Beritainternusa.com,Banten – Tanggal 30 November 2021 adalah penentuan besarnya kenaikan Upah Minimum Kota/Kabupaten (UMK). Gubernur seluruh Indonesia sudah harus menetapkan Surat Keputusan UMK 2022, namun setiap tahun kenaikannya selalu menimbulakan perdebatan karena pemerintah harus mengakomodir tuntutan pekerja/buruh dan pengusaha.
Tahun ini saja Apindo ngotot minta kenaikanya ditetapkan sesuai PP/36 Tahun 2021, sedangkan pekerja/buruh menginginkan kenaikan bukan menggunakan PP/36 disesuaikan dengan Inflasi pertumbuhan ekonomi nasional dan pertumbuhan ekonomi daerah. Mengingat PP 36 merupakan turunan dari UU Ciptakerja No 11 tahun 2020. Belajar dari pengalaman SK Upah Minimum Propinsi hampir seluruh Gubernur di seluruh Indonesia menetapkan kenaikanya berdasarkan regulasi PP/36.
Dewa Sukma Kelana, S.H., M.Kn, ketua Dewan Pimpinan Daerah Federasi Serikat Pekerja Logam Elektronik dan Mesin Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (DPD FSP LEM SPSI) Propinsi Banten mengatakan”.Dalam penetapan UMK Gubernur Banten seharusnya tidak lagi menggunakan PP/36, mengingat PP/36 sudah tidak berlaku lagi sejak putusan Judicial Reviuw (JR) UU Ciptakerja No 11/2020 (Omnibuslaw) oleh Mahkamah Konstitusi yang sebagian amar putusanya menyatakan UU Ciptaker Inkonstitusional dan melanggar Undang-Undang Dasar 1945 walaupun bersyarat”.
Namun menurut Dewa, secara logis jika UU Ciptaker Inkonstitusional meskipun bersyarat tentu turunanya menjadi inkonstitusional pula, termasuk PP/36, apalagi terdapat kata-kata pemerintah tidak boleh mengeluarkan aturan yang bersifat strategis sampai dengan UU Ciptakerja di revisi selama 2 tahun oleh pembuat UU dalam hal ini tentu saja DPR dan Pemerintah.
Berdasarkan itu wajar jika seluruh buruh dan pimpinan-pimpinan SP/SB di Banten meminta kepada Gubernur Banten untuk menetapkan kenaikan upah sebesar 10% atau setidak-tidaknya sesuai angka realistis yang disepakati oleh LKS Tripartit Propinsi Banten sebesar 5,4% dimana didalamnya terdapat unsur pekerja, pengusaha dan pemerintah, jelas Dewa kepada wartawan.
Dewa Sukma Kelana meyakini Gubernur Banten akan mendengar aspirasi buruh Banten sebagai rakyatnya dan jika kenaikan UMK di SK Kan sesuai dengan angka yang di rekomendasikan tersebut tentu kami buruh seluruh Banten akan memberikan apresiasi yang setinggi-tinginya dan sebesar-besarnya terhadap gubernur Banten karena telah mendengar menerima dan merealisasikan keinginan atau aspirasi rakyatnya. itu sebagai bhakti dan bukti Gubernur Banten mendukung terwujudnya hubungan industrial yang harmonis di Banten, tentu kamipun berkewajiban menjaga kondusifitas perekonomian dan invesatasi di Banten jika aspirasi kenaikan UMK sesuai rekomendasi itu terwujud.
Sebagai rakyat Banten kami menjamin akan senantiasa berada terdepan mengawal pembangunan bila perlu menjaga gubernur Banten dari gugatan, rongrongan atau ancaman pusat yang akan memberhentikan gubernur hanya karena gubernur menetapkan kenaikan upah sesuai keinginan rakyatnya, mengingat gubernur bukan dipilih oleh pusat melainkan dipilih langsung oleh rakyat banten dimana terdapat buruh Banten didalamnya.
Apalagi UU Ciptaker 11/2000, PP/36 dan aturan-aturan, edaran-edaran, surat-surat, Surat Mendagri, Surat Menaker dan segala turunanya yang bersifat startegis sudah tidak diperbolehkan. Tinggal keberanian gubernur ingin beramal untuk rakyatnya di Banten atau takut dengan pemerintah pusat, tegas Dewa yang juga menjabat sekretaris Dewan Pimpinan Daerah Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (DPD KSPSI) Propinsi Banten ini.
[Romelih/bin]