Beritainternusa.com,Jakarta – Kejaksaan Negeri Jakarta Barat masih mendalami penyidikan terkait kasus dugaan penyalahgunaan dana BOS dan BOP TA 2018 di SMKN 53 Jakarta Barat senilai Rp 7,8 M. Kejari Jakbar menduga hasil dari korupsi itu digunakan oleh tersangka mantan staf Sudin Pendidikan Wilayah 1 Jakarta Barat, MF untuk membeli villa di puncak.
Itu masih di dalami sama teman-teman penyidik, dugaannya baru di situ (uang hasil korupsi dibelikan villa), nanti di pembuktian,” kata Kasi Pidsus Kejari Jakbar Reopan Saragih, saat dihubungi, Kamis (27/5/2021).
Reopan mengatakan penyidik masih menelusuri aliran dana terkait kasus dugaan korupsi dana BOS di SMKN 53 Jakbar itu. Ia menyebut uang hasil korupsi itu digunakan untuk kepentingan pribadi tersangka.
Hasil dari penyimpangan ini yang pasti untuk kepentingan pribadi, yang seharusnya kegiatan mendukung sarana pra sarana anak didik kita, tapi disalahgunakan untuk kepentingan pribadi, misalnya yang harusnya kegiatan di sekolah itu tadinya harusnya bagus, tapi karena ada penyimpangan jadi nggak maksimal,” ungkapnya.
Sementara itu, penyidik juga menemukan sejumlah bukti dari hasil penggeledahan di kantor Sudin Pendidikan I Jakarta Barat dan gedung sekolah SMKN 53, Jakarta Barat, terkait dugaan korupsi dana BOS dan BOP. Salah satunya penyidik menemukan laptop yang digunakan operator untuk membuat SPJ fiktif.
Setelah kita geledah kami menemukan dokumen-dokumen pada tahun 2018. Sedangkan di SMK 53 ada dokumen-dokumen juga yang berhubungan langsung dengan kegiatan 2018 dan membawa laptop yang digunakan operator yang membuat SPJ fiktif,” kata Reopan.
Saat ini Kejari Jakbar akan menginventarisir barang bukti yang disita itu apakah berhubungan dengan perbuatan para tersangka. Kemudian, usai penggeledahan dilakukan di kantor SMKN 53 Jakbar, Reopan menyebut sejumlah guru yang diduga menerima uang hasil korupsi dari tersangka mantan Kepala Sekolah berinisial W akan mengembalikan uangnya kepada negara.
Setelah kita melakukan penggeledahan kemarin guru-guru, bendahara, pegawai KKI di SMK 53 mereka merasa menerima sesuatu yang bukan haknya ketika tersangka W memimpin di sana dan itu uang dari dana BOS tahun 2018. Mereka itikad baik untuk mengembalikan, jumlahnya variatif,” ujarnya.
Adapun guru, bendahara dan pegawai itu diduga menerima honor dari tersangka mantan Kepsek SMKN 53 Jakbar yang berasal dari dana BOS. Reopan menyebut dalam waktu dekat para guru tersebut akan mengembalikan uang yang diterima dari tersangka W.
Guru-guru, bendahara, pegawai KKI yang menerima honor yang tidak sesuai peruntukannya. Jadi guru-guru ini kan sudah ada TKD, KKI sudah ada TKD. Jadi dana BOS itu tidak boleh digunakan untuk pembayaran honor,” ungkapnya.
Diberitakan sebelumnya, Kejaksaan Negeri Jakarta Barat (Kejari Jakbar) menetapkan dua orang jadi tersangka dalam kasus dugaan penyalahgunaan dana BOS dan BOP tahun anggaran 2018 di SMKN 53 Jakarta Barat senilai Rp 7,8 M. Adapun dua orang yang ditetapkan sebagai tersangka berinisial W dan MF.
Hari ini kami menetapkan oknum dari SMKN 53 Jakarta Barat Saudara W selaku mantan Kepala SMKN 53 Jakarta Barat tahun 2018 dan oknum Sudin Pendidikan JB 1 Saudara MF, mantan staf Sudin Pendidikan Wilayah 1 Jakarta Barat, karena telah melakukan perbuatan melawan hukum yang mengakibatkan kerugian negara,” kata Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Barat Dwi Agus Arfianto dalam keterangannya, Kamis (22/4).
Sebelum dilakukan penetapan tersangka, tim penyidik seksi tindak pidana khusus melakukan ekspose terkait kasus penyalahgunaan dana BOS dan BOP tahun anggaran 2018 di SMKN 53 Jakarta Barat dengan menggunakan aplikasi SIAP BOS BOP.
Tersangka W ditetapkan sebagai tersangka karena mengambil kebijakan di luar tupoksi sebagai kepala sekolah sebagaimana Permendikbud No 6 Tahun 2018. Sedangkan MF selaku staf Sudin Pendidikan Wilayah 1, yang mempunyai tupoksi memberikan bimbingan teknis kepada sekolah terkait penggunaan aplikasi SIAP BOS dan BOP untuk mengelola dana BOS dan BOP TA 2018, namun tugas tersebut disalahgunakan dengan bermufakat bersama kepala sekolah dalam penggunaan dana secara fiktif.
Kedua tersangka W dan MF dijerat Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang RI No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah Undang-Undang RI No 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang RI No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
[Admin/dt]