Beritainternusa.com,Jakarta – Ditangkapnya Djoko Sugiarto Tjandra seakan membuka tabir wajah penegakan hukum dalam negeri. Bagaimana tidak, buronan yang dicari-cari negara selama 11 tahun ini rupanya dapat ‘bekingan’ dari aparat penegak hukum sendiri.
Hal itu terlihat setelah penetapan tersangka dua jenderal polisi serta satu seorang jaksa yang belakangan diketahui bernama Pinangki Sirna Malasari. Menurut berbagai sumber, pada Februari 2020, Jaksa Pinangki menjabat sebagai Kasubag Pemantauan dan Evaluasi II Biro Perencanaan.
Kini, Jaksa Pinangki sudah dicopot dari jabatannya dan tengah menghadapi proses penyidikan kasus dugaan suap terkait Djoko Tjandra.
Pinangki diduga membantu Djoko Tjandra untuk mengupayakan Fatwa MA (Mahkamah Agung) terkait status buronan yang sudah belasan tahun ia sandang.
“Tersangka Djoko Tjandra ini, ini statusnya kan terpidana. Kira-kira bagaimana caranya mendapatkan fatwa agar tak dieksekusi oleh eksekutor yang dalam hal ini jaksa. Maka mintalah dia fatwa kepada MA,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung, Hari Setiyono saat jumpa pers di Gedung Bundar Kantor Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan, Kamis (27/8).
Polemik tak sampai di situ. Sejumlah pihak mendesak agar Kejaksaan Agung menyerahkan pengusutan kasus ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Untuk menjaga independensi serta kepercayaan publik terutama terhadap jaksa yang disidik oleh aparat penegak hukum tempatnya bekerja.
Ketua Komisi Kejaksaan RI Barita Simanjuntak mendesak itu semata-mata ingin menjaga kepercayaan publik terhadap institusi Kejaksaan Agung.
“Kami juga menyarankan untuk menjaga public trust Kejaksaan supaya melibatkan lembaga penegak hukum independen seperti KPK. Sebab yang disidik adalah jaksa sehingga publik perlu diyakinkan prosesnya berjalan transparan, objektif, dan akuntabel,” kata Barita.
“Ini diperlukan agar publik yakin dan tidak menduga yang macam-macam sehingga Kejaksaan akan menjadi lembaga yang dipercaya kredibilitasnya,” kata dia.
Hal senada juga dilontarkan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nawawi Pomolango.
“Sejak awal mencuatnya perkara-perkara yang melibatkan aparat penegak hukum ini saya selalu dalam sikap, sebaiknya perkara-perkara dimaksud ditangani oleh KPK,” ujar Nawawi, Rabu (27/8).
Bukan tanpa alasan. Sikap Nawawi tertuang dalam Pasal 11 Undang-undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK. Dalam pasal itu disebutkan KPK berwenang mengusut kasus korupsi yang melibatkan aparat penegak hukum.
“Karena memang perkara-perkara dengan tipologi seperti itulah yang menjadi domain kewenangan KPK. Termasuk perkara yang melibatkan penyelenggara negara,” kata Nawawi.
“Saya tidak berbicara dengan konsep pengambil-alihan perkara yang memang juga menjadi kewenangan KPK, tetapi lebih berharap pada inisiasi institusi-institusi tersebutlah yang mau menyerahkan sendiri penanganan perkaranya kepada KPK. Dan yang seperti itu sangat baik dalam semangat sinergitas dan koordinasi, dan yang pasti akan lebih menumbuhkan kepercayaan publik pada obyektifnya penanganan perkara-perkara dimaksud,” sambungnya
Desakan-desakan itu nampaknya tidak membuat Kejagung bergeming. Hal itu diungkap Kapuspen Kejagung Hari Setiyono.
Hari menilai tiap penegak hukum mempunyai kewenangan masing-masing. Atas dasar saling support, koordinasi serta supervisi, Kejagung tetap akan mengusut sendiri kasus dugaan suap yang menyeret jaksanya.
“Penyidikan masing-masing mempunyai kewenangan, kami aparat penegak hukum saling men-support itu, ada namanya koordinasi dan supervisi. Kami melakukan penyidikan, penuntut umumnya juga di sini. Jadi tidak ada yang katanya inisiatif menyerahkan, tapi mari kita kembali kepada aturan,” tegasnya.
“Tanggal 4 diterima dari pengawasan, kalau tidak salah tanggal 7 penyidikan, tanggal 11 menetapkan tersangka, tanggal 12 menahan. Kemudian hari ini tanggal 27 Agustus ada penetapan tersangka baru, nah silakan kawan-kawan. Kalau menurut kami luar biasa cepat,” sambungnya.
Sejurus dengan itu, Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin memberi lampu hijau kepada penyidik Bareskrim Polri jika ingin memeriksa Jaksa Pinangki.
Sebelumnya, permintaan izin itu disampaikan Bareskrim yang sedang mengusut aliran dana suap dari Djoko Tjandra.
“Adanya permintaan izin riksa terhadap oknum jaksa PSM oleh Bareskrim dan oleh Jaksa Agung sudah diterbitkan izin, sehingga penyidik Bareskrim dapat melaksanakan tugasnya,” kata Hari.
Sudah dapat restu, penyidik Bareskrim bergerak cepat. Langsung mengagendakan pemeriksaan terhadap Pinangki.
Sayang seribu sayang. Pinangki menolak mentah-mentah. Sesuai agenda pemeriksaan, Jaksa Pinangki akan dimintai keterangan sebagai saksi untuk kasus Djoko Tjandra.
Karo Penmas Divisi Humas Mabes Polri, Brigjen Pol Awi Setiyono, menerangkan penyidik telah bertemu dengan Jaksa Pinangki Sirna Malasari di Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Agung pada pukul 11.00 Wib. Tapi belum sampai dilakukan pemeriksaan.
“Yang bersangkutan minta untuk dijadwalkan ulang atau di-reschedule karena hari ini jadwalnya anaknya PSM besuk, jadi yang bersangkutan minta untuk klarifikasi dijadwalkan ulang,” kata dia kepada awak media, Kamis (27/8).
Dihubungi terpisah, Koordinator Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman menilai Kejaksaan Agung tidak akan menyerahkan pengusutan kasus Jaksa Pinangki ke KPK. Bahkan, hingga kiamat.
“Semestinya KPK mengambil alih kasus Jaksa Pinangki, kalau nunggu diserahkan. Maka hingga kiamat tidak akan diserahkan, karena akan banyak membongkar kebusukan di Kejagung termasuk dugaan isu selingkuh,” sindirnya.
Sebab, jika ditangani penyidik Kejagung sendiri, Boyamin menganalogikan seperti jeruk makan jeruk.
“Alasan untuk independensi karena jika ditangani Kejaksaan Agung (Kejagung) maka istilahnya jeruk makan jeruk sehingga dapat dipastikan banyak hal yang akan ditutupi dan dilindungi.”
Pun, ia menjadi prihatin karena penyidik Kejagung malah disibukkan dengan pengusutan kasus yang menimpa anggotanya sendiri.
“Justru itu aku prihatin karena Kejagung direcoki oleh korupsi oknum Jaksa. Semestinya Kejagung menangani korupsi oleh orang-orang di luar Kejagung, karena aparat Kejagung sebagai penegak hukum semestinya bersih dari korupsi,” imbuhnya.
[Admin/md]