Beritainternusa.com,Jakarta – Kepala Divisi Humas Mabes Polri Irjen Pol Dedi Prasetyo mengungkapkan kalau Irjen pol Ferdy Sambo kini sedang ditempatkan di tempat khusus seorang diri di Mako Brimob, Kelapa Dua, Depok.
Kata Dedi Prasetyo, Ferdy Sambo mantan Kadiv Propam Polri itu akan ditempatkan di tempat khusus tersebut selama 30 hari. Adapun kata Dedi Prasetyo durasi tersebut sebagaimana informasi dari inspektorat khusus
(Itsus).
30 hari (ditempatkan di tempat khusus), informasi dari Itsus (Inspektorat Khusus),” ucap Dedi Prasetyo saat dikonfirmasi wartawan, Minggu (7/8/2022).
Penempatan terhadap Sambo itu mengacu pada Peraturan Polri Nomor 7 tahun 2022 untuk diperiksa pada dugaan pelanggaran kode etik atas ketidakprofesionalan dalam olah TKP kasus Brigadir J. Kendati begitu, Dedi Prasetyo masih enggan memberikan penjelasan secara detail terkait tempat khusus tersebut.
Terkini, Mabes Polri menyebut status eks Kadiv Propam Polri Irjen Pol Ferdy Sambo belum menyandang status tersangka dalam kasus kematian Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J.
Irjen Pol Dedi Prasetyo mengungkapkan soal ditempatkan Ferdy Sambo di tempat khusus di Mako Brimob Polri, Kelapa Dua, Depok. Penempatan itu untuk pemeriksaan oleh Inspektorat Khusus (Irsus) terkait dugaan pelanggaran kode etik terkait ketidakprofesionalan dalam olah TKP penembakan Brigadir J.
Irsus lanjut Dedi sudah memeriksa 10 orang saksi terkait tuduhan terhadap Irjen Sambo itu. Dari pemeriksaan saksi-saksi itu, Irsus Polri juga memiliki bukti kuat atas peran dari Irjen Sambo.
Dari pemeriksaan dan beberapa alat-alat bukti, Irsus menetapkan bahwa Irjen Pol FS (Ferdy Sambo), melakukan pelanggaran terkait ketidakprofesionalannya, di dalam olah tempat kejadian perkara (TKP),” ujar Dedi.
Perbuatan Irjen Sambo salah satunya berupa dugaan pengambilan dan perusakan kamera pemantau alias CCTV di lokasi kejadian perkara kematian Brigadir J.
Padahal diketahui, Irjen Sambo, bukan bagian dari tim, atau anggota kepolisian yang ditugaskan untuk melakukan olah TKP.
Atas ketidakprofesionalan dari Irjen Pol FS, yang bersangkutan, sejak Sabtu sore, dibawa ke
Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santoso meminta Polri agar mempidanakan mantan Kadiv Propam Polri, Irjen Ferdy Sambo terkait ketidakprofesional dalam olah TKP kasus tewasnya Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J.
Sugeng pun menganggap jika Ferdy Sambo terbukti melakukan ketidakprofesionalan maka menurutnya tidak cukup dihukum dengan proses etik tetapi perlu adanya proses pidana.
Penempatan Ferdy Sambo di Mako Brimob adalah untuk melancarakan proses pemeriksaan Irsus (Inspektorat Khusus) maupun timsus. Pemeriksaan saat ini diketahui adalah terkait dengan pelanggaran kode etik berat yaitu merusak TKP dan menghilangkan bukti, pistol, proyektil, dan lain-lain.”
Dalam pelanggaran kode etik tersebut juga termasuk perbuatan pidana yaitu melanggar pasal 221 KUHP juncto pasal 233 KUHP dengan ancaman (penjara) empat tahun,” katanya kepada Tribunnews, Minggu (8/8/2022).
Selain itu, katanya, jika Ferdy Sambo juga terbukti untuk menyuruh orang lain untuk mengambil CCTV terkait kasus ini maka dapat juga dapat dipidanakan dengan pasal berlapis.
