Beritainternusa.com,Tangerang – Seorang nenek umur 80 tahun berinisial A asal desa Selembaran Jati, kecamatan Kosambi, kabupaten Tangerang Banten mengalami nasib naas. Nenek lanjut usia tersebut harus kehilangan lahan miliknya gara-gara punya utang Rp 500 ribu membengkak jadi Rp 40 juta pada lintah darat atau rentenir.
Penyitaan sertifikat lahan tersebut terjadi karena nenek A tidak mampu melunasi utang kepada rentenir, yang dijadikan sebagai jaminan.
Utang A membengkak dikarenakan bunga dari uang yang dipinjam nilainya bertambah jadi Rp 40 juta.
Uang yang dipinjam Rp 500 ribu tersebut dikenakan bunga Rp 100 ribu per minggu. Sehingga tiap minggu hanya bayar bunga saja.
Namun saat tak bisa membayar, bunga tersebut ditambahkan ke pokok utang alhasil nilainya terus bertambah. Ulah renternir tersebut membuat geram hingga dinilai sebagai tindakan perampasan yang tak manusiawi.
Masalah ini berawal ketika S, putra dari A, meminjam uang sebesar Rp 500.000 dari seorang rentenir dengan inisial MR pada tahun 2016 untuk membiayai pengobatan A yang sedang sakit.
Pinjaman Rp 500.000, bunganya Rp 100.000 per minggu, jadi tiap minggu S bayar bunganya saja, sementara pokoknya tetap, sampai satu waktu tidak punya uang untuk bayar dan bunga ditambahkan ke pokok utang, akhirnya nilai utang dan bunganya terus bertambah,” kata D, kerabat dari keluarga A kepada awak media melalui sambungan telepon, Minggu (16/3/2025).
Hingga kemudian, pada tahun 2020, rentenir MR mengkonfirmasi ke S bahwa utang beserta bunganya telah membengkak menjadi Rp 20.000.000.
MR kemudian meminta kepada S untuk menyerahkan sertifikat lahan seluas 100 meter milik keluarga yang terdapat di samping rumahnya sebagai jaminan utang tersebut.
Saat punya uang, suami S sempat berupaya untuk menebus sertifikat tanah itu melalui rentenir lain berinsial R tetapi ternyata sertifikat sudah berada di tangan CE yang merupakan bos MR dan R sehingga tidak bisa diambil.
Padahal R sudah diberi uang Rp 3.000.000 untuk mengambil sertifikat tersebut.
Lebih parahnya lagi CE kemudian datang ke rumah dan bilang tanahnya akan diambil 40 meter, sertifikatnya akan dipecah,” Kata dia.
CE beralasan sebidang lahan itu akan diambil karena utang S membengkak jadi Rp 40.000.000. Utang itu diakumulasikan dari utang S dan utang rentenir MR yang juga punya utang ke CE. Aneh banget kan, utang si MR malah dilimpahkan juga ke S,” ujarnya.
Adapun uang Rp 3.000.000 sebelumnya diberikan ke R, dipakai oleh CE untuk biaya pecah sertifikat Rp 2.500.000. Kini, bidang lahan seluas 40 meter sudah dimiliki oleh CE dan dibangun kontrakan di atasnya.
D mengaku geram dengan kasus itu yang menurutnya merupakan perampasan. Dia sudah mencoba berbagai upaya untuk mengembalikan hak lahan milik kerabatnya.
Kemarin Alhamdulillah ada dari desa, camat dan anggota dewan datang, dikumpulkan para korban lain juga totalnya ada ratusan,” kata D.
Ia berharap kasus ini dilirik oleh pemerintah kabupaten, bahkan pemerintah pusat karena dianggap meresahkan.
Sementara itu, anggota DPRD Kabupaten Tangerang yang datang ke lokasi, Chris Indra Wijaya mengatakan, akan mencari solusi terbaik dari permasalahan ini.
Menurutnya, kasus ini juga sudah dinformasikan ke Bupati dan Wakil Bupati Tangerang. Pemerintah kabupaten, baik desa, kecamatan, dan bupati harus hadir dalam menangani ini, ini sudah harus menjadi perhatian karena melibatkan ratusan bahkan ribuan warga terjerat rentenir,” kata Chris.
Selain itu, Chris mendengar banyak warga yang mendapat intimidasi dan perampasan barang saat tidak membayar utang tersebut.
Lebih lanjut, Chris mengaku sudah berkonsultasi dengan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) untuk upaya hukum bagi para warga yang menjadi korban.
[Admin/tbbin]