Edo Saputra mengalami lumpuh selama 5 tahun

Beritainternusa.com,Gunungkidul – Edo Saputra (12), seketika menangis keras begitu wartawan menemuinya pada Kamis (27/08/2020) siang.

Ibunya, Wastini (37) pun langsung sibuk membujuk putra sulungnya itu agar berhenti menangis.

“Dia takut dan malu kalau ketemu orang. Sekali bertemu pasti langsung menangis seperti ini,” tutur Wastini dengan suara tercekat.

Edo menangis lantaran rasa malu tersebut bukan tanpa alasan.

Pasalnya, di usianya yang masih kecil, ia harus menderita lumpuh dari pinggang ke bawah.

Sehari-harinya, ia hanya bisa duduk atau tidur.

Wastini menceritakan kelumpuhan putranya tersebut mulai terjadi sejak Edo masih duduk di kelas 2 SD.

Ia mengaku jatuh saat berada di sekolah.

Namun ia baru bercerita pada ibunya sekitar 3 minggu kemudian.

Wastini memutuskan membawa Edo ke RSUD Wonosari untuk diperiksa.

Ia sampai harus mencari pinjaman uang demi bisa memeriksakan putranya tersebut, lantaran kondisi ekonominya terbatas.

“Setelah diperiksa, dokternya bilang kalau tulang ekornya kecetit (sarafnya kejepit),” ungkap Wastini.

Dibantu kerabatnya, Wastini kemudian membawa Edo untuk menjalani terapi.

Namun terapi hanya dilakukan 2 kali.

Sebab ia tak ada biaya lagi untuk membayar terapi.

Sehari-harinya, Wastini hanya bekerja sebagai buruh tani, mengolah lahan pertanian milik tetangga.

Upah yang didapat hanya Rp 35 ribu hingga Rp 50 ribu sehari.

Bahkan upahnya hanya sekadar singkong atau kacang.

Wastini hanya berjuang sendirian, lantaran ia sudah pisah dari suaminya.

Ia mengungkapkan suaminya pamit kerja, namun lama tak ada kabar.

Baru akhir-akhir ini ayah Edo tersebut kembali untuk memberi nafkah seadanya.

Ayahnya sendiri juga memiliki keterbatasan fisik, yaitu hanya memiliki satu tangan. Ia bekerja serabutan.

“Saya sampai jual kambing satu-satunya untuk membiayai pengobatan Edo, termasuk membayar sebagian utang,” kata Wastini.

Kini, Edo lebih banyak menghabiskan waktu di rumah bersama Wastini, persisnya di Pedukuhan Kanigoro, Kemadang, Tanjungsari.

Rumah itu milik saudara Wastini, di mana keduanya hanya menumpang di situ.

Edo pun tak lagi melanjutkan sekolah selama 5 tahun terakhir.

Sebab ia malu menjadi bahan ejekan teman-temannya sendiri.

Selama di sekolah pun, ia hanya diam.

Namun kemudian ia menceritakan apa yang dialami pada ibunya sambil menangis.

Edo tak sekadar diam di rumah.

Ia menghabiskan waktu dengan membuat layang-layang, hingga mainan dari bahan alam seperti batu dan kulit jeruk.

Layangan tersebut bahkan dibeli oleh beberapa temannya.

“Itu dia kerjakan setiap hari. Memang anaknya senang dengan kerajinan,” kata Wastini.

Meski tahu secara ekonomi sulit, Wastini tetap memiliki keinginan putranya kembali bersekolah.

Hal tersebut juga diutarakan oleh guru-guru Edo, yang beberapa kali berkunjung menengok.

Edo sendiri pun rupanya menunjukkan keinginan yang sama.

Namun ia masih merasa takut jika harus menelan ejekan dari teman-temannya karena kondisi fisiknya tersebut.

“Kalau dia masih sekolah, seharusnya sekarang sudah duduk di kelas 6,” kata Wastini.

[Admin/tb]

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here