Bahwa bila terdapat juga perbuatan menyuruh mengambil CCTV yang bukan miliknya maka dapat juga dikenakan pasal 365 KUHP juncto pasal 56. Ancamannya enam tahun (penjara),” jelasnya.
Menurutnya, jika Ferdy Sambo memang terbukti melakukan tindakan tersebut, maka dapat ditahan untuk kepentingan pemeriksaan soal tewasnya Brigadir J yang saat ini telah ditetapkan tersangka yaitu Bharada Richard Eliezer alias Bharada E.
Sehingga bisa ditahan untuk kepentingan menunggu pemeriksaan perkara pokok matinya Brigadir J (pasal yang disangkakakn ke Bharada E) pasal 338 KUHP juncto 55 dan 56 KUHP,” katanya.
Komisioner Komnas HAM RI M Choirul Anam mengatakan penempatan eks Kadiv Propam Polri Irjen Pol Ferdy Sambo di tempat khusus di Mako Brimob berpengaruh kepada penyelidikan yang dilakukan Komnas HAM terkait tewasnya Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J.
Anam menjelaskan hal tersebut berpengaruh terkait teknis permintaan keterangan Komnas HAM kepada Sambo apakah di kantor Komnas HAM atau di Mako Brimob.
Namun demikian, kata dia, penempatan Sambo tersebut tidak berpengaruh kepada substansi penyelidikan. Kalau secara substansi tidak akan banyak berpengaruh, tapi secara teknis pasti berpengaruh,” kata Anam.
Untuk itu, kata Anam, pihaknya akan berkoordinasi dengan Tim Khusus bentukan Kapolri terkait penanganan kasus tewasnya Brigadir J.
Ia berharap permintaan keterangan tersebut tetap dapat dilakukan di kantor Komnas HAM RI di Jakarta Pusat.
Harapannya sih tetap bisa di kantor. Tetapi kalau ada alasan-alasan lain yang disampaikan oleh Timsus ke kami, sehingga kami harus minta keterangan di Mako Brimob ya kami akan hormati itu,” kata Anam.
Anam mengatakan permintaan keterangan Komnas HAM terhadap Sambo diagendakan dilakukan pada hari-hari di pekan depan.
Namun demikian, karena perkembangan terbaru tersebut pihaknya akan berkomunikasi dengan Tim Khusus bentukan Kapolri.
Ya kami agendakan awalnya memang di kantor. Tapi karena ada perkembangan begini, kami akan komunikasikan dengan Timsus apakah masih bisa di kantor Komnas HAM atau di tempat Mako Brimob,” kata Anam.
Pakar Hukum Pidana Abdul Fickar Hadjar buka suara soal penempatan Irjen pol Ferdy Sambo di Mako Brimob Polri, Kelapa Dua, Depok.
Fickar menyatakan, penempatan Irjen pol Ferdy Sambo di tempat khusus tersebut untuk memberikan penjagaan yang lebih ketat kepada yang bersangkutan, mengingat Ferdy Sambo merupakan Jenderal Perwira Tinggi Polri.
Ya karena FS (Ferdy Sambo, red) termasuk petinggi di Polri maka penahanannya harus ditempat yang penjagaannya lebih ketat, karena tidak mustahil bisa terjadi pengerahan pasukan yang merupakan simpatisan tersangka,” kata Fickar.
Dengan begitu, Fickar beranggapan kalau tempat khusus yang dibahasakan oleh Polri itu merupakan tempat penahanan untuk Ferdy Sambo.
Sebab kata dia, dalam kasus ini Ferdy Sambo dinyatakan telah melanggar kode etik dan harus menjalani penahanan.
Ya menurut saya itu ditahan dalam proses pidana, karena etik itu tidak mengenal menahan atau mengurung orang," ucapnya. Etik itu teguran atas perilaku,” tukas dia.
[Admin/tbbin]