Beritainternusa.com,Jakarta – Aneka ragam respons masyarakat mengemuka atas aksi Pangdam Jaya yang memerintahkan prajuritnya untuk menurunkan baliho. Ada yang menyayangkan, mengapa alat tempur yang mahal hanya dipakai untuk menurunkan baliho. Ada yang membandingkan dengan tentara Turki yang gagah berani ke medan tempur menantang tentara Yunani. Ada juga yang menyindir, TNI ditantang perang oleh OPM Papua tidak berani, dan beraninya hanya ke Petamburan.
Bahkan, seorang anggota DPR dengan tegas mengatakan, “TNI urus pertahanan negara, baliho urusan Satpol PP.” Masih dari Senayan, ada yang usul, “Pangdam Jaya dicopot karena melanggar tupoksi dan kewenangan.”
Kerisauan banyak pihak atas aksi Pangdam Jaya itu dapat dipahami karena memang tidak banyak yang secara detail mendalami perintah Undang-Undang 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah. Pasal 26 ayat (1) menegaskan bahwa “Untuk menunjang kelancaran pelaksanaan urusan pemerintahan umum, dibentuk Forkopimda provinsi, Forkopimda kabupaten/kota, dan forum koordinasi pimpinan di Kecamatan.”
Pimpinan satuan TNI teritorial mulai dari Komando Daerah Militer, Komando Resor Militer, Komando Distrik Militer, dan Komando Rayon Militer adalah bagian dari forum itu, yang oleh undang-undang diperintahkan untuk membantu pelaksanaan urusan pemerintahan umum yang dilakukan oleh gubernur dan bupati/wali kota, bersama dengan pimpinan instansi vertikal lainnya.
Dalam Pasal 25 ayat (2) diatur bahwa “Urusan pemerintahan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh gubernur dan bupati/wali kota di wilayah kerja masing-masing. Ditegaskan lagi pada Pasal 25 ayat (3), “Untuk melaksanakan urusan pemerintahan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (2), gubernur dan bupati/wali kota dibantu oleh instansi vertikal.”
Yang menarik juga adalah pengaturan Pasal 26 ayat (3) yang memasukkan pimpinan DPRD sebagai anggota forum: “Anggota Forkopimda provinsi dan Forkopimda kabupaten/kota terdiri atas pimpinan DPRD, pimpinan kepolisian, pimpinan kejaksaan, dan pimpinan satuan teritorial TNI di daerah.
Jelas sekali bahwa memang ada satuan TNI yang oleh undang-undang diharuskan bertugas di Petamburan, di Menteng, dan di seluruh satuan administratif di daerah mana pun. Di samping, tentu juga ada satuan TNI yang lain yang bertugas atau setidaknya siaga untuk ditugaskan di medan tempur mana pun sesuai undang-undang.
Bila Pangdam Jaya memerintahkan prajuritnya untuk bertugas di Petamburan, itu memang bagian wilayah kerjanya. Demikian juga bila Pangdam Cendrawasih memimpin tugas prajuritnya di Boven Digul, itu sesuai dengan teritori tugasnya. Perintah undang-undang terkait pelaksanaan urusan pemerintahan umum ini memang baru, setidaknya baru diatur secara eksplisit dan rinci di dalam UU 23/2014. Dapat dimengerti bila banyak yang belum paham, bahkan sebagian anggota DPR.
UU 23/2014 juga secara rinci mengatur urusan pemerintahan umum, seperti yang dimuat pada Pasal 25 ayat (1):
Urusan pemerintahan umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (5) meliputi:
- pembinaan wawasan kebangsaan dan ketahanan nasional dalam rangka memantapkan pengamalan Pancasila, pelaksanaan UUD NKRI Tahun 1945, pelestarian Bhineka Tunggal Ika serta pemertahanan dan pemeliharaan keutuhan NKRI
- pembinaan persatuan dan kesatuan bangsa
- pembinaan kerukunan antarsuku dan intrasuku, umat beragama, ras, dan golongan lainnya guna mewujudkan stabilitas keamanan lokal, regional dan nasional; d. penanganan konflik sosial sesuai ketentuan peraturan perundangan
- koordinasi pelaksanaan tugas antarinstansi pemerintahan yang ada di wilayah daerah provinsi dan daerah kabupaten/kota untuk menyelesaikan permasalahan yang timbul dengan memperhatikan prinsip demokrasi, hak azasi manusia, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan, potensi serta keanekaragaman daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
- pengembangan kehidupan demokrasi berdasarkan Pancasila
- pelaksanaan semua urusan pemerintahan yang bukan kewenangan daerah dan tidak dilaksanakan oleh instansi vertikal.
Mencermati apa yang disampaikan oleh Pangdam Jaya, bahwa baliho sudah diturunkan oleh Satpol PP, tetapi dinaikkan lagi. Pertama, bila benar sudah diturunkan oleh Satpol PP, maka baliho tersebut dalam kerangka tugas Gubernur dikategorikan sebagai baliho bermasalah. Kedua, bila sudah diturunkan oleh Satpol PP, tetapi dinaikkan lagi, berarti terdapat fenomena ketidakberdayaan Satpol PP untuk menyelesaikan baliho bermasalah.
Tidak terlalu jelas mengapa Satpol PP DKI tidak berdaya mengatasi baliho bermasalah itu. Satpol PP adalah organisasi perangkat daerah yang menjadi kewenangan Gubernur untuk pengelolaan dan pembinaannya. Karena itu, langkah Pangdam Jaya, sejauh substansinya berkaitan dengan Pasal 25 ayat (1) UU 23/2014 dapat dimaknai sebagai aktualisasi pelaksanaan perintah undang-undang oleh TNI dalam membantu Gubernur untuk melaksanakan urusan pemerintahan umum.
Hal seperti ini, justru harus didorong dan diintensifkan oleh seluruh Pangdam, Danrem, Dandim, dan Danramil di seluruh Indonesia mengingat hal ini sudah menjadi perintah undang-undang. Walaupun, dalam penyusunan UU 23/2014 tempo hari tidak ada permintaan secara resmi dari TNI untuk mendapatkan tugas seperti ini.
Prof Dr Sudarsono guru besar FISIP UI
[Admin/dt]