Beritainternusa.com,Jabar – Guru Besar Ilmu Politik UPI Prof Cecep Darmawan mengatakan Istana berhasil membungkam gerakan civitas akademika yang dimotori guru besar dalam menyuarakan demokrasi.
Alih-alih menjawab dengan rasional, dengan argumen, dan dialog, malah kita dituduh. Sebenarnya kalau ini di dalam konteks menjatuhkan lawan bukan dengan argumentasi, bukan debat dengan argumentasi yang diberikan lawan tetapi mempreteli personel atau kepribadian lawan. Sebenarnya hal seperti ini tidak layak dilakukan,” kata Cecep dikutip dari YouTube METRO TV, Senin (12/2/2024).
Menurutnya, apa yang dilakukan guru besar dan mahasiswa tidak melanggar ketentuan apapun karena hak menyampaikan pendapat tertuang dalam UU.
Sebagai guru besar kami mengingatkan para pemimpin bangsa. Kita paham konstitusi kita di pasal 28P ayat 2 setiap orang berhak atas kebebasan menyatakan pikiran dan sikapnya sesuai hati nuraninya. Salah kami dimana?” ujarnya.
UU Dikti lebih jelas bahwa kampus itu salah satu fungsinya sebagai moral force, kekuatan moral. UU Dikti saya salut kepada Pak Jokowi sendiri yang menyatakan itu hak demokrasi. Dirjen Dikti sendiri mengatakan itu kebebasan mimbar akademik, otonomi kampus. Diatur juga dalam UU Dikti, jadi sebenarnya kita salahnya dimana ya?” sambung Cecep.
Ia berpendapat justru perguruan tinggi terlihat fungsinya apabila peduli dengan keadaan yang sedang terjadi, bukan sebaliknya.
Kata Bung Hatta perguruan tinggi menjadi kekuatan moral, namun manakala melihat kesalahan namun kita bungkam, itu ada pengkhianatan kemanusiaan. Jadi kalau guru besar itu sungguh amat bijak memberikan masukan kepada pemerintah. Jangan ditanggapi sebagai oposisi perlawanan, bukan,” tuturnya menjelaskan.
Menurutnya, apa yang dilakukan para guru besar ini karena rasa peduli dan sayang terhadap pemerintah dan negara Republik Indonesia.
Ini mengingatkan pesan moral kepada pemerintah untuk kemudian berhati-hati dan menarik beberapa hal yang itu sudah dianggap salah, kemudian kembali ke jalan yang benar sesuai konstitusi dan peraturan perundang-undangan. Sehingga kalau kita disebut partisan, lihat substansinya jangan lihat siapa yang berbicara,” ujarnya.
Semestinya yang disebut partisan itu bukan suara guru besar, namun suara dari para rektor. Yang menurut saya aneh adalah suara-suara dari para rektor. Yang sebagian suara rektor itu mirip-mirip saja, jangan-jangan itulah yang sebenarnya dikendalikan,” tutupnya.
[Admin/itbin]