Beritainternusa.com,DIY – Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta memilih pengetatan kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) mikro daripada karantina wilayah atau lockdown menghadapi lonjakan kasus Covid-19 di DIY.
Keputusan itu ditempuh setelah rapat koordinasi antara Gubernur Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono X dengan perwakilan RS rujukan Covid-19, akademisi, serta bupati dan walikota. Pertemuan digelar di Kompleks Kepatihan, DI Yogyakarta, Senin (21/6/2021).
Epidemiolog UGM, Riris Andono Ahmad menyatakan, guna mengendalikan penularan Covid-19, Pemda DIY harus mampu melakukan pembatasan mobilitas terhadap 70 persen populasi penduduknya.
Langkah itu dianggap efektif untuk menangani pandemi Covid-19 di suatu wilayah. Contoh konkritnya bisa berkaca pada Selandia Baru dan Vietnam yang dinilai berhasil mengatasi korona di negaranya masing-masing.
Kedua negara tersebut mampu mengendalikan minimal 70 persen warganya untuk berdiam diri di dalam rumah dalam jangka waktu tertentu.
Dari kami sudah cukup jelas, karena peningkatan penularan itu kaitannya dengan mobilitas yang tinggi. Satu cara mengendalikan penularan ya menghentikan mobilitas,” terang Riris, Senin (21/6/2021).
Jika mobilitas dapat dikendalikan, otomatis jumlah penambahan kasus dapat ditekan. Karena virus akan kesulitan mencari inangnya. Pandemi pun dapat segera tertangani.
Upaya pengendalian mobilitas tersebut sebenarnya serupa dengan konsep kekebalan kelompok atau herd immunity dalam vaksinasi.
Kekebalan kelompok merupakan suatu bentuk perlindungan tidak langsung dari penyakit menular yang terjadi ketika sebagian besar populasi menjadi kebal terhadap infeksi.
Karena banyak penduduk yang tervaksin, virus menjadi sulit untuk menular. Lebih jauh, Riris mengungkapkan, agar kebijakan pembatasan berjalan efektif tentu membutuhkan dukungan baik dari pemerintah maupun masyarakat.
Riris lantas membandingkan masa awal pandemi Covid-19 dengan saat ini. Dulu sebagian besar masyarakat rela untuk tinggal menetap di rumah. Namun saat ini, meski PPKM mikro diberlakukan, mobilitas masyarakat masih tergolong tinggi.
Kegiatan masyarakat pun marak digelar tanpa adanya pembatasan peserta.
Kalau 70 persen masyarakat mau di rumah saja selama paling tidak 20 hari, kasus akan menurun,” terangnya.
Apapun istilahnya, yang penting menurunkan mobilitas. Bagaimana masyarakat agar tidak melakukan mobilitas,” tambahnya.
Agar pembatasan mobilitas berjalan efektif, ada sejumlah hal yang perlu diperhatikan. Pertama masyarakat perlu menghindari kegiatan yang melibatkan kerumunan.
Hindari kerumunan, bahkan di beberapa wilayah itu ada yang mengatur maksimal kerumunan itu tiga orang,” tandasnya.
Kemudian, memberlakukan pembagian work from home dan work from office terhadap masyarakat yang bekerja.
Sekitar tiga Minggu pembatasannya, itu minimal. Itu akan menurunkan angka penularan yang cukup besar,” terangnya
Dalam rapat tersebut Sri Sultan meminta kepada seluruh kepala daerah untuk segera memperkuat dan membentuk satuan tugas (satgas) Covid-19 di tiap RT/RW.
Pasalnya satgas memiliki peran vital dalam mengawasi penerapan protokol kesehatan maupun kerumunan masa di level paling bawah.
Satgas diharapkan dapat membantu upaya mengawasi kegiatan-kegiatan yang biasa digelar masyarakat. Termasuk penegakan aturan dalam kebijakan PPKM mikro.
Perlu membatasi diantara mereka yang ada di setiap kelurahan agar satgas yang belum terbentuk mohon bisa diselesaikan yang ada di kelurahan,” ujar Sri Sultan saat ditemui di Kompleks Kepatihan, Senin (21/6/2021).
Lebih jauh, Sri Sultan menuturkan, wacana lockdown yang dulu sempat dilontarkan merupakan solusi terkahir jika pandemi tak kunjung dapat dikendalikan.
Kebijakan tersebut, diakui Sri Sultan, sulit untuk dilakukan. Pasalnya bakal membawa konsekuensi besar.
Pasca karantina wilayah diberlakukan, otomatis perekonomian masyarakat akan terganggu.
Sehingga Pemda DIY harus menanggung segala kebutuhan warganya.
Sri Sultan mengaku tak sanggup jika harus menghidupi seluruh warga DI Yogyakarta.
(Jika lockdown) orang jualan nggak ada. Yang buka hanya apotek dan supermarket, yang lain tutup. Pemerintah harus ganti duit untuk masyarakat, untuk beli makan. Ya kalau kita tidak kuat,” terang Sri Sultan.
Ya enggak, tidak ada kalimat lockdown. Saya tidak kuat meragati semua rakyat se Yogya. Itu pilihan terakhir,” tambah Raja Keraton Yogyakarta ini.
Terkait dengan aktivitas pariwisata, segala keputusan untuk menutup tempat wisata bakal diserahkan kepada masing-masing kepala daerah.
Pasalnya, bupati dan wali kota dianggap paling tahu tentang kondisi nyata di lapangan.
Kepala daerah misalnya dapat meniru langkah Bupati Bantul untuk menutup sejumlah destinasi wisata pada akhir pekan karena tingkat kunjungan selalu membludak.
Terserah bupati walikota, saya tidak ada kebijakan seperti itu (penutupan tempat wisata). Kabupaten kota bisa melihat kondisi riilnya. Pengalaman seperti (penutupan) Parangtritis kan sudah jelas,” tandasnya.
[Admin/tb]