Terminal bus Cicaheum

Beritainternusa.com,Jabar – Para pekerja dunia transportasi kian terjepit, seiring dengan diterbitkannya aturan larangan beroperasi bagi moda transportasi selama masa mudik lebaran 2021. Aturan yang diterbitkan Kementerian Perhubungan itu berlaku pada 6 Mei-17 Mei 2021.

Anto (45) tampak gamang, ketika duduk di bagasi samping busnya. Sebab, kursi bus jurusan Bandung-Surabaya yang ia kemudikan belum terisi seorang penumpang pun.

Minim banget mas, selama pandemi ini minim sekali penumpang,” ujar Anto saat ditemui di Terminal Cicaheum, Kota Bandung, Jumat (9/4/2021)

Selama sembilan tahun ia bergelut di dunia transportasi, tahun-tahun ini merupakan ujian yang paling berat yang pernah dihadapi. Di pikirannya, terbayang biaya sekolah anak-anaknya yang mesti tetap dibayar penuh walau dilakukan secara daring, tapi penghasilannya berkurang.

Dampaknya hampir 100 persen mas, pada hari-hari biasa bisa dapat penghasilan Rp 200 ribu tetapi sekarang hanya Rp 75 ribu. Kalau gaji sopir kan tergantung premi dari penumpangnya, saya dapat Rp 21 ribu persatu penumpang untuk perjalanan dua hari dua malam,” katanya.

Penghasilan tersebut tak rutin ia dapatkan. Dia harus bergiliran dengan rekan sesama sopir di perusahaan PO-nya untuk mengemudikan bus tersebut.

Karena armada kita sedikit, tidak ada yang dirumahkan, tapi nariknya bergiliran,” katanya.

Ia berharap pemerintah bisa meninjau ulang larangan mudik tersebut. Ia mengusulkan agar para penumpang di terminal juga bisa diperiksa dengan menggunakan alat deteksi COVID-19 yang diklaim pemerintah berlimpah.

Harapan kita semua sih tidak ditutup ya, kiranya ada protokol kesehatan. Waktu PSBB dan New Normal diperbolehkan jalan, misalnya tempat duduk 40, hanya boleh diisi 20. Kalau ditutup semua, para pekerja seperti  kita semua bakal repot banget,” katanya.

Solusi lainnya, ada bantuan dari pemerintah untuk pekerja sektor transportasi yang terdampak. Pasalnya, sampai saat ini ia belum pernah mendapatkan bantuan apapun dari pemerintah.

Kalau ada bantuan dari pemerintah sih ya enggak apa-apa, sekarang perusahaan juga sedang sulit,” ujarnya.

Sementara itu, Kurdi (50) sopir bus Bhineka jurusan Bandung-Cirebon hanya bisa pasrah menerima keputusan dari pemerintah. Menurutnya, bekerja dengan penghasilan minim masih lebih baik daripada tak bekerja sama sekali.

Pendapatan sudah pasti berkurang. Mulai tanggal 6 sampai 17 Mei tidak bisa jalan sama sekali. Kita ikuti pemerintah sajalah apa adanya, habis bagaimana aturan pemerintah begitu, ya kita ikuti,” ujarnya.

Kurdi mengatakan rata-rata penumpang bus AKDP yang ia kemudikan berkisar tujuh orang dan paling banyak 10 orang dari kapasitas 40 penumpang.

Seringnya tidak memenuhi target setoran, memang berkurang banyak saat Corona. Sehari kalau PP itu setorannya Rp 650 ribu, dan kalau Jumat – Sabtu naik jadi Rp 800 ribu,” ujarnya.

Untuk menutupi biaya sehari-hari, istrinya di rumah berjualan. “Bantuan tidak ada, tapi alhamdulillah di rumah istri bisa jualan, daripada kita jenuh di rumah,” ujar pria yang telah bekerja sebagai sopir bus selama 28 tahun itu.

DPD Organisasi Angkatan Darat (Organda) Jawa Barat mengaku sangat kecewa dengan kebijakan pemerintah yang melarang total operasi moda transportasi pada 6-17 Mei 2021. Organda menilai kebijakan yang diterbitkan Kementerian Perhubungan itu tidak adil.

Tercatat ada 44.900 angkutan umum yang terdampak akibat kebijakan tersebut, rinciannya 11.400 Angkutan Kota Antar-Provinsi (AKAP), 9.500 Angkutan Kota Dalam Provinsi (AKDP) dan angkutan kota sebanyak 24.000 se Jawa Barat. Dari angka tersebut, Organda Jabar menyebut hanya 20 persen yang beroperasi di masa pandemi COVID-19 ini.

DPD Organda Jabar sangat kecewa terhadap keputusan yang disampaikan pemerintah tersebut, karena sebetulnya saat ini kerumunan-kerumunan orang sudah banyak terjadi, seperti halnya di pabrik-pabrik sudah mulai buka, pasar kalau mau jujur orang sudah berdesak-desakan, beberapa tempat hiburan juga sudah dibuka yang sebetulnya tidak bisa kita awasi dengan maksimal,” ujar Wakil Sekretaris DPD Organda Jabar Ifan Nur Mufidin saat dihubungi wartawan, Jumat (9/4/2021).

Menurutnya, untuk mencegah penyebaran COVID-19, sebaiknya pemerintah membuat edaran protokol kesehatan dan tahapan pemeriksaan bagi penumpang secara ketat, alih-alih melarang beroperasi angkutan umum secara total.

Bila itu dilakukan, artinya penumpang yang naik kendaraan umum telah melewati pemeriksaan kesehatan secara maksimal,” katanya.

Dilarangnya moda transportasi ini, ujar Ifan, juga memberikan efek domino bagi perputaran roda ekonomi di perkampungan. “Sekarang stuck di setiap perdesaan, tidak ada perputaran ekonomi yang membangkitkan pengusaha UMKM di daerah,” ujarnya.

Ifan mengatakan, sebelumnya eksistensi angkatan umum ini telah terhimpit dengan hadirnya transportasi berbasis online. Belum lagi dengan menjamurnya, angkutan penumpang ilegal.

Ditambah dengan COVID-19 ini, ada pembatasan dan pergerakan manusia. Memberatkan angkutan umum untuk bisa survive, banyak pengusaha angkutan umum yang gulung tikar, mereka yang masih bertahan, terus melanjutkan beroperasi karena alasan kemanusiaan terhadap para karyawannya saja,” katanya.

Jadi intinya DPD Organda Jabar meminta pemerintah meninjau ulang pelarangan mudik tersebut, bahkan mencabut pelarangan tersebut dengan memberikan protokol dan tahapan pemeriksaan kesehatan secara maksimal, sekarang kondisi ekonomi tidak berputar,” ujarnya.

[Admin/dt]

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here