Beritainternusa.com,Jateng – Sejumlah pihak mulai ‘memanasi mesin’ menggaungkan gerakan kotak kosong untuk melawan Gibran Rakabuming Raka yang berpotensi menjadi calon tunggal. Mereka menangkap sinyal politik dinasti dan oligarki dalam pesta demokrasi Pilkada Solo 2020.
Penggagasnya mulai dari tokoh kampus, pemerhati kota, seniman hingga budayawan. Namun gerakan ini masih berupa spontanitas dan belum terorganisasi.
Salah satu penggeraknya ialah aktivis budaya Zen Zulkarnaen. Dirinya sudah aktif mengampanyekan kotak kosong melalui media sosial maupun dalam diskusi informal.
“Penggeraknya dari kaum intelektual kota, kampus, seniman, budayawan, yang jelas tidak terikat dengan partai politik dan calon tertentu. Saat ini masih belum masif, hanya lewat media sosial dan diskusi informal saja,” kata Zenzul, sapaannya, saat ditemui di kawasan Banjarsari, Solo, Jumat (7/8/2020).
Zenzul pun menganggap masih ada kemungkinan jika Gibran bakal memiliki lawan, entah dari partai politik maupun calon independen. Namun jika benar kotak kosong, dia berharap gerakan tersebut dapat segera bergerak lebih masif.
“Sebelum tanggal 6 September (pendaftaran calon) kita belum tahu apakah benar-benar kotak kosong. Tapi dengan dimulai dari sekarang, nanti otomatis gerakan akan lebih cepat jika benar kotak kosong,” ujarnya.
Dia mengakui bahwa tidak mungkin kotak kosong akan menang melawan Gibran. Akan tetapi, dia yakin adanya kotak kosong bakal menjadi koreksi bagi elite politik terhadap sistem yang salah.
“Dan kita yakin kotak kosong tidak akan menang. Tapi paling tidak, adanya suara di kotak kosong menjadi koreksi bagi mereka, bahwa tidak semuanya sepaham. Tapi kalau memang hasilnya 100 persen mendukung calon, ya berarti silakan saja nanti setelah Gibran mungkin anaknya, cucunya, dan seterusnya,” pungkasnya.
Tak hanya Zenzul, seniman sekaligus akademisi Andi Setiawan turut mengkritik sistem demokrasi yang menurutnya berbau oligarki. Lewat ilustrasi visual, Andi ingin mengajak masyarakat menertawakan Pilkada Solo.
Salah satu karyanya menggambarkan sejumlah masyarakat sedang berada di sekitar kursi panas Wali Kota Solo yang diperebutkan dalam Pilkada Solo. Tergambar jelas orang-orang dalam gambar itu sedang tertawa.
Tertulis pula nama-nama kelompok dengan singkatan lucu. Misalnya Mahasiswa Bengawan Anti Dinasti Politik (Mangan Ndas Pitik) dan Serikat Golput Solo (Serigolo).
“Gambar itu jelas sih, karena literally saya beri tulisan Koalisi Warga Solo Menertawakan Pilkada Solo yang Nganu dan Wagu. Ya itu respons masyarakat saja,” kata Andi saat dihubungi wartawan, Jumat (7/8/2020).
Budayawan Solo, Halim HD, mengingatkan agar elite belajar dari kasus Pilkada Makassar beberapa waktu lalu. Kekuatan partai politik dapat dikalahkan dengan kotak kosong.
“Saya setahun lalu aktif di Makassar, saya dukung kotak kosong. Di sana beberapa seniman yang saya kenal ikut menyuarakan itu,” kata Halim saat ditemui di Studio Plesungan, Jumat (7/8/2020).
“Kebetulan di Makassar itu sukses. Gerakan disebarkan lewat WA. Dan bayangkan, calon yang didukung partai-partai itu kalah dengan kotak kosong,” ujar dia.
Halim menilai kemenangan kotak kosong bukanlah tujuan utama. Namun kotak kosong disebut sebagai isyarat bahwa ada sistem demokrasi yang salah di Indonesia.
“Tujuannya bukan kemenangan, tetapi adanya gerakan kotak kosong, golput, itu adalah isyarat bagi elite bahwa harus dibenahi. Harus ada aturan tentang dinasti politik,” kata dia.
[Admin]