Beritainternusa.com,Gunungkidul – Beberapa sekolah di Kabupaten Gunungkidul masih berpolemik dengan status kepemilikan tanah. Hingga kini, belum ada titik penyelesaian menyangkut masalah tersebut.
Pelaksana Tugas Sekretaris Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga (Disdikpora) Gunungkidul, Kiswara, membenarkan adanya permasalahan tersebut.
Terkait berapa jumlah persisnya sekolah yang lahannya bermasalah belum diketahui,” ungkapnya kepada wartawan, Jumat (3/12/2021).
Pasalnya masalah ini baru diketahui berdasarkan informasi kasus perkasus.
Sedangkan pihaknya sendiri belum memiliki rincian data terkait lahan kepemilikan sekolah yang bermasalah.
Namun ia mengetahui beberapa di antaranya, mengacu pada informasi yang diterima. Seperti di SD dan SMP Negeri 1 Gedangsari, kemudian satu SMP di Kapanewon Girisubo.
Masalah di sekolah-sekolah tersebut serupa, soal status tanah yang digunakan,” jelas Kiswara.
Ia sendiri mengakui perlu ada pembahasan bersama untuk menyelesaikan masalah tersebut. Disdikpora Gunungkidul pun siap untuk melakukan pendataan.
Namun Kiswara mengatakan prosesnya tidak bisa dilakukan Disdikpora sendiri. Perlu dilakukan koordinasi dengan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) lainnya.
Seperti dengan Badan Keuangan Aset Daerah (BKAD) hingga Inspektorat Daerah,” jelasnya.
Ketua Komisi A DPRD Gunungkidul, Ery Agustin juga meminta Disdikpora segera melakukan pendataan terkait status kepemilikan tanah yang digunakan sekolah. Sebab masalah ini bisa menimbulkan dampak negatif.
Salah satunya gangguan pada aktivitas pembelajaran di sekolah.
Ia juga menyebut pendataan aset juga menjadi salah satu catatan yang diberikan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pada Pemkab Gunungkidul.
Perlu dilakukan pendataan ulang agar masalahnya bisa diselesaikan bertahap,” ucap Ery.
Salah satu sekolah yang mengalami masalah tersebut adalah SD Negeri Mulusan di Kalurahan Mulusan, Paliyan. Lahan sekolah tersebut berdiri di atas lahan yang dimiliki oleh warga bernama Budi Setiyawan.
Kepada wartawan, ia menuturkan bahwa lahan tersebut luasnya mencapai 2.060 meter persegi. Adapun sekolah didirikan sekitar tahun 1985.
Kebetulan tanah itu warisan dari orang tua, dan sekarang berdiri bangunan SDN Mulusan,” jelas Budi, Jumat (3/12/2021).
Ia menyatakan memiliki bukti kepemilikan berupa sertifikat tanah.
Pertemuan musyawarah membahas masalah tersebut pun sempat dilakukan pada Rabu (1/12/2021) lalu. Terkait polemik ini, Budi mengatakan tak ingin merepotkan masyarakat.
Ia pun menyatakan siap dan bersedia melepas kepemilikan tanah dengan sistem pembelian oleh pemerintah.
Saya juga ingin agar anak-anak di sini tetap bisa bersekolah,” katanya.
Budi mengungkapkan bahwa sebelumnya sempat ada penawaran kompensasi berupa tanah kas desa. Namun pada 2016, tanah tersebut diminta lagi oleh pemerintah setempat.
Sejak bangunan sekolah berdiri pun, ia mengaku tidak ada ganti rugi atas penggunaan tanah milik keluarganya tersebut. Begitu pula dengan pembayaran biaya sewa.
Sampai sekarang belum ada kompensasi apa pun,” ungkap Budi.
[Supri/tbbin]