Beritainternusa.com,Gunungkidul – Pengadilan Negeri (PN) Wonosari Gunungkidul melakukan eksekusi lahan dan bangunan milik Eko Haryanto pengusaha otobus (PO) Rista Jati yang berada di Jentir RT 3 RW 6 Kalurahan Sambirejo Kapanewon Ngawen Gunungkidul.
Eksekusi ini merupakan yang kedua kalinya karena eksekusi lahan seluas 1886 meter persegi dan 523 meter persegi yang pertama dulu sempat gagal. Bahkan pada eksekusi pertama dulu sempat terjadi kericuhan.
Pada eksekusi pertama sempat terjadi kericuhan di mana pihak Eko Haryanto dibantu oleh belasan anggota keluarga dan juga disaksikan oleh karyawan PO tersebut bersikukuh tidak bersedia mengosongkan lahan.
Kericuhan sempat mewarnai proses eksekusi. Pemilik lahan sengketa bersama keluarga sampai menyandera mobil towing dan mengusir truk yang akan digunakan memindahkan barang. Mereka juga ada yang sempat berbaring di bawah truk yang rencananya akan digunakan untuk eksekusi.
Kali ini, ratusan petugas gabungan tetap melakukan pengamanan karena pada eksekusi pertama sempat terjadi kericuhan. Pihak Pengadilan Negeri mulai pukul 09.30 WIB membacakan keputusan eksekusi.
Eko Haryanto didampingi oleh pengacaranya Sukiyat sempat meminta kepada petugas agar menunda eksekusi tersebut. Mereka meminta agar diberi waktu sekitar 2 Minggu karena ingin membereskan sendiri barang-barang mereka.
Kami memohon waktu 2 Minggu untuk siap-siap. Kami mohon agar kami bisa bersiap-siap,” tutur Sukiyat dalam negosiasi tersebut.
Namun petugas tetap kukuh untuk melakukan proses eksekusi lahan. Akhirnya eksekusi tetap dilanjutkan dengan petugas meminta kepada seluruh keluarga meninggalkan bangunan.
Ketua PN Wonosari, Tri Joko menuturkan hari ini eksekusi kembali dilaksanakan. Pihaknya meminta bantuan petugas untuk melakukan pengawalan untuk mengamankan jalannya eksekusi. Di samping karena awalnya ricuh, pengawalan ini sudah menjadi prosedur.
Hari ini sudah dilaksanakan meskipun awalnya terjadi penolakan oleh pemilik lahan dan kerabatnya, Sukiyat,” kata dia.
Ia mengakui pemilik lahan sempat melakukan gugatan, namun Senin (6/9/2022) kemarin gugatan tersebut tidak diterima oleh Pengadilan Negeri Wonosari. Saat ini yang bersangkutan melakukan banding dan itu dipersilakan sepanjang mematuhi koridor hukum.
Kendati demikian ia menandaskan proses eksekusi terhadap putusan yang sudah memiliki kekuatan hukum tetap itu tidak tergantung terhadap proses atau upaya hukum yang dilakukan oleh termohon saat ini
Pemilik lahan, Eko Haryanto menuturkan, dirinya sudah berkali-kali mengajukan kredit ke Bank BTPN Pedan. Untuk yang pertama ia mengajukan kredit Rp 150 juta dan mampu dilunasi. Kemudian mengajukan kembali Rp 400 juta dan lunas. Terakhir Rp 600 juta namun usaha dia mengalami pailit. Pihaknya mengajukan restrukturisasi jadi Rp 400 juta.
Kemudian saya mencicilnya sisa Rp 218 juta,” ujar dia. Namun setelah itu, ia memang mengalami kesulitan bayar nyaris 5 tahun. Dan akhir tahun 2021 yang lalu tiba-tiba ada pemberitahuan jika 2 dari 4 sertifikat yang dijadikan agunan akan dilelang oleh KPKNL. Karena akan dilelang, ia kemudian berusaha membayar cicilan.
Eko terpaksa menjual dua unit busnya secara rongsokan dan laku Rp 36,5 juta. Ia lantas menghubungi pihak bank untuk menanyakan jika dia membayar Rp 36,5 juta apakah akan mengurangi pokok hutang tersebut dan tidak dilakukan lelang.
Ia menambahkan, waktu itu ada oknum dari pihak bank mengatakan bisa menitip uang dan akan mengurangi pokok hutang. Sehingga ia menitipkan ke oknum bank tersebut namun kemudian ia kaget, karena ternyata bulan Januari ada pelelangan dan dimenangkan oleh seseorang.
Tanggal 22 Februari kemudian ada permintaan dari pengadilan untuk melakukan pengosongan lahan secara sukarela,” kata dia.
[Admin/kprbin]