Beritainternusa.com,Jakarta – Adalah seorang Harun Masiku yang menghebohkan sejarah pemberantasan korupsi. Sampai detik ini mantan calon anggota legislatif dari PDIP itu tidak diketahui rimbanya di saat semua tersangka yang terseret kasusnya sudah divonis bersalah.
Bermula dari gebrakan KPK di awal tahun 2020 tepatnya di bulan Januari saat melakukan operasi tangkap tangan (OTT) yang menjerat Wahyu Setiawan. Tak main-main saat itu Wahyu Setiawan menjabat sebagai salah satu Komisioner KPU.
Dalam 1 x 24 jam, KPK resmi menetapkan Wahyu Setiawan sebagai tersangka. Wahyu diduga menerima uang terkait dengan penetapan anggota DPR terpilih 2019-2024.
“Sejalan dengan penyidikan tersebut, KPK menetapkan 4 orang tersangka,” ucap Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar dalam konferensi pers di kantornya, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Kamis (9/1/2020).
Wahyu Setiawan tak sendiri. Ada seorang bernama Agustiani Tio Fridelina yang diduga turut menerima suap bersamanya. Sedangkan pemberi suap saat itu ditetapkan KPK adalah Harun Masiku dan Saeful Bahri.
Namun saat itu Harun Masiku tidak ikut terjaring OTT KPK. Perburuan pun dilanjutkan disertai berbagai informasi yang mencengangkan mengenai alasan Harun Masiku bisa lolos dari jeratan OTT KPK.
Waktu berlalu hingga akhirnya ketiga tersangka dalam kasus itu dihadirkan ke hadapan meja hijau. Berikut vonis ketiganya:
Saeful divonis 1 tahun 8 bulan penjara dan denda Rp 150 juta subsider 4 bulan kurungan. Saeful yang juga kader PDIP dinyatakan hakim bersalah memberikan suap kepada Wahyu Setiawan saat menjabat komisioner KPU.
Hakim meyakini Saeful memberikan suap secara bertahap dan bersama-sama Harun Masiku, yang hingga kini belum tertangkap. Adapun pemberian pertama sebesar SGD 19 ribu atau setara dengan Rp 200 juta diserahkan pada 17 Desember 2019. Pemberian kedua sebesar SGD 38.350 atau setara dengan Rp 400 juta diserahkan pada 26 Desember 2019 oleh Saeful kepada Agustiani Tio Fridelina.
Wahyu Setiawan divonis 6 tahun penjara dan denda Rp 150 juta subsider 4 bulan kurungan. Vonis ini lebih ringan 2 tahun dari tuntutan jaksa yang menuntut Wahyu 8 tahun penjara.
Pembacaan vonis untuk Wahyu dilakukan pada 24 Agustus 2020.
Agustiani Tio Fridelina divonis 4 tahun penjara dan denda Rp 150 juta subsider 4 bulan kurungan. Dia divonis di hari yang sama dengan Wahyu Setiawan.
Lantas bagaimana nasib Harun Masiku?
KPK mengaku masih terus memburunya. Ragam spekulasi sempat muncul seperti kemungkinan Harun Masiku telah meninggal dunia. Namun Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri sempat menepis hal itu.
“Kemudian kemarin juga sempat diisukan meninggal dunia. Namun sampai saat KPK tidak bisa mengkonfirmasi hal itu dengan data yang valid, misalnya bahwa yang bersangkutan meninggal dunia,” kata Ali pada Senin, 20 Juli 2020.
Ali pun pernah menyampaikan pertimbangan mengenai persidangan tanpa dihadiri terdakwa atau in absentia seandainya Harun Masiku tak juga tertangkap. Namun pertimbangan itu disebut Ali merupakan pilihan terakhir.
“Tentang in absentia, itu menjadi pilihan terakhir. Setidaknya ada dua alasan. Satu, karena KPK masih akan terus mengupayakan agar terdakwa juga dapat dihadirkan,” ucap Ali kala itu.
“Dua, perlu kajian lebih dahulu aspek teknis hukumnya, sekalipun secara substansi materi perkara memang menjadi lebih mudah pembuktiannya, mengingat di perkara terdakwa Saeful Bahri mengenai perbuatan bersama-samanya dengan tersangka HAR (Harun Masiku) telah terbukti secara sah dan meyakinkan,” imbuh Ali.
Di sisi lain Wakil Ketua KPK bidang Penindakan Nawawi Pomolamo sempat menyampaikan mengenai perkembangan pencarian Harun Masiku. Dia mengaku telah meminta Plt Direktur Penyidikan Brigjen Setyo Budi dan Deputi Penindakan KPK Irjen Karyoto untuk mengevaluasi kinerja tim pemburu Harun Masiku.
“Bagaimana progresnya, apa kendalanya? Kalau memang butuh Tim Satgas pendamping atau penambahan personel, silahkan,” kata Nawawi kepada wartawan, Jumat (14/8/2020).
Opsi tim pendamping atau tambahan personel ditawarkan mengingat tim satgas penyidikan ini tak terlibat dalam proses penyelidikan kasus Harun Masiku sejak awal. Selain dua pejabat KPK tadi, Nawawi Pomolango mengaku secara intens meminta penjelasan langsung dari tim satgas.
“Salah satu alasan yang mengemuka, Harun Masiku kemungkinan tak menggunakan perangkat telekomunikasi sehingga tak terdeteksi oleh alat sadap KPK,” ujar Nawawi.
[Admin/dt]