Beritainternusa.com,Yogya – Pemecatan adik Sri Sultan Hamengku Buwono (HB) X, GBPH Prabukusumo dan GBPH Yudhaningrat dari jabatannya di Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat menjadi sorotan pembaca selama sepekan ini. Ketidakharmonisan internal Keraton Yogya ini sudah terasa sejak enam tahun lalu, saat Sri Sultan HB X mengeluarkan Dhawuh dan Sabda Raja.
Surat pemecatan kedua adik Sultan itu disampaikan lewat Dhawuh Dalem tertanggal 2 Desember 2020. Dalam Dhawuh Dalem itu ditandatangani Sultan Hamengku Bawono Ka 10.
Terkait pemecatan ini, Prabukusumo mengaku tidak pernah melakukan kesalahan sehingga akhirnya dipecat dari jabatannya di Keraton Yogyakarta.
Sabar bersabar, kalau saya dengan Dimas Yudho (GBPH Yudhaningrat) dipun jabel kalenggahanipun, artinya itu dipecat. Karena itu saya membuat ini (pernyataan tertulis) agar warga DIY tahu, kalau saya dan Dimas Yudho itu tidak salah,” kata Prabukusumo saat dimintai konfirmasi wartawan, Selasa (19/1/2021).
Prabukusumo juga mempersoalkan penulisan Raja Yogyakarta Sultan Hamengku Bawono Ka 10. Menurutnya, nama itu tidak pernah mengangkatnya sebagai pejabat di Keraton.
Pertama, Keraton Yogyakarta tidak mengenal nama Bawono, artinya surat ini batal demi hukum. Kemudian, nama saya dalam surat juga keliru dan yang mengangkat saya dulu almarhum Bapak Dalem HB IX 8 kawedanan, bebadan dan tepas, diteruskan Hamengku Buwono X,” ujarnya.
Terpisah, Wakil Penghageng Parentah Hageng Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat KPH Yudhahadiningrat menyebut keduanya bukan dicopot dari jabatannya. Namun keduanya masih berstatus pangeran rayi dalem Keraton.
Nggak dicopot kok beliau. Beliau tidak dicopot, diganti. Diganti kan beda dengan dicopot. Kalau dicopot kan dipecat, nggak kan,” kata Yudhahadiningrat saat dihubungi wartawan, Rabu (20/1).
Beliau masih GPBH Prabukusumo kok. Tapi jabatan beliau diganti, tidak dicopot,” tukasnya.
Romo Nur, sapaannya, menyebut pergantian jabatan struktural di Keraton Yogyakarta adalah biasa. Dia menyebut GBPH Prabukusumo dan GBPH Yudhaningrat masih berstatus pangeran Keraton Yogyakarta hanya belum memiliki jabatan.
Njih, hanya sebagai pangeran rayi dalem. Tapi jabatan struktural, niku dereng (itu belum). Apakah nanti akan diberi jabatan baru, saya nggak tahu,” ujarnya.
Sementara itu, Raja Keraton Yogyakarta, Sri Sultan HB X menyebut pemecatan kedua adiknya itu karena sudah lama tidak melaksanakan tugas-tugasnya.
Ndak ada masalah, nek gelem aktif yo rapopo (kalau mau aktif tidak apa-apa), masak ming gaji buta, 5 tahun ora bertanggungjawab,” kata Sultan saat ditemui di Kompleks Kantor Gubernur DIY, Kemantren Danurejan, Kota Yogyakarta, Kamis (21/1).
Sultan menyebut GBPH Prabukusumo dan GBPH Yudhaningrat menjabat sebagai pembina budaya di Keraton Yogyakarta. Sehingga gaji keduanya bersumber dari APBN, dalam hal ini dana keistimewaan (Danais). Sultan pun menampik pemecatan itu terkait dengan polemik Sabda Raja 2015 silam.
Tidak ada hubungannya (dengan Sabda Raja) wong nyatanya yang tidak setuju sama saya kalau tetap dia melaksanakan tugas sebagai Penghageng juga tidak saya berhentikan. Mas Jatiningrat, Mas Hadiwinoto kan juga tetap kerja karena tetap melaksanakan tugas,” jelas Sultan.
Tudingan gaji buta lima tahun itu ditampik GBPH Prabukusumo. Prabukusumo menyebut dia masih sesekali menandatangani kenaikan pangkat abdi dalem, selain itu dia menyebut kantornya diserobot putri Sultan.
Bagaimana saya masuk ngantor? Satu, sudah diserobot putri-putrinya di 8 kantor saya di Kraton. Saya tanda tangan itu karena yang saya pikirkan abdi dalem,” ucap Prabukusumo lewat keterangan tertulis untuk wartawan, Kamis (21/1).
Prabukusumo pun mengaku tidak berangkat ke kantor untuk menjaga prinsip paugeran Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat. Prabukusumo merupakan salah seorang keluarga Keraton Yogyakarta yang menolak Sabda Raja 8 Mei 2015 lalu.
Kalau saya ngantor, berarti saya orang yang tidak punya prinsip menjaga paugeran. Karena begitu ada sabda-sabda itu otomatis tidak mungkin saya ngantor,” lanjut Gusti Prabu.
Prabukusumo juga mempersoalkan acara udhik-udhik yang dilakukan oleh putri Sultan. Hal itu juga yang membuat dia dan Yudhaningrat tidak lagi mengikuti upacara tersebut.
Putri-putrinya tidak punya sopan santun. Bayangkan Upacara Udhik-udhik (sekaten), 1 bokor uang koin yang sedianya Dimas Yudho yang nyebar, diambil mereka nyebar-nyebar. Mbok ya bilang saya baik-baik, Romo saya yang nyebar udhik-udhik, kan saya dan Dimas Yudho bisa pulang sebelum acara,” terangnya.
Prabukusumo berharap Sultan memahami alasannya tidak berkantor selama ini. Dia pun mendoakan Sultan kembali ke Paugeran Keraton Yogya.
Saya justru mendoakan Ngarso Dalem Sri Sultan Hamengku Buwono X berkenan kembali ke Paugeran Keraton. Jadi Ngarso Dalem harus tahu kenapa kok tidak masuk. Mohon maaf setelah ini saya no comment lagi,” pungkasnya.
[Admin/dt]