trump menyatakan, tarif tinggi terhadap Indonesia diberlakukan sebagai bentuk “keadilan dagang”. AS menilai Indonesia mengenakan tarif tidak seimbang, seperti tarif 30 persen terhadap etanol asal AS, sementara AS hanya mengenakan 2,5 persen untuk produk serupa. Selain itu, Trump juga menyoroti kebijakan TKDN, perizinan impor yang rumit, dan instruksi Presiden Prabowo agar perusahaan SDA menyimpan dana ekspor di rekening dalam negeri.

Kebijakan tarif ini akan diterapkan dua tahap, dimulai dengan tarif dasar 10 persen pada 5 April 2025, lalu tarif khusus termasuk 32 persen untuk Indonesia mulai 9 April 2025.

Menanggapi kebijakan Trump tersebut, Ustadz Adi Hidayat justru menegaskan pentingnya menjadikan momen ini sebagai titik balik. Ia menyarankan agar bangsa Indonesia tidak terpancing emosi dan memilih fokus memperkuat ekonomi dari dalam.

Mengapa kita tidak mengaktifkan kembali kecintaan pada produk dalam negeri? Putarkan uang di dalam, perkuat UKM, dan dukung karya anak bangsa,” ajak UAH.

Menurutnya, ini saatnya membangun kembali narasi kebanggaan nasional. Ia mengusulkan gerakan glokalisasi, yaitu mengangkat produk lokal sebagai kekuatan dalam menghadapi tekanan global.

Kalau Korea punya Korean Wave, Tiongkok punya Chinese Dream, mengapa Indonesia tidak menulis ceritanya sendiri?” ujarnya.

UAH juga menyoroti pentingnya persatuan nasional di tengah transisi politik dan tekanan ekonomi global. Ia mengecam praktik politik yang hanya mengejar modal dan kekuasaan tanpa kontribusi nyata bagi rakyat.

Harta sudah cukup, kedudukan sudah tinggi. Kini saatnya tunjukkan amal shaleh untuk negeri,” tuturnya.

Kader Muhammadiyah itu mengajak para pemimpin, pengamat, dan masyarakat luas untuk berhenti berpolemik dan mengalihkan energi pada kolaborasi positif demi kepentingan bangsa.

Melihat kondisi global yang semakin sulit, UAH juga mengusulkan agar Indonesia mengalihkan fokus kerja sama ekonomi ke kawasan ASEAN. Produk-produk lokal bisa dipasarkan ke negara-negara serumpun seperti Malaysia, Brunei, Vietnam, dan Filipina.

Kalau sulit ekspor ke AS atau Eropa, kenapa tidak perkuat pasar ASEAN yang lebih dekat dan serumpun?” kata UAH.

Sebagai penutup, UAH mengingatkan, bahwa mencintai dan menjaga negeri adalah bentuk ibadah. Indonesia, kata dia, adalah amanah dari Allah, dan hanya dengan bersatu serta ikhlas melayani negeri ini, kita bisa meninggalkan warisan kebaikan.

Negara ini bukan sekadar tempat tinggal, tapi ladang amal. Cintailah negeri ini karena Allah,” pungkasnya.

[Admin/itbin]

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here