Beritainternusa.com,Jakarta – Presiden PKS Sohibul Iman menilai muncul gejala-gejala kebangkitan otoritarianisme yang menghamba kepada oligarki kapitalisme di Indonesia. Hal itu terjadi di tengah pandemi Covid-19. Seperti keluarnya Perppu No 1 Tahun 2020 dan Omnibus Law.
“Atas nama penanganan Pandemi Covid-19, Presiden mengeluarkan Perppu No 1 Tahun 2020 yang kemudian disahkan oleh DPR RI menjadi UU. UU tersebut memperkuat kekuasaan dan otoritas eksekutif dalam kebijakan fiskal, moneter, budgeting dan legislasi,” kata Sohibul dalam keterangan pers, Senin (17/8).
Sohibul mengatakan, hanya Fraksi PKS yang menolak Perppu itu diundangkan sebelumnya. Dalam UU tersebut, hak budgeting dan legislasi DPR dipangkas. Karena pemerintah cukup mengeluarkan Perpres untuk mengubah APBN. Serta, pemerintah punya hak istimewa karena kebijakan pemulihan ekonomi selama pandemi tidak bisa diperkarakan secara hukum pidana, atau perdata.
Selain itu pemerintah juga dinilai getol mendesak RUU Omnibus Law Cipta Kerja disahkan. Sohibul menyoroti upaya sentralisasi atas nama investasi.
“Pemerintah, di saat yang sama, sangat getol mendesak untuk mengesahkan RUU Omnibus Law Cipta Kerja. Atas nama investasi asing, Pemerintah ingin kembali memutar haluan demokrasi dan desentralisasi menjadi rezim Pemerintah Pusat yang tersentralisasi,” ujar mantan anggota DPR RI itu.
Menurut Sohibul, pemerintah pusat ingin memangkas kewenangan pemerintah daerah dalam kegiatan ekonomi dan investasi melalui Omnibus Law Cipta Kerja. Hal itu dipusatkan ke pemerintah pusat.
“Di saat yang sama, beberapa hak-hak pengawasan dan penganggaran lembaga legislatif juga akan dikurangi. Hak-hak buruh dan pekerja dikorbankan demi memprioritaskan kepentingan investasi dan pemodal,” kata dia.
“Hak kebebasan pers akan terancam karena kewenangan pengawasan media akan ditarik ke Pemerintah Pusat bukan oleh lembaga yang independen,” sambungnya.
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2020 kebijakan keuangan negara dan stabilitas sistem keuangan untuk penanganan Corona menuai pro dan kontra. Salah satunya yaitu dalam peraturan tersebut dinilai membuat pengambil kebijakan kebal hukum.
Staf khusus Presiden Bidang Hukum, Dini Shanti Purwono menepis bahwa Perppu tersebut kebal hukum. Dia menjelaskan dalam latar belakang kebijakan tersebut diperuntukkan dalam kondisi pandemi Covid-19.
“Tidak ada konsep kebal hukum. Itu kesimpulan yang salah. Dalam melakukan analisis itu tidak boleh digeneralisir. Dalam konsep pidana pun ada konsep ‘mens rea’,” kata Dini pada merdeka.com, Kamis (9/4).
Dini menjelaskan dalam kondisi pandemi Covid-19 saat ini para pejabat mempunyai tugas yang berat terkait dengan pengeluaran anggaran. Dia menjelaskan hal tersebut juga sudah tertuang dalam aturan tersebut yang menjelaskan bahwa pengeluaran anggaran dianggap biaya krisis dan bukan kerugian negara.
“Para pejabat harus diberikan jaminan perlindungan yang cukup bahwa anggaran tersebut adalah dikeluarkan dalam rangka krisis dan sesuai instruksi/kebijakan yang diambil Pemerintah dalam rangka mengatasi krisis. Jadi kata kuncinya adalah ‘sesuai instruksi/kebijakan Pemerintah’,” jelas Dini.
Sementara itu, sistem pengawasan pengguna dana tersebut sedang dipersiapkan oleh pemerintah. “Dari Perppu itu kan nanti akan ada beberapa peraturan pelaksanaan lebih lanjut yang akan mengatur hal-hal yang lebih teknis lagi,” jelas Dini.
[Admin]