Beritainternusa.com,Jabar – Suara dentuman disusul gemuruh menggema di seantero Kampung Ciherang, Desa Cijangkar, Kecamatan Nyalindung, Kabupaten Sukabumi. Sejumlah warga penyintas bencana pergerakan tanah berlarian. Mereka khawatir ada longsoran besar di sekitar lokasi.
Bencana di Kampung Ciherang pernah terjadi sejak 13 Desember 2019. Catatan yang diperoleh awak media terdapat 3 rumah rusak berat, 13 rumah rusak sedang, terdampak 16 rumah, terancam 101 rumah dan mengungsi 35 rumah. Sementara rumah yang dibongkar 6 rumah.
Warga heran, saat kejadian pada Sabtu (30/1) situasi kampung selepas isya tak hujan seperti biasanya. Namun gemuruh yang berlangsung selama beberapa detik itu ditakutkan menandakan sesuatu. Selain mencari asal suara, warga juga menyelamatkan diri ke pos penanganan bencana di SDN Ciherang.
Saya tiap hari di sini memantau pengungsi. Tapi laporan dari warga tidak hanya di Ciherang, warga yakin suara berasal dari lokasi mereka,” kata Asep Has melalui sambungan telepon, Minggu (31/1/2021).
Bahkan, ujar Asep, warga mendengar suara gemuruh yang kemudian diakhiri oleh suara dentuman. Warga sempat mengira suara itu merupakan ledakan dari salah satu perusahaan yang melakukan penambangan. Sebagian lainnya mengira adanya longsoran besar di lokasi bencana.
Warga pun khawatir tanah kembali bergerak. “Selepas isya warga berlarian ditakutkan ada longsoran besar,” ucap pria yang juga merupakan relawan PMI tersebut.
Hingga saat ini Asep menjelaskan kondisi warga pengungsi di Kampung Ciherang memang dihantui ketakutan. Terlebih posisi mereka saat ini belum mendapat status tanggap bencana, karena itu mereka mengungsi secara mandiri bergeser dari lokasi bencana.
Wajar saja warga takut, curah hujan masih tinggi khawatir setiap saat susulan pergerakan tanah terjadi. Makanya ketika terdengar gemuruh dan dentuman mereka berlarian takut. Setiap hari, 5 sampai 10 sentimeter tanah bergeser, saya sengaja memasang tanda khusus untuk memastikan hal itu karena sampai saat ini belum ada kajian Geologi terkait hal ini,” ujar Asep.
Pada Minggu (31/1) sekitar pukul 06.30 WIB keesokan harinya, warga melihat pergerakan dan retakan tanah semakin membesar. “Kejadian sekitar pukul 19.30 WIB, suara ngaguruh (gemuruh), reaksinya panik dan ada yang mencari asal lokasi suara. Semua keluar karena ketakutan dan panik,” kata Abeng warga setempat, Minggu (31/1).
Menurut Abeng, warga sempat melihat ke lokasi tebing dan titik pergerakan tanah. “Ada yang mengecek ke lokasi pergerakan tanah. Pergeseran tanah nambah lagi, ada retakan juga di tebing,” ucapnya.
Sementara itu Cucu, Ketua RT 02/02, Kampung Ciherang, Desa Cijangkar, mengatakan ada dentuman disusul gemuruh beberapa detik. Ia menyebut peristiwa itu terjadi sekitar pukul 19.00 WIB.
Saya langsung keluar rumah mencari sumber suara, tahu-tahunya masyarakat sudah banyak keluar rumah panik. Saya langsung cari sumber suaranya, tapi tidak ditemukan,” ucapnya.
Paginya, kondisi aliran air berkurang dan retakan tanah semakin bertambah (posisi berubah). Kita bersama petugas BPBD terus lakukan koordinasi memantau pergerakan tanah. Terus lakukan pembongkaran rumah warga yang dikhawatirkan ambruk,” tutur Cucu menambahkan.
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mencatat anomali gelombang seismik saat warga melaporkan kejadian itu. “Hasil monitoring BMKG terhadap beberapa sensor seismik di wilayah Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, menunjukkan adanya anomali gelombang seismik saat warga melaporkan suara gemuruh yang disertai bunyi dentuman,” kata Kabid Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami BMKG Daryono dalam keterangan tertulis, Minggu (31/1).
Surasi rekaman seismik hanya berlangsung selama tujuh detik. Durasi seismik ini berlangsung sekitar pukul 19.00 WIB.
Dia menjelaskan anomali seismik ini tampak sebagai gelombang frekuensi rendah (low frequency). Menurutnya, sepintas bentuk gelombangnya (waveform) seismiknya tampak mirip rekaman longsoran atau gerakan tanah.
Menurut laporan warga, getaran itu muncul setelah hujan deras mengguyur, jadi dugaan kuat yang terjadi adalah adanya proses gerakan tanah yang cukup kuat hingga terekam di sensor gempa milik BMKG,” tutur Daryono.
[Admin/dt]