Beritainternusa.com,JatengRiko Mamura Putra (46) warga Kauman Timur II Kecamatan Semarang Tengah melakukan aksi jalan kaki ke Mabes Polri, Senin (6/12/2021).

Riko berangkat dari rumah sekitar pukul 07.00 WIB hanya berbekal pakaian dan tongkat, serta berkas. Dia berangkat jalan kaki dari rumahnya menuju Mabes Polri.

Riko mengaku, ia kecewa laporan penganiayaan yang menimpa anaknya berinisial NA saat berada di Pondok Pesantren Kecamatan Dempet Demak tidak segera ditangani.

Dikatakannya, kasus itu awalnya dihentikan karena ada keterangan seorang ahli pidana dari universitas di Kudus bahwa kasus itu tidak bisa dilanjutkan karena tidak ada unsur pidana.

Viralnya aksi Riko Mamura yang berjalan kaki dari Semarang menuju Mabes Polri di Jakarta karena menuntut kepastian hukum anaknya yang diduga menjadi korban penganiyaan oleh kyai di pesantren, beberapa waktu lalu, mendapatkan tanggapan dari kuasa hukum terlapor, Abdul Rokhim.

Kuasa hukum yang juga sekretaris LBH Ansor tersebut menyatakan bahwa pihaknya prihatin lantaran Riko justru melakukan aksi jalan kaki.

Padahal, menurutnya, laporan Riko mengenai kyai tersebut sebenarnya telah dihentikan karena tidak cukup bukti dan tidak merupakan tindak pidana.

Terlapor (klien) tidak merasa melakukan apa yang dituduhkan oleh pelapor (Riko), maka terlapor tidak menggubrisnya, maka akhirnya terjadilah laporan di Polres Demak ini.

Sebenarnya kasus ini adalah kasus lama dan bisa jadi sudah selesai dari dulu bila Mbah Yai (klien) sepakat dengan kompensasi yang mereka tawarkan.

Karena beberapa kali antara pelapor maupun kuasa hukumnya sudah ketemu dengan terlapor secara langsung dan pasti yang dibicarakan mengenai kompensasi, bahkan sejak dulu sebelum perkara ini resmi dilaporkan ke Polres Demak,” ujar Rokhim.

Ia melanjutkan, sudah terjadi mediasi juga oleh Polres.

Dalam proses mediasi itu, pelapor juga menyampaikan kompensasi secara lisan kepada terlapor mengenai kerugian materi dan immaterial yang nilainya sampai puluhan juta rupiah.

Namun, terlapor keberatan karena selain merasa tidak melakukan perbuatan yang dituduhkan, pelapor juga meyakini tidak ada kerugian secara materiil maupun immaterial.

Karena mediasi ini tidak tercapai maka terlapor menyerahkan sepenuhnya pada pelapor dan polres Demak untuk memproses perkara ini biar jelas dan terang semuanya,” tambahnya.

Rokhim mengaku justru merasa kasihan terhadap Riko lantaran melakukan jalan kaki dan tidak ada pendampingan baik hukum, tenaga kesehatan dan lain sebagainya.

Kalau nanti terjadi apa-apa siapa yang akan bertanggung jawab?

Sebenarnya upaya hukum yang bisa dilakukan adalah dengan mempraperadilankan SP3 tersebut, bukannya jalan kaki, atau kalau ternyata ditemukan pelanggaran yang dilakukan oleh penyidik polres Demak bisa juga melapor ke Kompolnas, Wasdik, Provost dan sebagainya yang semuanya jg sudah diatur didalam undang undang.

Apalagi, dari awal pelapor ini juga sudah didampingi oleh pengacara meskipun menurut kami sudah bergonta ganti pendamping hukumnya,” lanjut Rokhim.

Di sisi lain, Ketua Yayasan Aulia Centre, Agus Taufiqurrahman, menyampaikan bahwa anak yang dilaporkan menjadi korban tersebut sebenarnya dikeluarkan dari pondok lamanya hingga diterima di yayasannya.

Seharusnya pelapor itu berterima kasih dengan yayasannya karena sudah menampung anaknya yang sudah dikeluarkan oleh pondoknya yang lama karena bermasalah.

Bahkan dulu saya juga sempat diingatkan oleh kyai di pondok yang lama kenapa mau menerima santri atas nama anak ini yang sudah dikeluarkannya?

Namun dengan harapan barangkali anak ini bisa diajari dengan baik-baik maka yayasan tetep menerima anak ini, tapi tidak tahunya malah jadi begini,” ujarnya.

Lebih lanjut, Agus menyampaikan keberatannya terkait dengan postingan yang menjelek-jelekkan yayasannya di media sosial baik yang dilakukan oleh pelapor maupun istri pelapor.

Disebutkan secara jelas Yayasan Aulia centre seolah-olah selama ini telah melakukan kekerasan terhadap para santri ini.

Ini masih menjadi telaah di internal yayasan kami karena sampai dengan hari ini ratusan wali santri di sini tidak menerima akan postingan itu karena dianggap provokatif, menyebarkan hoax dan fitnah dimana anak-anak mereka mondok dan mengaji saat ini,” ujarnya.

Agus menuding bahwa pelapor atau istri pelapor juga memfitnah yayasannya dengan menceritakan secara langsung kepada beberapa wali santri.

Bahkan menyuruh beberapa wali santri agar anaknya dicabut dari pondok ini saja, ini kan sudah keterlaluan,” katanya.

Turut menanggapi, Ketua PC Ansor Kabupaten Demak, Nurul Muttaqin, mengatakan bahwa pihaknya menginstruksikan kepada seluruh jajaran LBH Ansor Demak untuk merapatkan diri dan berkoordinasi dengan LBH Ansor Jawa Tengah terkait persoalan itu.

Menurutnya, marwah kyai dan pondok pesantren harus dijaga.

Apa lagi sebelumnya juga sudah ada embel-embel kompensasi dan sebagainya, berati ini menunjukkan bahwa mereka tidak lagi ngomong murni penegakan hukum dan tegakan keadilan lagi, tetapi sudah ke pragmatisme dan keegoisan si pelapor,” ujarnya.

Nurul menjelaskan bahwa pihaknya mendukung Polres Demak yang sudah memeriksa perkara ini secara profesional dan menghentikan perkara ini karena tidak terbukti dan bukan merupakan tindak pidana.

Harapannya mohon segera dipulih kan harkat dan martabat serta nama baik Mbah Yai dan pesantren agar issue yang selalu dihembuskan oleh pelapor dan istri pelapor kalau ponpes selama ini melakukan kekerasan bisa segera pulih, pungkasnya.

Sementara itu, Kabid Humas Polda Jateng M Iqbal Alqudusy mengatakan kasus tersebut terus berlanjut. Polri telah melakukan gelar perkara terhadap kasus itu.

Selain itu juga memberikan beberapa rekomendasi untuk pemeriksaan tambahan beberapa pihak terkait untuk melengkapi berkas,” tandasnya.

[Admin/tb]

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here