Din Syamsuddin

Beritainternusa.com,Jakarta – Mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin angkat bicara terkait dengan pemberian konsesi tambang dari pemerintah ke ormas keagamaan.

Din menyampaikan, dengan husnuzon pemberian konsesi tambang untuk ormas keagamaan seperti NU dan Muhammadiyah dapat dinilai positif sebagai bentuk perhatian pemerintah kepada mereka.

Namun hal demikian sangat terlambat, dan motifnya terkesan untuk mengambil hati. Maka, suuzon tak terhindarkan,” katanya dikutip dari PWMU.Co, Jumat (7/6/2024).

Ia bercerita, sewaktu diminta menjadi Utusan Khusus Presiden untuk Dialog dan Kerja Sama Antar Agama dan Peradaban, dirinya mempersyaratkan agar Presiden Jokowi menanggulangi ketidakadilan ekonomi antara kelompok segelintiran yang menguasai aset nasional di atas 60 persen dan umat Islam yang terpuruk dalam bidang ekonomi.

Presiden menjawab bahwa hal itu tidak mudah. Saya katakan mudah seandainya ada kehendak politik (political will). Yang saya mintakan hanya pemerintah melakukan aksi keberpihakan dengan menciptakan keadilan ekonomi dan tidak hanya memberi konsesi kepada pihak tertentu,” tuturnya.

Din juga minta agar Jokowi mau menaikkan derajat satu dua pengusaha muslim menjadi setara dengan taipan. Menurutnya, itu perlu agar kesenjangan ekonomi yang berhimpit dengan agama dan etnik tidak menimbulkan bom waktu bagi Indonesia.

Kini tiba-tiba kehendak politik itu ada lewat Menteri Bahlil. Walau tidak ada kata terlambat, namun pemberian konsesi tambang itu tidak dapat tidak mengandung masalah,” jelasnya.

Menurut Din, pemberian konsesi tambang kepada NU dan Muhammadiyah tetap tidak seimbang dengan jasa dan peran kedua ormas Islam itu. Tetap tidak seimbang dengan pemberian konsesi kepada perusahaan-perusahaan yang dimiliki oleh segelintir taipan.

Satu perusahaan seperti Sinarmas menguasai lahan walau bukan semuanya batubara seluas sekitar 5 juta hektare. Bahkan dunia minerba Indonesia dikuasai oleh beberapa perusahaan saja. Sumber daya alam Indonesia sungguh dijarah secara serakah oleh segelintir orang yang patut diduga berkolusi dengan pejabat.

Pemberian konsesi tambang batubara dilakukan di tengah protes global terhadap energi fosil sebagai salah satu penyebab perubahan iklim dan pemanasan global, maka besar kemungkinan yang akan diberikan kepada NU dan Muhammadiyah adalah sisa-sisa dari kekayaan negara,” tandasnya.

Pemberian tambang “secara cuma-cuma” kepada NU dan Muhammadiyah, sambungnya,  potensial membawa jebakan. Ia menyebut, menurut pakar sistem tata kelola tambang dengan menggunakan Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan kontrak karya adalah sistem zaman kolonial berdasarkan UU Pertambangan Zaman Belanda (Indische Mijnwet) yang dilanggengkan dengan UU Minerba No 4/2009 dan UU Minerba No 3/2020.

Sistem IUP ini tidak sesuai konstitusi, tidak menjamin bahwa perolehan negara harus lebih besar dari keuntungan bersih penambang.

Selain sistem IUP ini, selama bertahun-tahun terbukti disalahgunakan oleh oknum pejabat negara yang diberi wewenang mulai dari bupati, gubernur, hingga Dirjen dalam mengeluarkan IUP. ”Wewenang pemberian IUP sebagai sumber korupsi,” kata Din.

Dijelaskannya, jika ormas keagamaan masuk ke dalam lingkaran setan kemungkaran struktural tersebut maka siapa lagi yang diharapkan memberi solusi.

Pemberian konsesi tambang batubara kepada organisasi masyarakat dalam keadaan politik nasional yang kontroversial akibat Pemilu/Pilpres akan mudah dipahami sebagai upaya kooptasi, peredaman tuduhan ketidakadilan, dan di baliknya akan memuluskan jalan penguasaan ekonomi oleh pihak tertentu dan kaum kleptokrat di pemerintahan,” tuturnya.

Harapannya, katanya, NU dan Muhammadiyah bungkam terhadap kemungkaran di depan mata. Yang perlu dilakukan pemerintah adalah aksi afirmatif, yakni dengan mempersilakan pengusaha besar maju tapi rakyat kebanyakan diberdayakan, bukan diperdayakan,” tandasnya.

Sebagai warga Muhammadiyah saya mengusulkan kepada PP Muhammadiyah untuk menolak tawaran Menteri Bahlil dan Presiden Joko Widodo itu. Pemberian itu lebih banyak mudharat daripada maslahatnya. Muhammadiyah harus menjadi penyelesai masalah bangsa, bukan bagian dari masalah,” pungkasnya.

[Admin/itbin]

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here