Beritainternusa.com,Gunungkidul – Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi mencatat 25 wilayah di Pulau Jawa, termasuk Gunungkidul, rawan terkena bencana gempabumi dan tsunami (tsunamigenik). Namun, BPBD Kabupaten Gunungkidul menyebut sebagian besar alat early warning system (EWS) tsunami di Gunungkidul tidak aktif, dan hanya satu yang masih berfungsi.
Kepala Pelaksana BPBD Gunungkidul, Edy Basuki, mengatakan sebagian besar EWS tsunami rusak karena diterjang gelombang tinggi beberapa tahun lalu. Menurutnya, saat ini hanya EWS di Pantai Baron yang aktif. Pihaknya pun menunggu perbaikan EWS yang tidak aktif.
“Yang di (pantai) Baron masih bisa aktif, kemarin dicek sirinenya. Kalau EWS (tsunami) yang lainnya ada kerusakan banyak yang roboh dan rusak akibat badai Cempaka (tahun 2017),” kata Edy saat dihubungi wartawan, Senin (28/9/2020).
Edy mengatakan dari catatan pihaknya ada delapan EWS tsunami yang terpasang di kawasan Pantai Gunungkidul, sedangkan EWS yang tidak aktif mencapai tujuh unit karena terjangan ombak. Saat ini pihaknya masih menunggu perbaikan BNPB.
“Karena aset BNPB saat ini kita masih menunggu perbaikan EWS tsunami yang rusak,” ucapnya.
Terlepas dari hal tersebut, Edy mengungkapkan jika BMKG tengah memasang radar tsunami di wilayah perbatasan Bantul dengan Gunungkidul. Di mana alat tersebut mampu mendeteksi tsunami dengan jarak 100 kilometer.
“Tapi sampai saat ini masih dalam proses pembangunan,” katanya.
Selain itu, pihaknya bersama BNPB mengagendakan simulasi gempa berkekuatan 9 SR beserta bencana yang salah satunya tsunami setinggi 20 meter pada 6 Oktober 2020 mendatang. Simulasi itu sebagai salah satu upaya mitigasi bencana.
“Jadi kita berikan edukasi bagaimana jika benar-benar terjadi gempa dahsyat dan tsunami di wilayah Gunungkidul dengan risiko tertinggi, agar semuanya siap dan tahu harus melakukan apa saat itu (bencana tsunami) terjadi,” ucapnya.
Diberitakan sebelumnya, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi mencatat 25 wilayah di Pulau Jawa yang rawan terkena bencana gempabumi dan tsunami (tsunamigenik). 25 wilayah tersebut terbagi dalam 5 provinsi yakni, 4 di Banten, 5 di Jawa Barat, 9 di Jawa Timur, 4 di Jawa Tengah, dan 3 di Provinsi DIY Yogyakarta.
Seluruh wilayah tersebut tercantum dalam Katalog Gempa Bumi Merusak tahun 1612-2014 (edisi kelima) yang ditulis oleh Supatoyo, Surono, dan Eka Tofani Putranto. Mereka menjelaskan sejumlah fakta terkait sumber gempa dan sejumlah wilayah rawan bencana.
Provinsi Banten memiliki 4 wilayah rawan gempa dan tsunami yaitu Kabupaten Pandeglang, Kabupaten Lebak, Kabupaten Serang, dan Kota Cilegon.
Sementara itu di Jawa Barat terdapat lima sebaran wilayah meliputi Kabupaten Sukabumi, Kabupaten Cianjur, Kabupaten Garut, Kabupaten Tasikmalaya dan Kabupaten Pangandaran.
Empat wilayah rawan di Jawa Tengah dari Kabupaten Purworejo, Kabupaten Kebumen, Kabupaten Cilacap, dan Kabupaten Wonogiri. Selanjutnya, Kabupaten Bantul, Kabupaten Kulon Progo, Kabupaten Gunung Kidul menjadi daerah rawan di DIY Yogyakarta.
Jawa Timur menjadi daerah yang paling banyak rawan gempa bumi dan tsunami. Terdapat 8 sebaran wilayah yaitu Kabupaten Pacitan, Kabupaten Banyuwangi, Kabupaten Jember, Kabupaten Blitar, Kabupaten Trenggalek, Kabupaten Ponorogo, Kabupaten Tulungagung, Kabupaten Lumajang, dan Kabupaten Malang.
Kassubag Mitigasi Gempa Pusat Vulkanologi Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Akhmad Solihin mengatakan, wilayah rawan gempa bumi dan tsunami dalam katalog yang dibuat PVMBG berdasarkan pada sejarah kejadiannya.
“Kejadian gempa bumi di suatu tempat itu berulang, artinya jika suatu daerah pernah terlanda gempa bumi besar, maka suatu saat akan mengalami kembali. Namun waktunya kapan belum tahu,” ujarnya kepada wartawan beberapa waktu lalu.
[Admin/dt]