Beritainternusa.com,Jakarta – Komnas HAM merekomendasikan agar UU Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) direvisi. Komnas HAM meminta revisi yang dilakukan secara menyeluruh dengan selaras standar norma pengaturan tentang hak atas kebebasan berpendapat dan berekspresi.
Komnas HAM terus mendesak agar hulu persoalan dibenahi yaitu revisi total atas UU ITE dengan mengacu di antaranya pada standar norma pengaturan telah disusun Komnas HAM,” ujar Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik saat Catatan Akhir Tahun Komnas HAM, Selasa (28/12/2021).
Komnas HAM mengapresiasi langkah Presiden Joko Widodo yang telah memberikan amnesti kepada Baiq Nuril dan Saiful Mahdi yang dijerat UU ITE. Menurut Ahmad, hal ini menjadi simbolik bahwa Presiden Joko Widodo memberikan perhatian kebebasan berpendapat dan berekspresi. Namun, revisi UU ITE itu masih perlu dilakukan pemerintah.
Meskipun ini hanya dua orang ini adalah simbolik bahwa presiden memberikan perhatian terhadap kebebasan berpendapat dan berekspresi,” ujar Ahmad.
Selain revisi UU ITE, Komnas HAM juga mendesak RUU Perlindungan Data Pribadi (PDP) segera diselesaikan. Karena mendesak perlu ada perlindungan hak privasi dan data pribadi.
Komnas HAM juga mendesak pembahasan atas RUU tentang Perlindungan Data Pribadi supaya transparan dan partisipatif sebelum disahkan dalam tempo yang tidak terlalu lama mengingat ancaman atas hak privasi dan data pribadi sangat mendesak,” tegas Ahmad.
Pembahasan revisi Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) diharapkan melibatkan lintas komisi di DPR, tidak hanya Komisi I. Untuk itu diusulkan supaya dibentuk panitia khusus atau pansus untuk membahas revisi UU ITE.
Harapan saya revisi UU ITE dilakukan secara lintas komisi, jadi dibentuk pansus karena ini bukan hanya menyangkut komunikasi dan informasi, melainkan juga terkait dengan hukum,” ujar Anggota Komisi III DPR RI Nasir Djamil dikutip dari siaran pers, Selasa (30/11).
Nasir menilai, Komisi III juga bisa terlibat dalam pembahasan revisi UU ITE. Komisi III melingkupi bidang hukum, hak asasi manusia dan keamanan.
Atau mungkin ada komisi lainnya yang bergabung di dalam pansus untuk merevisi undang-undang ini,” ucapnya.
Sementara itu, anggota Komisi I DPR RI Christina Aryani mendukung revisi UU ITE melibatkan lintas komisi. Ia mendukung perlu adanya pansus UU ITE.
Menurutnya, dengan membentuk panitia khusus dan melibatkan berbagai komisi di DPR, pembahasan revisi UU ITE dapat menjadi lebih komprehensif karena terdapat variasi ekspertis dari anggota DPR yang terlibat di dalam penyusunan perubahan UU ITE.
Perspektifnya juga akan bisa meng-cover lebih luas lagi,” kata politikus Golkar ini.
Christina mengingatkan bahwa permasalahan utama dari UU ITE adalah terdapat berbagai pasal yang multitafsir. Oleh karena itu, revisi yang akan dilakukan oleh DPR bersama dengan Pemerintah harus mencegah terjadinya multitafsir.
Revisi UU ITE nanti, ya, tidak boleh multitafsir lagi. Ini harus jelas sejelas-jelasnya,” ucapnya.
[Admin/md]