Wahyana Guru SMPN 4 Patuk Gunungkidul wasit final bulu tangkis olimpiade Tokyo

Beritainternusa.com,Gunungkidul – Wahyana, guru SMPN 4 Patuk Gunungkidul yang memimpin laga final bulu tangkis di Olimpiade Tokyo 2020, dikenal sebagai sosok yang dekat dengan siswa.

Hal itu diungkapkan oleh Kepala SMPN 4 Patuk Gunungkidul, Fatkhu Rokhman, saat diwawancarai seputar sosok Wahyana.

Nama Wahyana memang mendadak tenar selama beberapa hari terakhir.

Pasalnya, wasit yang dipercaya memimpin babak final cabang olahraga bulu tangkis Olimpiade Tokyo 2020 tersebut ternyata seorang guru asal DIY.

Fatkhu Rokhman menuturkan, sehari-harinya, Wahyana dikenal sebagai sosok yang dekat dengan para siswa serta rekan sesama  guru.

Menurut Fatkhu, ia sampai sekarang masih aktif saling berkomunikasi dengan dirinya, para guru, hingga para siswa.

Anak-anak juga senang kalau diajar oleh beliau,” ungkapnya, saat ditemui pada Rabu (4/8/2021).

Di SMPN 4 Patuk, Wahyana mengajar mata pelajaran Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan (PJOK).

Fatkhu menuturkan Wahyana mengajar di SMPN 4 Patuk sejak tahun 1995 dan bertahan sampai sekarang.

Sejak awal beliau sudah mengajar PJOK (Pendidikan Jasmani, Olahraga, dan Kesehatan),” ujar dia.

Selain sebagai guru PJOK, Wahyana juga mengemban tugas sebagai Wakil Kepala SMPN 4 Patuk.

Posisi itu sudah dijabatnya selama kurang lebih dua tahun terakhir.

Fatkhu Rokhman yang juga merupakan rekan seperjuangan Wahyana di sekolah tersebut mengatakan bahwa dirinya juga telah mengetahui sejak awal, saat Wahyana dipercaya untuk memimpin pertandingan di Olimpiade Tokyo 2020.

Keikutsertaan Wahyana ke Olimpiade Tokyo 2020 rupanya bukan hal baru bagi Fatkhu dan rekan sesama guru.

Sebab Wahyana memang kerap terlibat di berbagai ajang olahraga tingkat nasional.

Dia sudah punya lisensi sebagai wasit sejak dulu, setelah mendapat tawaran,” jelas Fatkhu.

Menurutnya, lisensi yang dimiliki Wahyana tergolong spesial.

Sebab tidak banyak yang memiliki lisensi serupa, apalagi ia juga sudah diakui secara internasional dengan dilibatkan ke berbagai ajang olahraga.

Saat berangkat ke Tokyo pun, seluruh orang di sekolah sudah mengetahuinya.

Apalagi saat itu, Wahyana sudah mendapat surat tugas dari Bupati Gunungkidul yang mengizinkannya untuk berangkat.

Tapi pada saat bersamaan, beliau juga berbagi waktu agar tetap bisa mengajar,” kata Fatkhu.

Meski saat ini masih berada di Tokyo, Jepang, ia tetap aktif memberikan materi pelajaran PJOK pada murid-muridnya secara daring.

Semua itu ia lakukan di tengah kepadatannya sebagai wasit.

Viralnya Wahyana memang membuat SMPN 4 Patuk Gunungkidul tertular tenar.

Guru Teknologi Informasi (TI) SMPN 4 Patuk, Supratman, mengaku banyak yang bertanya soal Wahyana pada dirinya.

Pada nanyain, ini teman saya bukan yang jadi wasit Olimpiade,” ujarnya sambil tertawa.

Supratman termasuk salah satu rekan dekat Wahyana.

Sebab keduanya pernah bersama-sama mengajar PJOK, sebelum akhirnya Supratman beralih sebagai guru TI.

Fatkhu dan Supratman pun menyatakan kebanggaannya pada rekan gurunya tersebut.

Berkat Wahyana, nama SMPN 4 Patuk semakin dikenal publik, dan menjadi teladan bagi pelajarnya.

Beliau jadi bukti bahwa dengan semangat dan kerja keras, bisa mencapai posisinya saat ini,” kata Fatkhu.

Petikan Wawancara dengan Wahyana

Indonesia khususnya DIY kembali berbangga dengan hadirnya Wahyana yang menjadi umpire atau wasit utama di cabang olahraga (cabor) badminton Olimpiade Tokyo 2020.

Apalagi pria kelahiran 10 September 1967 ini memimpin laga final tunggal putri yang mempertemukan pemain unggulan asal Tiongkok Chen Yu Fei dan Tai Tzu Ying dari Taiwan.

