Beritainternusa.com,Jakarta – Gonjang-ganjing kepastian kenaikan harga BBM subsidi masih belum bisa membuat rakyat merasa tenang. Isu kenaikan BBM pada 1 September 2022 kemarin berhasil menimbulkan antrean panjang di SPBU sejak Rabu malam (31/8/2022).

Masyarakat berhasil dibuat panik dan takut dengan kabar kenaikan BBM subsidi Pertalite yang semula Rp 7.650 dan Solar Rp 5.150,00. Namun kecemasan mereka tak juga kunjung dijawab hingga hari kedua di bulan September, kabar kenaikan BBM belum juga pasti.

Sinyal-sinyal kenaikan BBM beberapa kali disampaikan oleh pemerintah baik oleh presiden maupun sejumlah menterinya. Presiden Jokowi dan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marinvest) Luhut Binsar Pandjaitan misalnya.

Belum naiknya harga BBM subsidi disebut presiden karena pemerintah sedang tahap menghitung-hitung.

BBM semuanya masih pada proses dihitung, dikalkulasi dengan hati-hati,” kata Presiden Jokowi ketika melakukan kunjungan kerja di kawasan Tambang Grasberg, Timika, Papua pada Kamis (01/09/2022).
Hal senada juga disampaikan oleh Luhut dalam kunjungan kerjanya di Banyuwangi kemarin (1/9/2022). Ia mengatakan pemerintah sedang melakukan penghitungan, tinggal menunggu waktu saja.

Soal bocoran kapan, itu tanya Presiden. Tapi dari segi hitunganya, kita sudah hitung dengan cermat. Ada waktunya nanti ke situ (harga naik),” tutur Luhut.

Ketidakpastian kebijakan kenaikan harga BBM subsidi telah menyusahkan rakyat. Nelayan di Jepara misalnya sudah sepekan lamanya mengalami kelangkaan solar, tepatnya sejak Jum’at (26/8/2022).

Kuotanya sudah habis sejak tanggal 26 Agustus. Nelayan di sini jadi tak bisa melaut,” ungkap salah seorang nelayan, Munaji di SPBN Ujungbatu, pada 2 September 2022 seperti dikutip dari medcom id.

Munaji menuturkan sejak kelangkaan itu hanya nelayan yang memiliki stok BBM yang bisa melaut. Sementara bagi mereka yang tidak memiliki stok tak bisa melaut.

Selama kelangkaan, nelayan-nelayan yang bisa melaut ya, yang punya sisa-sisa stok lama. Kalau saya tidak punya stok. Otomatis tidak melaut,” ucap Munaji.

Selama ini Munaji dan teman-teman nelayan biasanya menghabiskan 68 liter solar untuk sekali melaut. Total biaya yang dikeluarkan mencapai Rp 350ribu untuk sekali melaut.

Sementara itu para sopir angkot di Purwokerto, Banyumas menolak rencana kenaikan BBM. Kenaikan BBM akan semakin membuat kehidupan para sopir angkot ini semakin susah di tengah terus menurunnya jumlah penumpang.

Yang jelas kami menolak kenaikan BBM. Kalau tetap naik, tolong berikan subsidi bagi kami,” tutur Usmanto dilansir dari Kompascom (1/9/2022).

Usmanto mengatakan nasib para sopir diibaratkan mirip seperti petani yang memasuki musim paceklik.

Ibarat petani, kita sekarang sedang memasuki musim paceklik. Pahit sekali, mau protes pasti tidak ada pengaruhnya, percuma saja demo-demo,” tutur Usmanto.

[Admin/itbin]

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here