Ketua DPD RI LaNyalla Mattalitti

Beritainternusa.com,Jakarta – Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti menyatakan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No 52/PUU-XX/2022 terkait judicial review atas Pasal 222 UU No 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang diajukan lembaganya cukup menarik. Sebab dalam putusan tersebut justru mengakui adanya oligarki.

Di halaman 74, dari putusan sebanyak 77 halaman itu, tertulis salah satu pertimbangan majelis hakim terkait materi gugatan,” kata LaNyalla, Rabu (13/7/2022).

Dimana dalam putusannya, Mahkamah menilai argumentasi Pemohon II didasarkan pada anggapan munculnya berbagai ekses negatif (seperti oligarki dan polarisasi masyarakat) akibat berlakunya ketentuan Pasal 222 UU No 7/2017. Terhadap hal tersebut, menurut Mahkamah, argumentasi Pemohon II yang demikian adalah tidak beralasan menurut hukum.

Karena tidak terdapat jaminan bahwa dengan dihapuskannya syarat ambang batas pencalonan pasangan calon presiden dan wakil presiden oleh partai politik atau gabungan partai politik, maka berbagai ekses sebagaimana didalilkan oleh Pemohon II tidak akan terjadi lagi,” ujarnya mengutip bunyi putusan tersebut.

Menurutnya, hal itu berarti oligarki itu ada dan nyata. Tetapi, menurut MK tidak ada jaminan mereka akan hilang dengan dihapusnya Pasal 222 itu. “Jadi artinya dibiarkan saja seperti ini, oligarki tetap ada dan polarisasi yang merugikan masyarakat tetap ada,” tandasnya.

Dikatakannya, upaya DPD RI dan puluhan elemen masyarakat lain yang telah mengajukan judicial review atas Pasal 222 memiliki semangat untuk meminimalisir kerugian rakyat yang timbul akibat pasal tersebut.

Namun ditolak oleh MK, karena bagi MK tidak ada jaminan dengan dihapusnya Pasal 222 itu, lantas kerugian yang dialami rakyat (akibat adanya oligarki dan polarisasi) akan hilang. Jadi dengan kata lain, apakah bisa dibuat dalam kalimat, biar saja kerugian itu terus dirasakan rakyat,” tegasnya.

Inilah yang disebut oleh banyak tokoh bahwa MK bukan lagi menjadi the guardian of the constitution dan penjaga tegaknya demokrasi. Akan tetapi telah berubah menjadi the guardian of oligarchy.

Inilah kejahatan yang dibiarkan tetap ada. Karena dianggap upaya untuk mereview UU tersebut bukan jaminan kejahatan yang merugikan rakyat itu hilang. Waraskah kita sebagai bangsa,” pungkasnya.

[Admin/itbin]

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here