Beritainternusa.com,Jakarta – Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) menyoroti aksi rektorat Universitas Indonesia memanggil pengurus BEM UI gara-gara postingan ‘Jokowi King of Lip Service’. KonstraS mengecam keras keputusan UI memanggil pengurus BEM.
Kami mengecam keras segala bentuk tindakan pembungkaman berekspresi dan berpendapat, khususnya di ruang-ruang akademis, seperti di kampus,” ujar Koordinator KontraS Fatia Maulidiyanti dalam keterangannya, Senin (28/6/2021).
Fatia menilai pemanggilan tersebut sebagai indikasi bahwa kampus sudah tidak aman lagi bagi mahasiswa untuk berpendapat. Fatia menyebut UI telah melanggar prinsip-prinsip yang telah dijelaskan dalam Pasal 4 dan 24 UU Sistem Pendidikan Nasional
Universitas seharusnya dapat melindungi kebebasan akademis, bukan justru mengatur ekspresi mahasiswanya,” kata Fatia.
Dalam Pasal 4 ayat (1) disebutkan bahwa pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa. Sementara itu, Pasal 24 UU tentang Sistem Pendidikan Nasional menyebutkan bahwa pendidikan tinggi juga wajib menjunjung kebebasan mimbar akademik serta otonomi keilmuan.
Rektorat UI, sebut Fatia, telah menyalahi aturan 9 nilai UI yang salah satunya mencantumkan kebebasan akademik. Nilai tersebut mewajibkan seluruh sivitas akademika UI menjunjung kebebasan menyampaikan pikiran dan pendapat di dalam lingkungan UI maupun dalam forum akademik lainnya.
Akan tetapi, pemanggilan terhadap 10 mahasiswa UI yang berpendapat lewat akun social media BEM begitu jauh dari implementasi nilai-nilai ini. Kami menilai bahwa tindakan yang dilakukan oleh BEM UI lewat postingannya juga merupakan bentuk kemerdekaan penyampaian pendapat yang sah,” tutur Fatia.
Fatia juga mengkritik keras peretasan sejumlah akun pengurus BEM UI. Menurutnya, aksi peretasan tersebut merupakan sebuah teror yang bisa dikategorikan pelanggaran serius terhadap kebebasan berekspresi.
Kami melihat peretasan merupakan salah satu bentuk teror digital yang bertujuan untuk memberikan rasa takut,” jelasnya.
Padahal praktik teror digital ini merupakan pelanggaran serius terhadap kebebasan berpendapat, sebab menimbulkan efek ketakutan. Kami mendesak pihak Kepolisian agar mengusut tuntas praktik peretasan ini demi mencegah terjadinya praktik-praktik serupa di masa mendatang,” lanjutnya.
Seperti diketahui, akun aplikasi perpesanan dan media sosial (medsos) sejumlah pengurus BEM UI diretas. Peretasan terjadi setelah ramai kritik BEM UI terhadap Presiden Jokowi soal ‘the king of lip service’.
Pada tanggal 27 dan 28 Juni 2021, telah terjadi peretasan akun media sosial kepada beberapa pengurus BEM UI 2021,” kata Ketua BEM UI Leon Alvinda Putra dalam keterangan tertulis, Senin (28/6/2021).
Akun yang dikabarkan mereka kena ‘hack’ adalah akun WhatsApp (WA), Telegram, dan Instagram. Ada tiga pengurus yang mereka kabarkan mengalami hal tersebut.
Pukul 00.56 WIB, akun WA Kepala Biro Hubungan Masyarakat BEM UI 2021, Tiara Shafina, tidak dapat diakses. Di WA dia, tertulis bahwa akunnya telah keluar dari telepon seluler.
Hingga saat ini, akun WhatsApp Tiara belum dapat diakses kembali,” kata Leon.
Pukul 07.11 WIB, akun WA Wakil Ketua BEM UI Yogie Sani tidak bisa diakses dan muncul notifikasi akun tersebut sudah digunakan di HP lain.
Pukul 07.20 WIB, akun tersebut sudah bisa digunakan lagi,” kata Leon.
BEM UI sebelumnya dipanggil rektorat buntut postingan ‘Jokowi The King of Lip Service’. UI menyatakan pemanggilan itu merupakan bentuk pembinaan.
Atas pemuatan meme tersebut di media sosial, Universitas Indonesia mengambil sikap tegas dengan segera melakukan pemanggilan terhadap BEM UI pada sore hari Minggu, 27 Juni 2021. Pemanggilan terhadap BEM UI ini karena menilai urgensi dari masalah yang sudah ramai sejak postingan yang mereka buat di akun sosial media BEM UI. Pemanggilan ini adalah bagian dari proses pembinaan kemahasiswaan yang ada di UI,” kata Kepala Humas dan KIP UI, Amelita Lusia, dalam keterangan tertulis kepada wartawan, Minggu (27/6/2021).
Amelita menyatakan UI pada prinsipnya menghormati kebebasan berpendapat. Namun dia mengingatkan mengenai aturan hukum.
Perlu kami sampaikan bahwa kebebasan menyampaikan pendapat dan aspirasi memang dilindungi undang-undang. Meskipun demikian, dalam menyampaikan pendapat, seyogianya harus menaati dan sesuai koridor hukum yang berlaku,” ujar Amelita.
[Admin/dt]