Pakar hukum tata negara UGM Zainal Arifin Mochtar

Beritainternusa.com,Jakarta – Pakar hukum tata negara Universitas Gadjah Mada (UGM) Zainal Arifin Mochtar heran dengan pernyataan Presiden Jokowi yang meminta DPR merespons cepat RUU Perampasan Aset.

Zainal menyinggung koalisi pendukung Jokowi di parlemen jumlahnya mencapai 82 persen atau sangat kuat dalam proses legislasi. Menurutnya, kekuatan itu bisa dipakai Jokowi untuk menyelesaikan RUU Perampasan Aset.

Kalau getol untuk RUU Perampasan Aset, Pak Presiden yang saya hormati, Bapak lebih kuat dalam legislasi, punya koalisi 82 persen di parlemen,” tulis Zainal di akun X-nya, dikutip Sabtu (31/8/2024).

Ia juga menyinggung Jokowi punya aparat penegak hukum yang bisa dipakai untuk menekan ketua partai politik.

Zainal mempertanyakan kenapa kekuatan itu tidak dipakai Jokowi untuk menyelesaikan RUU Perampasan Aset, namun dipakai di RUU Pilkada. “Kenapa itu dipakai di RUU Pilkada? Bukan dipakai di RUU Perampasan Aset? Mikir!” tulisnya.

Jokowi sebelumnya meminta agar RUU Perampasan Aset segera diselesaikan DPR. Seruan itu Jokowi sampaikan ketika berbicara terkait keputusan cepat DPR yang membatalkan pengesahan RUU Pilkada di tengah penolakan sejumlah elemen masyarakat. Jokowi mengaku menghargai langkah cepat para legislator itu.

Respons yang cepat adalah hal yang baik, sangat baik, dan harapan itu juga bisa diterapkan untuk hal-hal yang lain juga, yang mendesak,” kata Jokowi dikutip dari kanal YouTube Sekretariat Presiden, Selasa (17/8/2024).

Jokowi pun mencontohkan RUU Perampasan Aset. Ia menilai RUU tersebut penting untuk memberikan efek jera bagi para koruptor di Indonesia dan dapat mengembalikan kerugian negara.

Misalnya seperti RUU Perampasan Aset, yang juga sangat penting untuk pemberantasan korupsi di negara kita, juga bisa diselesaikan oleh DPR,” ujarnya.

Dengan RUU Perampasan Aset, negara bisa mengembalikan kerugian negara (recovery asset). Hal itu berdampak, sehingga kerugian negara akibat tindak pidana tidak signifikan.

Mekanisme pengembalian kerugian negara itu tentu diatur melalui ketentuan-ketentuan yang termaktub dalam pasal-pasal di RUU Perampasan Aset.

Menurut catatan Indonesia Corruption Watch (ICW) naskah RUU Perampasan Aset pertama kali disusun pada 2008 lalu. Meski begitu, perlu waktu lebih dari satu dasawarsa sebelum RUU tersebut masuk Prolegnas prioritas.

Baru pada tahun 2023, RUU Perampasan Aset masuk ke dalam daftar Prolegnas prioritas di DPR. RUU tersebut menjadi Prolegnas prioritas usulan pemerintah. Namun, meski telah menjadi Prolegnas prioritas, respons dari DPR terkait upaya penyelesaian RUU ini cenderung tak disambut baik

[Admin/itbin]

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here