Beritainternusa.com,Jateng – Nama Kiai Nur Muhammad terasa tidak asing lagi bagi sebagian masyarakat Kabupaten Wonogiri bagian selatan khususnya warga Kecamatan Baturetno. Kiai Nur Muhammad adalah seorang ulama dan punggawa yang hingga saat ini masih dikenang oleh masyarakat luas.
Pegiat Sejarah Islam Baturetno, Deddy Al Jawi mengatakan Kiai Nur Muhammad merupakan putra Kiai Nur Rosyid yang berasal dari Pacitan Jawa Timur. Jika diurutkan garis keturunannya, beliau merupakan generasi kesepuluh dari Sunan Ampel.
Pada saat itu Kiai Nur Muhammad berdakwah ke Balepanjang, salah satu daerah yang berada di Selatan Sungai Pakem, yang saat ini masuk kawasan Kecamatan Giriwoyo. Pada saat itu ada geger Pecinan Kartasura. Yang pada akhirnya timbul keinginan membentuk keraton baru Kasunanan di Desa Sala.
Saat itu ada sayembara untuk menutupi sumber rawa di lokasi yang akan dibangun keraton. Yang bisa memenangkan sayembara tersebut adalah Kiai Nur Muhammad,” kata Deddy kepada awak media, Jumat (12/8/2022) malam.
Atas jasanya itu, kata dia, Kiai Nur Muhammad diberi tanah perdikan (tanah bebas pajak) di utara Sungai Pakem. Hadiah itu diberikan karena Kiai Nur Muhammad tidak mau dijadikan pejabat. Kini tanah perdikan itu menjadi Desa Balepanjang, Kecamatan Baturetno. Sedangkan Balepanjang di selatan sungai Pakem menjadi nama dusun yang masuk di Desa Sendangagung Kecamatan Giriwoyo.
Kiai Nur Muhammad ini ulama sekaligus punggawa yang mempunyai jiwa prajurit, seperti senopati. Saat itu ada punggawa juga yang bernama Bei Poncosuro. Tak heran jika keturunan beliau sebagian besar menjadi ulama atau tentara,” ungkap dia.
Menurut Deddy, hingga kini warga Desa Balepanjang banyak yang menjadi tentara maupun ulama. Bahkan dulu penghulu atau naib di kawasan Baturetno dan sekitarnya rata-rata keturunan dari warga Balepanjang. Berdasarkan basa tutur masyarakat, dulu Kiai Nur Muhammad pernah berkata jika setengah dari keturunannya menjadi ulama dan setengahnya lagi menjadi prajurit.
Kiai Nur Muhammad merupakan salah satu ulama penyebar agama Islam di Wonogiri selatan. Bahkan menurut riwayat, Mangkunegoro III juga belajar agama ke Kiai Nur Muhammad. Di Balepanjang ada makam keluarga dari keturunan KGPAA Mangkunegoro III.
Saat berada di Balepanjang (utara Sungai Pakem), beliau mulai berdakwah kepada masyarakat. Salah satu santrinya, Kiai Zein diutus untuk menyebar agama Islam ke arah timur dengan menyusuri sungai.
Saat itu dibekali Al-Quran dan kayu. Kini petilasannya masih dapat dilihat di Dusun Tempurkali. Di sana ada masjid tiban dan Al Quran dari kulit yang ditulis Kiai Nur Muhammad sendiri ,” ujar dia.
Selain itu, kata Deddy, cucunya yang bernama Kiai Irsyad Taftozani menyebarkan Islam ke barat, yang kini masuk kawasan Kecamatan Eromoko dan Wuryantoro. Namun tak lama kemudian pindah ke Branjang, Ngawis, Kecamatan Karangmojo, Kabupaten Gunung Kidul, DIY.
Pindah ke Branjang karena dapat tanah perdikan. Di sana Kiai Irsyad mendirikan pondok pesantren yang hingga kini masih ada. Sebagian peninggalan Kiai Nur Muhammad masih tersimpan di sana,” papar dia.
Deddy menuturkan, sebagian besar generasi Kiai Nur Muhammad masih berada di Baturetno. Bahkan nama Bani Abdul Ghany dari keturunan beliau diabadikan menjadi nama masjid agung di Baturetno, yakni Masjid Al Ghany.
Sementara itu, makam Kiai Nur Muhammad berada di Dusun Kauman. Namun lokasinya masuk di area sabuk hijau atau milik Proyek Bengawan Solo (PBS), sehingga di sekitarnya tidak ada permukiman warga. Meski demikian hingga kini banyak peziarah dari luar daerah yang datang.
Dulu sebenarnya makam umum, karena masuk kawasan sabuk hijau (Pembangunan Waduk Gajah Mungkur), tanahnya dibebaskan dari Kauman lama ke Kauman baru. Tapi akhirnya masih bisa digunakan, tapi hanya khusus makam keluarga,” paparnya.
Menurutnya, dulu Kiai Nur Muhammad membangun masjid di daerah kawasan yang saat ini menjadi makam beliau. Saat ada proyek WGM dan menjadi area sabuk hijau, bangunan paling depan atau tempat imam tidak bisa dipindah. Hingga sekarang bangunan itu masih ada. Namun pada 2005 dibangun musala didekatnya.
Kiai Nur Muhammad sangat dicintai masyarakat, karena selain ulama beliau juga tabib. Kitabnya masih ada di Branjang Gunung Kidul. Biasanya banyak orang yang datang ke makamnya pada malam Jumat. Mereka berdoa kepada Allah dengan wasilah Kiai Nur Muhammad,” kata Deddy
[Admin/dtbin]