Sejak awal sosok bapak tiga orang anak ini bukan seorang atlet badminton, namun sempat memiliki kesempatan menjadi atlet voli, bahkan hampir menjadi wasit voli karena telah mengantongi lisensi tingkat provinsi.

Lantas bagaimana perjalanan Yana, panggilan akrabnya, bisa menjadi pengadil lapangan utama di laga penting kejuaraan dunia tersebut?

Berikut petikan wawancaranya Wahyana yang dihimpun awak media.

Bagaimana pengalaman memimpin laga bulutangkis di final Olimpiade Tokyo 2020?

Karena ini final perebutan medali emas, pada awal sebelum masuk lapangan ada rasa waswas juga tapi karena sudah biasa dengan pengalaman saya yang sudah puluhan tahun, ya itu bisa saya batasi, dan enjoy saja.

Karena yang jadi beban pada kejuaraan kali ini atmosfernya seluruh dunia menyaksikan, bebannya agak berat memang. Dan saya dipercaya untuk memimpin laga final, padahal ada 11 dari wasit lain dari Asia.

Sebelumnya sudah berapa kejuaraan internasional yang dipimpin?

Caps internasional saya sudah sampai 78 kejuaraan hingga saat ini, dan masih akan bertambah hingga satu tahun ke depan. Ya, mungkin sampai saya pensiun, saya masih mau jadi wasit.

Ada Momen apa yang paling dikenang ketika memimpin laga internasional?

Olimpiade ini bagi saya luar biasa, ada lagi Thomas dan Uber Cup. Apalagi dulu sempat jadi wasit lawan antara pemain legenda, Lee Chong Wei dan Lin Dan.

Saya lihat itu mereka seimbang, semua pukulan yang tersaji komplet, performanya bagus. Saya sebut ini pertarungan tingkat tinggi.

Yang paling saya kenang itu saat-saat saya menikmati setiap laganya.

Karena saya tidak mau mengecewakan teman-teman saya khususnya Indonesia. Karena bagaimanapun saya jadi wasit di luar negeri ini membawa nama Indonesia, ada beban moral juga.

Apa yang paling sulit atau jadi rintangan ketika menjadi wasit?

Kalau kesulitan hampir tidak ada, karena aturan juga kita sudah hafal betul, dan kita terus update dengan law of the game-nya.

Hingga kalau ada protes, kita tunjukkan dari aturan pasal sekian dan sekian, jadi bisa menjawab.

Adapun sulitnya dari kendala bahasa, semisal kalau pemain tidak bisa bahasa Inggris, akhirnya kita harus jelaskan dengan gestur ke pemain.

Itu yang jadi kendala. Apalagi ada pemain yang kadang tidak hafal peraturan juga, ya, adanya protes ngawur nantinya.

Namun selama ini saya belum pernah mendapati diprotes oleh pemain. Saya juga tidak tahu, saya ini betul tegas atau dipandang berwibawa. Tapi belum pernah ada protes dari pemain.

Apakah ada latar belakang atlet badminton?

Tidak ada, saya tidak pernah jadi atlet badminton, tapi kalau bermain saya sering, biasanya dengan guru-guru, paguyuban wasit.

Kalau atlet justru bola voli, karena dulu saya mulai dari SGO, mulai kelas 1 sudah bermain voli, di universitas saya ikut klub Yuso juga, bahkan saya punya lisensi wasit voli tingkat provinsi waktu itu.

Aktivitas selain menjadi wasit?

Saya guru di SMP 4 Patuk Gunungkidul, jadi guru olahraga. Dari rumah saya di Godean saya ngelaju terus selama 1 jam perjalanan.

Awal mula dipilih jadi wasit di olimpiade?

Karena wasit yang pimpin di sini harus sudah punya sertifikat BWF Certificated, lisensi wasit tertinggi badminton dunia. Jadi sertifikat saya mendukung, dan terpilih dari banyaknya wasit di dunia ini.

Dan pengalaman wasit sudah puluhan tahun, jadi memang syaratnya cukup berat juga.

Saya sudah ambil lisensi wasit mulai tahun 2000 di tingkat kabupaten, 2002 sudah tingkat provinsi, 2005 tingkat nasional, 2006 beranjak ke tingkat Asia, kemudian 2012 ambil sertifikat BWF.

Tapi 2006 saya sudah pimpin laga internasional. Saya pertama pimpin di Indonesia Open. Ujian saya di kuala lumpur untuk lisensi Asia.

Sudah berapa kali memimpin laga olimpiade?

Iya, ini pertama kali saya jadi wasit di olimpiade, kalau di (Olimpiade) Rio 2016 dulu karena masih ada senior saya di Indonesia, akhirnya beliau dulu yang berangkat.

Nah, sekarang karena saya paling senior, saya yang diberi kesempatan itu. Saat ini saya sudah 54 tahun, satu tahun lagi 55 tahun. Ini jadi pertama dan terakhir pimpin olimpiade.

[Admin/tb]

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here