Beritainternusa.com,Jakarta – Dua kader Partai Gerindra Arief Payuono dan Habiburokhman ‘berseteru’. Sebabnya masih soal dugaan pelanggaran HAM berat yang dilakukan Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto.
Poyuono sebelumnya menilai Prabowo harus mempersiapkan diri dengan matang jika ingin maju di Pilpres 2024. Dia berpendapat bahwa Gerindra perlu ‘membersihkan’ nama Prabowo dari tuduhan pelanggaran HAM 1998.
“Mumpung masih ada waktu panjang. Partai harus mengupayakan kekuatan hukum tetap yang menyatakan Prabowo Subianto bersih dan tidak terlibat dalam kerusuhan Mei 1998 yang berbau SARA dan tidak terlibat dalam penculikan aktivis Partai Rakyat Demokratik (PRD) yang sampai saat ini masih hilang,” kata Poyuono, dalam keterangannya, Rabu (16/9/2020).
Meski sudah demisioner, Poyuono masih mengaku sebagai Waketum Gerindra dalam menyampaikan pendapatnya tersebut.
Menurut Poyuono, kekalahan Prabowo dalam dua pilpres sebelumnya, 2014 dan 2019 lantaran kasus pelanggaran HAM yang sering dimunculkan. Isu itu memang selalu berembus di setiap gelaran pilpres, di mana Prabowo menjadi salah seorang kontestan.
“Sebagaimana telah terjadi, pada pilpres dan pemilu tahun 2014 dan 2019, isu terkait kasus penculikan dan pembunuhan aktivis 1998 berembus kencang. Lalu juga kerusuhan Mei, yang disebut-sebut didalangi oleh Prabowo Subianto. Ada juga fitnah bahwa dia adalah pelaku utama kerusuhan Mei,” ujar Poyuono.
“Dia dituding melakukan kejahatan-kejahatan yang sampai saat ini masih simpang siur, apakah dia dalang dan pelaku penculikan dan pembunuhan para aktivis, kan belum ada pengadilannya. Setiap pemilu, setiap pilpres, selalu dibuka kasus penculikan, kasus kerusuhan Mei, bahwa diduga dalangnya Prabowo,” imbuhnya.
Habiburokhman lantas bersikap menanggapi Poyuono. Anggota Komisi III DPR RI itu mengatakan Arief Poyuono merupakan orang yang tidak mengerti soal hukum.
“Arief bukan orang hukum jangan maksa bicara soal hukum. Sejak dulu dia kalau soal hukum konsultasinya ke saya. Dia juga kan mantan klien saya,” kata Habiburokhman pada Kamis (17/9/2020).
Habiburokhman sendiri mengaku pernah menjadi pengacara Poyuono. Salah satu kasus Poyuono yang pernah ia tangani, yakni kasus gugatan dari staf eks Menteri BUMN, Soegiharto.
“Dulu pengacara tetap beliau (Poyuono), sebagai aktivis kan kami sering dapat masalah hukum. Salah satunya dulu pernah digugat staf Menteri BUMN, kita menang. Berbagai macam gugatan publik juga, dia penggugat saya lawyer-nya,” jelas Habiburokhman.
Habiburokhman menduga Poyuono melakukan manuver karena galau terkait statusnya di kepengurusan partai. Namun, itu baru sebatas dugaan.
“Saya nggak tahu, mungkin aja dia galau soal kepengurusan,” sebutnya.
Habiburokhman mengingatkan Poyuono bahwa kepengurusan partai itu bersifat dinamis. Ketua Dewan Pembina Advokat Cinta Tanah Air (ACTA) itu pun mengimbau agar Poyuono bersikap santai.
“Harusnya dia santai aja, karena urusan penugasan kan memang dinamis,” ujar salah satu juru bicara Gerindra itu.
Terkait dugaan pelanggaran HAM berat Prabowo, menurut Habiburokhman, tidak ada yang perlu dipertanyakan. Ia menegaskan nama Prabowo tidak ada dalam kasus penghilangan paksa pelanggaran HAM berat.
“Kasus penghilangan paksa sudah jelas sudah disidang dan anggota Tim Mawar sudah dihukum. Crystal clear. Sama sekali nggak ada nama Pak Prabowo di kasus itu,” ujar Habiburokhman.
Justru, apabila kasus itu dibongkar, sebut dia, malah akan melanggar asas ne bis in idem. Menurutnya, itu akan menabrak kepastian hukum.
“Kalau kasus itu dibongkar kembali tentu melanggar asas nebis in idem atau mengadili perkara yang sama dua kali dan itu menabrak kepastian hukum,” ucap Habiburokhman.
[Admin/dt]