Beritainternusa.com,Gunungkidul – Jumlah orang yang mengakhiri hidupnya di Kabupaten Gunungkidul pada 2021 ini mengalami peningkatan dibanding tahun sebelumnya.
Menurut data yang diperoleh dari Polres Gunungkidul, peningkatan yang terjadi cukup tinggi dibanding tahun sebelumnya. Hal tersebut disampaikan oleh Kasubbag Humas Polres Gunungkidul Iptu Suryanto bahwa hingga Desember ini tercatat sudah 38 kasus.
Rinciannya 37 kasus dengan cara gantung diri dan 1 kasus dilakukan dengan meminum racun,” ungkapnya pada Kamis (09/12/2021).
Angka ini terbilang naik signifikan dibanding tahun 2020 lalu. Pasalnya mengacu pada data Polres Gunungkidul, total ada 29 kasus, dengan rincian 26 gantung diri dan 3 minum racun.
Pada tahun ini, kasus tertinggi ada di 3 kapanewon antara lain Wonosari, Karangmojo dan Semin. Masing-masing dari wilayah tersebut dilaporkan ada 4 kasus,” jelas Suryanto.
Upaya preventif terus dilakukan oleh Polres Gunungkidul terhadap kelompok masyarakat rentan. Koordinasi dengan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Gunungkidul pun masih berjalan dalam proses sosialisasi hingga pendampingan.
Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Gunungkidul Dewi Irawaty menilai fenomena ini sangat erat kaitannya dengan kesehatan jiwa. Sebab satu di antara penyebabnya adalah kondisi kejiwaan pelaku yang terganggu.
Orang yang mengakhiri hidupnya pasti ada masalah kejiwaan sebelumnya, meski memang sulit terdeteksi,” ujar Dewi.
Menurutnya, penting bagi masyarakat, terutama dari kelompok rentan, untuk mengelola kesehatan jiwanya dengan baik. Sebab kondisi yang stabil juga akan menjauhkan mereka dari potensi mengakhiri hidup.
Dewi mengatakan edukasi tidak hanya perlu dilakukan pada warga rentan, tapi juga orang-orang terdekatnya.
Ia menilai keluarga terutama harus mampu menerima dan memperlakukan anggotanya yang mengalami gangguan jiwa dengan baik.
Kuncinya ada di keluarga ditambah lingkungan hingga pihak-pihak terkait sebagai pendukung,” kata Dewi.
Ia sebelumnya mengungkapkan ada sebanyak 1.444 orang yang terdiagnosa sebagai Orang Dengan Disabilitas Psikososial (ODDP). Adapun masyarakat awam lebih mengenalnya dengan istilah Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ).
Dewi mengungkapkan ada 17 dari ribuan ODDP tersebut yang hidup dalam pasungan. Tindakan itu diambil karena pihak keluarga merasa tak mampu menangani masalah tersebut.
Ada yang anggota tubuhnya diikat atau dikurung dalam satu ruang terpisah di rumah,” ungkapnya
[Paryadi/tbbin]