Beritainternusa.com,Solo – Kericuhan yang terjadi saat prosesi penabuhan gamelan Hajad Dalem Paraden Grebeg Maulud Tahun JE 1958 atau Sekaten pada Senin (9/9/2024) lalu berbuntut panjang. Salah satu anggota perguruan silat Pagar Nusa yang diduga menjadi korban pemukulan melaporkan kejadian tersebut ke kepolisian.
Pengageng Sasana Wilapa Keraton Solo, K.P. Dany Nur Adiningrat, Selasa (10/9/2024), mengatakan laporan tersebut dilengkapi dengan bukti-bukti berupa visum, video, dan foto kejadian.
Ia mengaku menyayangkan tindakan kekerasan yang terjadi di tempat ibadah dan pada sebuah acara budaya sakral seperti peringatan Maulid Nabi. Dany mendesak pihak kepolisian untuk segera mengusut tuntas kasus ini agar tidak menimbulkan dampak negatif yang lebih luas.
Perintah penabuhan gamelan sudah sangat jelas. Sinuhun [Paku Buwono XIII] telah memberikan mandat kepada Sasana Wilapa. Namun, sebelum utusan dalem tiba, gamelan sudah berbunyi. Ini jelas merupakan bentuk sabotase terhadap prosesi budaya,” kata dia.
Lebih lanjut, ia juga menyampaikan pihak Keraton Solo akan memberikan pendampingan hukum dan moral kepada para korban. Hal ini mengingat Pagar Nusa merupakan bagian dari keraton dan selama ini berperan aktif dalam mengamankan upacara adat.
Setiap warga negara, ketika menjadi korban sudah menjadi haknya untuk membuat laporan kepada penegak hukum. Jadi dengan dawuh ataupun tanpa dawuh Sinuhun pun itu hak korban. Sinuhun menghormati hak tersebut. Apalagi rekan-rekan Pagar Nusa sendiri merupakan sedulur kami, menjadi bagian dari keraton, abdi dalem keraton yang selama ini membantu mengamankan upacara adat keraton,” pungkasnya.
Terpisah, salah satu kerabat Keraton Solo, K.P. Eddy Wirabhumi, mengaku tidak mengetahui laporan ke Mapolresta Solo terkait dengan dugaan penganiayaan saat acara pada Senin lalu itu.
Saya tidak tahu. Kalau benar [adanya laporan] kan di lapangan saat kejadian juga banyak pasukan Polisi dan TNI yang mereka juga tahu siapa yang memicu kegaduhan dan keonaran,” kata dia saat dihubungi awak media Selasa (10/9/2024).
Pun saat ditanya siapa yang bertindak sebagai pelapor dan yang dilaporkan, ia mengaku tidak tahu. Pihaknya akan mengikuti prosedur yang ada sekiranya nanti berbuntut proses hukum.
“Ada sebab, ada akibat, kan biasanya begitu,” kata dia.
Lebih lanjut, ia menjelaskan awal mulanya kegaduhan tersebut terkait dengan penabuhan gamelan Kiai Guntur Madu dan Kiai Guntur Sari.
Menurut dia, gamelan itu ditabuh setelah seluruh rangkaian acara di Masjid Agung selesai. Dan setelah itu diumumkan agar Kanjeng Sinuwun memberi perintah agar gamelan ditabuh,” jelasnya.
Namun, sekitar dua menit setelah ditabuhnya gamelan itu, lanjut dia, salah satu menantu PB XIII, K.R.A. Rizki Baruna Adiningrat mendatangi lokasi acara sembari berteriak memprotes penabuhan gamelan itu.
Kegaduhan yang dibuatnya itu tidak begitu ditanggapi para abdi dalem. Terbukti ia kemudian dirangkul oleh B.R.M. Syailendra dan ditenangkan,” jelasnya.
Terakhir, Eddy Wirabhumi tidak menampik setelah itu ada kegaduhan di antara beberapa pemuda yang berada di lokasi, kendati demikian ia tidak mengetahui secara persis kegaduhan itu. “Saya tidak tahu secara persis karena ketutupan banyak orang,” pungkasnya.
[Admin/spbin]