Beritainternusa.com,Jakarta – Dalam rapat kerja Komisi VIII DPR RI dengan Menteri Agama Fachrul Razi serbuan kritik dari para legislator kepada mantan wakil panglima TNI itu tak terelakan. Fachrul Razi dicecar mengklarifikasi pernyataannya soal agen radikalisme good looking dan hafiz Al-quran hingga pemotongan dana BOS bagi madrasah dan pondok pesantren dalam anggaran Kementerian Agama (Kemenag) guna penanganan COVID-19.
Sedari awal, Ketua Komisi VIII DPR Yandri Susanto mengungkapkan kekecewaannya terhadap Fachrul Razi yang dinilai kerap menimbulkan kegaduhan lewat pernyataannya. Yandri menyebut pernyataan yang dimaksud antara lain soal celana cingkrang hingga institusi pemerintah yang berpeluang disusupi paham radikal melalui anak yang good looking.
“Komisi VIII juga menyayangkan pernyataan Pak Menteri yang sering menimbulkan kontra di publik dan menimbulkan kegaduhan. Mulai dari larangan cadar, celana cingkrang, dan terbaru ungkapan Menteri Agama, yaitu institusi pemerintah memiliki banyak peluang untuk disusupi paham radikal yang diawali mengirimkan anak good looking untuk mendapatkan simpati, seperti anak yang menguasai bahasa Arab dan hafal Al-Qur’an,” ungkap Yandri di ruang rapat Komisi VIII DPR di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (8/9/2020).
Yandri menilai pernyataan itu sangat tidak bijak. Ia menyampaikan ke Fachrul bahwa banyak pihak yang protes atas ucapan tersebut, termasuk keluarga Yandri.
“Ini sungguh pernyataan sikap yang tidak arif. Pak Menteri, ini saya sampaikan, Pak, banyak sekali ulama yang hubungi kami, ponpes yang mencetak Al-Qur’an termasuk ponpes kami, termasuk keluarga saya banyak yang hafal Al-Qur’an. Saya tersinggung sekali, Pak,” ujarnya.
Yandri menilai pernyataan itu seolah menarasikan orang yang pandai Al-Qur’an sebagai orang yang radikal. Ia pun mendesak penjelasan lengkap dari Fachrul Razi terkait pernyataannya itu.
“Dalam pernyataan, banyak seolah-olah menarasikan orang-orang itu radikal. Kalau yang pandai bahasa Arab itu radikal. Saya kira itu penting Pak disampaikan untuk yang mana yang radikal itu, Pak, lalu siapa, datanya bagaimana,” tuturnya.
Fachrul Razi lalu menjelaskan pernyataan itu diungkapkan dalam acara internal Kementerian PAN-RB. Fachrul menjelaskan topik pembahasan di acara tersebut mengusung tema ‘ASN No Radikalisasi’.
“Tentang masalah yang good looking dan sebagainya. Pertama perlu saya garis bawahi itu muncul bukan di acara Kemenag tapi di acaranya Kementerian PAN RB. Pada saat orang bertanya ‘kok Menteri Agama suka sekali ngomong deradikalisasi’. Saya katakan memang topiknya adalah deradikalisasi,” jelas Fachrul Razi.
“Jadi kalau topiknya deradikalisasi, mohon maaf kalau bercanda dikit, nggak mungkin Menteri Agama bicara tentang ngomongin gulai kambing’, pasti bicara tentang apa upaya deradikalisasi yang perlu dilakukan karena topiknya memang ‘ASN No Radikalisasi’. Itu adalah topik yang diberikan oleh Menteri PAN RB,” lanjut Fachrul.
Lebih lanjut, Fachrul menegaskan tidak tahu kalau acara tersebut juga dibuka untuk publik. Ia mengira acara itu hanya terbuka di internal ASN KemenPAN-RB.
“Perlu saya garis bawahi. Saya mohon maaf tidak tahu bahwa itu menjadi persoalan publik. Saya kira itu internal ASN. Kalau bicara tantang publik pasti saya akan bicara tentang bahasa yang berbeda meskipun substansinya sama,” ujar Fachrul.
Oleh sebab itu, Fachrul membahas perihal radikalisme. Khususnya dalam konteks rekrutmen, pendidikan, dan tempat ibadah di lingkungan ASN.
“Oleh karena itu maka saya cerita kalau mau bicara tentang ‘ASN No Radikal’ maka perlu diperhatikan 1 rekrutmennya. Kedua pada saat pendidikan-pendidikan di level kelanjutannya yang dilakukan oleh pemerintah. Ketiga pada saat ibadah,” tuturnya.
Kritik soal isu yang sama dilontarkan anggota Komisi VIII DPR dari Fraksi PAN, Ali Taher. Bahkan Ali menyampaikan keraguannya akan keislaman Fachrul Razi.
Ali mengatakan pertanyaan mengenai keislaman Fachrul itu muncul setelah dirinya membaca surat al-Qiyamah. Ali mengaku sampai menitikkan air mata kala itu.
