Beritainternusa.com,Jakarta – Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi PDIP, Trimedya Panjaitan menjelaskan kejanggalan terkait kasus tewasnya ajudan mantan Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo, Brigadir J atau Nopriansyah Yosua Hutabarat usai baku tembak dengan Bharada E.
Trimedya berujar seharusnya selongsong peluru dalam baku tembak tersebut tertinggal di tempat kejadian perkara yaitu di rumah dinas Ferdy Sambo di Duren Tiga, Jakarta Selatan. Selain itu, Trimedya menyebut seharusnya ceceran darah dari Brigadir Yosua juga ditemukan di lokasi penembakan.
Kalau ada tembak-tembakan tentu ada selongsong peluru di rumah dinas Kadiv Propam. Kemudian seharusnya juga ada ceceran darah di rumah Kadiv Propam,” katanya seperti dikutip dari YouTube Kompas TV, Selasa (19/7/2022).
Trimedya juga menyoroti kejanggalan lain dalam kasus ini seperti CCTV yang dicopot oleh pihak kepolisian hingga konferensi pers dari Polri yang baru diumumkan tiga hari setelah kejadian yakni Senin (11/7/2022).
Kemudian juga CCTV yang dinyatakan mati dan di luar (CCTV di sekitar rumah Ferdy Sambo-red) itu juga tidak ada.”
Autopsi terhadap mayat juga tidak dilakukan secara transparan. Bahkan konferensi pers oleh Kapolres Jakarta Selatan yang dilakukan Selasa tidak menampilkan alat bukti seperti selongsong peluru dan senjatanya. Itu keganjilan-keganjilan yang terungkap pada saat polisi menjelaskan kematian dari Yosua Hutabarat ini,” jelasnya.
Trimedya pun mengungkapkan pihaknya memberikan rekomendasi kepada tim khusus yang dibentuk oleh Kapolri Jendral Pol Listyo Sigit Prabowo yaitu memberikan penjelasan atas kejanggalan yang ditemukan olehnya.
Dilakukan penjelasan terhadap apa yang saya sampaikan itu. Kemudian memberikan rekomendasi dan segeralah minggu depan Kapolri menunjukan Kadiv Propam Ferdy Sambo sampai kasus ini selesai,” ujarnya.
Trimedya pun menilai jika kasus ini tidak segera diselesaikan dengan cepat maka kredibilitas Polri akan menurun.
Itu yang kita harapkan (penyelesaian kasus) karena ini menyangkut kredibilitas dan reputasi Polri yang demikian susah dibangun sampai sekarang Polri ini mendapat simpati dari masyarakat,” kata Trimedya.
Sebelumnya, rekomendasi untuk menonaktifkan Ferdy Sambo sebagai Kadiv Propam seperti apa yang diminta oleh Trimedya telah dilakukan oleh Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo pada Senin (18/7/2022).
Kemudian terkait jabatan sebagai Kadiv Propam pun sementara diduduki oleh Wakapolri, Komjen Pol Gatot Eddy Pramono. Malam hari ini (Senin), kita putuskan untuk Irjen Pol Ferdy Sambo untuk sementara jabatannya dinon-aktifkan. Untuk kemudian, jabatan tersebut, saya serahkan kepada Wakapolri,” kata Listyo.
Adapun pencopotan ini dalam rangka penyidikan kasus baku tembak di rumah Ferdy Sambo yang menewaskan Brigadir Yosua. Tentunya ini untuk menjaga agar apa yang telah dilakukan selama ini, terkait dengan komitmen, obyektivitas, transparansi, akuntabel, betul-betul kita jaga.”
Agar proses penyidikan yang saat ini sedang dilaksanakan bisa berjalan degan baik dan membuat terang peristiwa yang terjadi,” ujarnya. Kasus baku tembak yang menewaskan Brigadir Yosua ini telah memasuki babak baru.
Dikutip dari Tribunnews, anggota tim kuasa hukum keluarga Brigadir Yosua, Johnson Panjaitan mengungkapkan sosok yang diduga melarang kliennya untuk membuka peti jenazah Brigadir Yosua adalah Karo Paminal Brigjen Hendra Kurniawan.
Dugaan ini pun membuat pihak keluarga juga meminta pencopotan terhadap Brigjen Hendra seperti yang dilakukan kepada Ferdy Sambo.
Karo Paminal itu harus diganti karena dia bagian dari masalah dan bagian dari seluruh persoalan yang muncul karena dia yang melakukan pengiriman mayat dan melakukan tekanan kepada keluarga untuk membuka peti mayat,” ujarnya Selasa (19/7/2022).
Menurutnya, apa yang dilakukan Brigjen Hendra telah melanggar prinsip keadilan hingga melanggar hukum adat bagi keluarga. Di sisi lain, anggota kuasa hukum lain keluarga Brigadir Yosua, Kamarudin Simanjutak mengungkapkan tindakan Brigjen Hendra adalah hal yang tidak sopan.
Terkesan intimidasi keluarga almarhum dan memojokkan keluarga sampai memerintah untuk tidak boleh memfoto, tidak boleh merekam, tidak boleh pegang HP, masuk ke rumah tanpa izin langsung menutup pintu dan itu tidak mencerminkan perilaku Polri sebagai pelindung, pengayom masyarakat,” tutur Kammarudin.
Selain itu, Kammarudin juga menyesalkan tindakan Brigjen Hendra tersebut dilakukan ketika pihak keluarga tengah dalam suasana duka sepeninggal Brigadir Yosua.
Terpisah, terduga penembak Brigadir Yosua yaitu Bharada E diinformasikan telah mengajukan perlindungan ke Lembaga Perlindungan Saksi Korban (LPSK). Hal ini dibenarkan oleh Wakil Ketua LPSK, Edwin Partogi.
Iya (Bharada E mengajukan perlindungan ke LPSK),” ujar Edwin dikutip dari Tribunnews. Namun ternyata permohonan perlindungan ini bebarengan dengan permohonan yang juga dilakukan oleh istri Ferdy Sambo.
Kamis, permohonan perlindungan dari Ibu P (istri Ferdy Sambo) dan Bharada E kami dapatkan,” tuturnya. Hanya saja hingga berita ini diturunkan, perlindungan terhadap Bharada E belum dilakukan lantaran masih proses penelaahan oleh LPSK.
[Admin/tbbin]