Beritainternusa.com,Jakarta – Mantan Bupati Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan (Kalsel) sekaligus kader PDIP Mardani H Maming resmi dimasukkan dalam daftar pencarian orang (DPO) oleh KPK. Ia menyusul kader PDIP lainnya yakni Harun Masiku yang sejak 2020 telah berstatus buronan.
Dengan status DPO, aparat penegak hukum lain mempunyai wewenang untuk membantu mencari dan menangkap Maming. Tindakan hukum ini dilakukan setelah kemarin, Senin (25/7/2022), KPK gagal menjemput paksa Ketua Umum Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) itu lantaran sedang tidak berada di apartemennya di Jakarta Pusat.
Maming dinilai KPK tidak kooperatif karena selalu mangkir dari panggilan penyidik sebanyak dua kali. Panggilan kedua dilayangkan pada Kamis (21/7/2022).
Ia diproses hukum oleh KPK lantaran diduga telah menerima Rp 104 miliar terkait pemberian izin usaha pertambangan (IUP) di Kabupaten Tanah Bumbu.
Dalam proses penyidikan, KPK telah memanggil orang-orang dekat Maming seperti adik dan istrinya. Namun, mereka mangkir dengan alasan menunggu putusan praperadilan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan yang akan dibacakan pada Rabu (27/7/2022).
Plt Juru Bicara Penindakan KPK Ali Fikri menjelaskan tak ada dasar hukum apapun yang menyatakan praperadilan dapat menghentikan proses penyidikan. Proses praperadilan hanya untuk menguji syarat formil keabsahan bukan untuk menguji substansi penyidikan,” terangnya dikutip dari CNN Indonesia.
Maming bersama dengan adiknya bernama Rois Sunandar H Maming telah dicegah bepergian ke luar negeri selama enam bulan ke depan, terhitung sejak 16 Juni 2022 sampai dengan 16 Desember 2022.
Tersangka kasus dugaan suap penetapan pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR RI periode 2019-2024 Harun Masiku telah menghilang lebih dari 900 hari.
Eks calon legislatif (Caleg) PDIP itu masuk dalam DPO KPK pada 20 Januari 2020 silam. Meski KPK mengklaim terus bekerja, tetapi informasi mengenai perkembangan pencarian Harun nihil.
Dalam proses penanganan kasus ini, KPK telah mengirim surat permohonan penerbitan red notice ke Sekretaris National Central Bureau (NCB) untuk memburu Harun pada 31 Mei 2021.
Selain itu, KPK juga bekerja sama dengan Ditjen Imigrasi Kemenkumham yang mempunyai tugas mengawasi lalu lintas seseorang untuk masuk dan keluar wilayah Indonesia.
Harun diproses hukum karena diduga menyuap mantan komisioner KPU Wahyu Setiawan agar bisa ditetapkan sebagai pengganti Nazarudin Kiemas yang lolos ke DPR, namun meninggal dunia. Ia diduga menyiapkan uang sekitar Rp 850 juta untuk pelicin agar bisa melenggang ke Senayan.
Kasus ini terbongkar melalui Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan KPK pada 8-9 Januari 2020, dua tahun lalu, di sejumlah lokasi seperti Jakarta dan Depok. Harun saat itu tidak ikut ditangkap. KPK hanya berhasil menangkap Wahyu bersama tujuh orang lainnya.
Sementara itu, Badan Bantuan Hukum dan Advokasi Rakyat (BBHAR) DPP PDIP, M Nurdin mengatakan pihaknya menghormati proses hukum yang berjalan. Ia pun yakin Mardani Maming akan mengikuti proses hukum.
PDIP senantiasa menghormati segala proses hukum yang berjalan dan karenanya pula tidak akan melakukan intervensi apapun terhadap proses hukum yang dilakukan oleh aparat penegak hukum manapun, termasuk KPK dalam perkara ini,” kata Nurdin.
[Admin/itbin]