“Saya membaca itu, air mata saya keluar, kemudian saya teringat Menteri Agama. Kok tega menyatakan bapak ustaz dan guru ngaji itu adalah bibit-bibit radikalisme. Sampai saya bertanya, Pak Menteri Agama Islam atau bukan. Saya mohon maaf perasaan suudzon terhadap seseorang tidak boleh sebenarnya, tapi perasan tak enak,” imbuhnya sambil meninggikan nada bicara.
Ali mengaku hatinya hancur mendengar pernyataan Fachrul tentang agen radikalisme good looking. Ali pun meminta Fachrul berhenti berkata radikalisme. Sebab, menurutnya, Islam itu penuh kasih sayang.
“Dengan demikian, menurut pandangan saya, Pak Menteri Agama, sekali lagi saya mengajak berhenti berkata radikalisme. Berhenti berkata radikalisme. Islam yang kita pahami Islam yang rahmatan lil alamin,” tegasnya.
Dalam rapat itu, Ali tampak emosional. Ia juga terdengar menangis saat menyarankan Fachrul untuk tak lagi bicara radikalisme.
“Apalagi saat terakhir, Pak Menteri, mohon maaf, ini kedua kali bicara radikalisme. Pak Menteri Agama gagal paham mengenai fungsi-fungsi agama dan fungsi pendidikan di Kemenag Republik kita yang tercinta ini,” kata Ali.
Ali bahkan menyebut Fachrul tidak cocok menjadi Menag. Menurutnya, Fachrul lebih cocok menjadi Menteri Pertahanan dan Keamanan atau Menteri Menko Polhukam.
“Tanpa ingin mengecilkan Kemenag, tidak sama sekali. Tetapi saya bicara soal checks and balances, saya hanya ingin bicara bahwa Pak Menteri ini cocoknya jadi Menteri Pertahanan dan Keamanan, menjadi Menteri Menko Polhukam, ketimbang Kementerian Agama,” ujar Ali.
Usai kritik, giliran Fachrul Razi kena protes. Protes yang dilayangkan terkait dana BOS untuk madrasah. Fachrul kemudian berjanji akan mengembalikan dana BOS yang dipotong itu.
Yandri mulanya membahas hal ini karena mengaku menerima keluhan dari pihak madrasah. Padahal, sambung Yandri, Kemenag pernah menyampaikan tidak akan ada pemotongan BOS madrasah.
“Saya sampaikan waktu itu. Jangan kan masa pandemi. Nggak pandemi aja madrasah terseok-seok, Pak. Dan Pak Kamar (Kamaruddin Amin), waktu itu ngomong, BOS nggak akan dipotong waktu jadi Pendis (Direktur Jenderal Pendidikan Islam) waktu itu. Dan semua madrasah yang bertanya pada kita, Pak. Nah hari ini mereka viralkan itu Pak seolah-olah Komisi VIII menyetujui pemotongan BOS 100.000 per siswa,” ucap Yandri.
“Kan sudah janji di depan kita, Pak. Janji itu dibohongi, Pak. Jadi kami dari Komisi VIII nggak pernah itu menyetujui itu, Pak. Kalau alasan nggak bisa yang lain saya kira tidak mungkinlah, Pak Menteri,” tambah Yandri.
Yandri mengatakan pemotongan dana BOS sebesar Rp 100.000 per siswa akan memberatkan masyarakat. Menurutnya, pemotongan itu akan menambah beban orang tua murid di masa pandemi ini.
“Rp 54 triliun, Pak Menteri. Masa untuk orang miskin kita potong Pak, 100 ribu. Yang orang sebelum COVID aja susah Pak sekolahnya, apalagi sekarang COVID. Orang tuanya nggak kerja, makan susah,” tutur Yandri.
Menanggapi Yandri, Menag Fachrul menegaskan pemotongan dana itu adalah kesalahan Kementerian Agama. Hal itu dilakukan, menurutnya, karena tidak ada jalan lain di masa pandemi COVID-19 ini.
“Kesalahan tentang dana itu saya kira jangan pernah kita sebut-sebut atas izin Komisi VIII. Kita akui saja itu kesalahan Kemenag sehingga kita sempat motong tentang dana itu Rp 100 ribu per orang dan itu karena pada saat itu kita tidak berpikir ada jalan lain,” jawab Fachrul.
Lebih lanjut, Fachrul menegaskan keputusan tersebut akan dibatalkan. Kemenag akan mengambil langkah untuk mengembalikan dana BOS tersebut.
“Tapi begitu ada jalan lain, kita segera mengambil langkah-langkah untuk kita segera mengembalikan. Apapun yang sudah kita bicarakan kalau perlu, batal,” tuturnya.
Yandri pun mengapresiasi jawaban Fachrul Razi. Menurut Yandri, hal ini menjadi kado terbaik bagi masyarakat yang membutuhkan.
“Jadi dana BOS yang kepotong itu, Pak, Rp 100 ribu per orang kita kembalikan ya, Pak. Dan ini kado yang terbaik hari ini buat anak miskin di kampung-kampung, Pak. Terima kasih,” ujar Yandri.
[Admin/dt]