Beritainternusa.com,Jakarta – Debat panas antara pengamat politik Rocky Gerung dengan pimpinan Solidaritas Merah Putih (Solmet) Silfester Matutina, dalam siaran langsung yang ditayangkan salah satu televisi swasta, Selasa malam (3/9/2024) tengah jadi sorotan publik.
Acara debat tersebut, membahas tentang dijegalnya Anies Baswedan dalam pemilihan kepala daerah (Pilkada) 2024, hingga adanya cawe-cawe pihak penguasa.
Awal perdebatan mulai memanas, disebabkan Rocky Gerung menyinggung soal ‘penjilat’ kepada kubu yang membela Presiden Jokowi, lalu, Silfester yang merasa tersinggung, menyangkal bahwa dirinya bukanlah penjilat.
Sehingga, Silfester meminta Rocky untuk membuktikan tuduhan jika Presiden Joko Widodo melanggar hukum dan melakukan cawe-cawe. Karena, menurut Silfester, Presiden Jokowi tidak melanggar hukum, justru di sisi lain Silfester selalu membangga-banggakan kinerja Presiden Jokowi dengan beragam manfaat bagi negara, tidak seperti Rocky.
Kamu (Rocky) pecundang, apa manfaat kamu buat negara?” tutur Silfester. Bahkan Silfester juga sempat menyinggung masalah privasi Rocky, dengan mengatakan Rocky adalah bujang lapuk.
Selanjutnya, Silfester meminta Rocky untuk membuktikan jika Presiden Jokowi bersalah. Kemudian, Rocky mencoba menjelaskan pernyataan Silfester, diawali dari pembahasan asas hukum ‘Pacta Sunt Servendra‘.
Namun, sembari menjelaskan Rocky terlihat memancing dan merendahkan Silfester yang juga seorang pengacara serta mengaku mengerti hukum, dengan umpatan khasnya, yaitu ‘dungu’.
Silfester saat itu, terlihat tidak terima dengan perkataan Rocky, akhirnya perdebatan pun memuncak, hingga Silfester mulai melontarkan kata-kata kasar dengan suara yang keras, sambil berjalan ke arah Rocky. Melihat kondisi tersebut, moderator dalam acara itu, terlihat melerai keduanya dan acara pun dihentikan sejenak.
Lalu, apa yang dimaksud Rocky dengan ‘Pacta Sunt Servandra‘. Sedikit mengintip tentang asas hukum perdata tersebut, dikutip dari hukum online, asas ‘Pacta Sunt Servandra‘ berasal dari bahasa latin yang maknanya adalah ‘harus ditepati, sehingga dalam hukum positif rumusan normanya berarti, setiap perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi yang membuatnya.
Dalam hal perjanjian, asas tersebut dapat ditemukan dalam Pasal 1338 KUHPerdata. Adapun, sebuah perjanjian baru dapat dikatan sah apabila memnuhi syarat di dalam pasal 1320 KUHPerdata yaitu, ‘kesepakatan para pihak, kecakapan hukum para pihak, objek yang diperjanjikan, dan sebab yang halal’.
Pada dasarnya asas ‘Pacta Sunt Servandra‘ meliputi kontrak atau perjanjian yang dilakukan di antara para individu, yang didalamnya mengandung makna ‘bahwa perjanjian merupakan undang-undang bagi para pihak yang membuatnya’ dan ‘mengisyaratkan bahwa pengingkaran terhadap kewajiban yang ada pada perjanjian merupakan tindakan melanggar janji atau wanprestasi’.
[Admin/itbin]