MK

Beritainternusa.com,Jakarta – Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) mengeluarkan Putusan bahwa Undang-Undang No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja cacat formil, inkonstitusional atau bertentangan dengan UUD 1945. Dengan begitu, UU Cipta Kerja tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

Majelis Hakim MK berpendapat dalam proses pembentukannya, UU Cipta Kerja minim partisipasi publik. Padahal, partisipasi publik dalam pembentukan perundang-undangan sangat fundamental dan sangat bermakna (meaningful).

Majelis Hakim MK juga menegaskan kepada Pemerintah dan DPR, tidak dibenarkan membentuk peraturan yang baru, termasuk tidak dibenarkan mengambil keputusan yang dilandasi dengan UU 11/2020. Namun Majelis Hakim MK memberikan waktu selama dua tahun kepada pemerintah untuk memperbaiki UU Cipta Kerja.

Menyikapi putusan ini, Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), Zenzi Suhadi menilai bahwa Pemerintah dan DPR RI telah bertindak melawan konstitusi karena ngotot membahas dan mengesahkan UU Cipta Kerja pada saat masyarakat Indonesia berjuang melawan pandemi Covid-19.

Lebih jauh, Walhi menilai, substansi UU Cipta Kerja, khususnya yang berkaitan dengan Ekonomi dan penguasaan serta pengelolaan sumber daya alam, bertentangan dengan pasal-pasal di dalam Pasal 33 UUD 1945. Termasuk juga telah menghilangkan prinsip keadilan ekologis, karena telah membatasi, meminggirkan, dan menghilangkan hak-hak prosedural dalam pengambilan keputusan atas lingkungan hidup juga menentukan masa depan.

Zenzi mendesak Pemerintah untuk segera melaksanakan mandat konstitusi terkait dengan pengelolaan sumber daya alam yang ditujukan untuk sebesar-besar kemakmuran dan kesejahteraan rakyat, bukan malah fokus untuk memperbaiki UU Cipta Kerja ini.

Kami meminta Pemerintah untuk secepatnya melaksanakan amanah UUD 1945 terutama yang terkait dengan pengelolaan SDA bagi sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat. Caranya, dengan membuat langkah-langkah kebijakan korektif, dalam bentuk audit lingkungan hidup, melakukan review perizinan, penegakan hukum, moratorium perizinan perkebunan sawit, moratorium perizinan tambang, moratorium perizinan reklamasi di kawasan pesisir, dan moratorium hak pengusaha hutan korporasi,” tegasnya melalui keterangan tertulis di Jakarta, Kamis (25/11/2021).

Zenzi menyebut Putusan Majelis Hakim MK terkait dengan UU Cipta Kerja ini membuktikan bahwa klaim Pemerintah dan DPR jauh dari kebenaran.

Klaim yang menyebut bahwa UU Cipta Kerja akan mendatangkan investasi untuk mendorong pertumbuhan ekonomi salah besar, sebab UU ini terbukti cacat secara formil. Sebaliknya, investasi yang didorong oleh UU Cipta Kerja terbukti makin memperburuk krisis lingkungan hidup dan melahirkan berbagai bentuk bencana ekologis, melanggengkan kemiskinan, merampas hak-hak kaum buruh, serta semakin memperkaya oligarki,” jelasnya.

Walhi juga mendesak pemerintah untuk menghentikan seluruh proyek yang merampas ruang hidup rakyat dalam berbagai bentuk proyek strategis sebagaimana amar putusan Hakim,

Menyatakan untuk menangguhkan segala tindakan/kebijakan yang bersifat strategis dan berdampak luas, serta tidak dibenarkan pula menerbitkan peraturan pelaksana baru yang berkaitan dengan UU Cipta Kerja,” pungkas Zenzi.

[Romelih/binmd]

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here