Beritainternusa.com,Jakarta – Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menyatakan kehadiran Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) untuk melindungi korban kekerasan seksual yang sesungguhnya. Khusus untuk kasus PC, istri FS, LPSK tak melihat terpenuhinya dua hal yang mengarah pada kekerasan seksual.

Banyak hal yang sering saya sampaikan pada konteks kekerasan seksual, umumnya ada dua hal terpenuhi. Satu relasi kuasa, dua pelaku memastikan tidak ada saksi. Dua-duanya gugur pada kasus Ibu PC,” ucap Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi Korban (LPSK) Edwin Partogi kepada wartawan, dikutip Senin (26/9/2022).

Oleh karena itu, lanjutnya, LPSK harus menolak. Sebab ada dugaan penggiringan motif kekerasan seksual melindungi PC sebagai korban kekerasan seksual dengan memakai dalil UU TPKS. Karena aturan tersebut seharusnya dipakai untuk korban yang sesungguhnya.

Jadi upaya menggunakan instrumen lain UU TPKS untuk mendapat justifikasi sebagai korban, itu yang kami tolak, gak boleh dong,” ujarnya.

Dia menegaskan, UU TKPS bukan untuk melindungi orang-orang seperti PC. Tetapi, untuk melindungi korban sebenarnya, untuk melindungi real korban, bukan korban fake, korban palsu,” sambungnya.

Edwin tak menutup mata bilamana UU TPKS sempat ingin dijadikan sejumlah pihak sebagai argumen agar mendesak pihaknya mengeluarkan perlindungan kepada Istri Irjen FS tersebut.

Ya semua aturan hukum itu pasti punya celah, sama saja seperti orang ngaku dia korban pembegalan. Ada luka, motornya ilang segala macam ketika didalami bukan korban begal dia kalah judi motornya dijual supaya dia aman sama keluarganya, dia buatlah luka-luka segala macam. Padahal motornya emang dijual,” bebernya.

Edwin mengatakan contoh di atas adalah tindakan seseorang guna menutupi kesalahan dengan menggunakan instrumen hukum. Maka dari itu, untuk konteks di atas, yang salah bukan hukumnya, namun kepada orang yang memanipulasi aturan.

Tapi kalau orang mau manipulasi fakta mau memanfaatkan instrumen yang ada untuk kepentingannya ya sudah saja, silahkan saja. Tapi dibuktikan,” ujarnya.

Meski demikian, Edwin menyatakan jika semua itu merupakan penilaian yang menjadi penilaian pihaknya guna menempatkan UU TPKS dengan tepat. Dan bukan menjadi kesimpulan persoalan PC menyalahgunakan UU TPKS.

Ya saya gak tau, yang merencanakan awalnya siapa, kan tadi saya bilang ketika LP itu dibuat UU TPKS tidak ada disebut, pertanyaan yang menggunakan UU TPKS itu kepada Ibu PC siapa jadinya?” tanya Edwin.

Itu baru muncul ada ketika rapat 29 Juli di PMJ (Polda Metro Jaya) gitu, jadi saya gak menyebut soal Ibu PC menyalahgunakan UU TPKS tapi siapa yang memunculkan TPKS itu untuk posisi ibu PC,” tambah dia.

Seperti diketahui, PC sempat mengajukan perlindungan kepada LPSK pada 14 Juli 2022 atau sepekan setelah peristiwa penembakan Brigadir J (Nofriansyah Yoshua Hutabarat) terjadi.

Pengajuan permohonan perlindungan oleh PC berbarengan dengan pengajuan dari Bharada E atau Richard Eliezer yang disebut menembak Brigadir J bersama FS.

Singkatnya, LPSK akhirnya memutuskan menolak permohonan perlindungan yang dilayangkan istri Irjen FS, PC terkait kasus kematian Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J.

LPSK memutuskan untuk menolak atau menghentikan penelaahan terhadap ibu PC ini. Karena, memang ternyata tidak bisa diberikan perlindungan,” kata Ketua LPSK Hasto Atmojo Suroyo di kantor LPSK, Jakarta Timur, Senin (14/8/2022).

Adapun alasan penolakan permohonan kepada PC, kata Hasto, karena sejak awal permohonan diterima pihaknya telah menemukan adanya kejanggalan. Sejak diajukan pada 14 Juli 2022, sebagaimana permohonan yang ditandatangani PC dan kuasa hukumnya.

Kejanggalan pertama ternyata ada dua permohonan lain, yang diajukan. Ibu PC ini tertanggal 8 Juli 2022, dan ada permohonan yang didasarkan berdasarkan adanya laporan polisi yang diajukan Polres Metro Jakarta Selatan pada 9 Juli,” ujar Hasto.

Tetapi kedua laporan polisi ini bertanggal berbeda tetapi nomornya sama, oleh karena itu kami pada waktu itu barangkali terkesan lambatnya. Kok tidak memutus-mutuskan apa perlindungan kepada yang bersangkutan,” tambah dia.

Selain dua laporan polisi tersebut, LPSK juga menemukan kejanggalan lain yang semakin menjadi ketika staf ingin bertemu dengan PC. Yang pada usahanya sempat terhambat, lantaran sulitnya berkomunikasi pada 16 Juli dan 9 Agustus lalu.

Kejanggalan ini semakin menjadi, setelah kamu mencoba berkomunikasi dengan ibu P. Sampai akhirnya, kita kemudian kan baru dua kali ketemu dua kali dengan ibu PC dari LPSK,” ucap Hasto.

Untuk diketahui, lima tersangka kasus pembunuhan Brigadir J, antara lain Bharada E, Bripka RR, KM, Irjen FS, dan PC.

Pada kasus ini, Bharada E dijerat dengan Pasal 338 KUHP tentang Pembunuhan Juncto 55 dan 56 KUHP.

Sedangkan, Brigadir RR dan KM dipersangkakan dengan Pasal 340 KUHP tentang Pembunuhan Berencana subsider Pasal 338 juncto Pasal 55 dan Pasal 56 KUHP.

Sementara FS dipersangkakan dengan Pasal 340 subsider Pasal 338 jo Pasal 55, Pasal 56 KUHP. Selanjutnya, PC disangkakan dengan Pasal 340 KUHP juncto Pasal 55 dan Pasal 56.

[Admin/mdbin]

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here