Beritainternusa.com,DIY – Penangkapan muncikari berinisial AP alias Kuyang (21) mengungkap bisnis prostitusi online berpelanggan mahasiswa di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Kuyang bahkan merekrut dan menawarkan jasa pekerja seks komersial (PSK) lewat media sosial.
Kuyang yang juga mahasiswa sebuah perguruan tinggi swasta di luar Yogyakarta itu menawarkan jasa PSK dengan tarif ratusan ribu.
“Rata-rata pelanggannya dari kalangan mahasiswa,” kata kata Kanit Reskrim Polsek Mlati Iptu Noor Dwi Cahyanto melalui pesan singkat kepada wartawan, Rabu (15/7/2020).
Dwi menduga, banyaknya mahasiswa yang menggunakan jasa PSK itu dikarenakan tarif yang ditawarkan oleh pelaku untuk sekali berhubungan badan tidak terlalu mahal.
“Mungkin tarifnya, karena untuk short time itu Rp 500 ribu dan long time Rp 800 ribu,” ucapnya.
Dari bisnis itu, Kuyang mengaku mengambil keuntungan antara Rp 100-200 ribu untuk satu kali transaksi. Sejak awal beroperasi pada Juni 2020 hingga 4 Juli setidaknya ada 20 kali transaksi.
Untuk merekrut PSK, pria asal Kaligesing, Purworejo, Jawa Tengah itu menawarkan lowongan pekerjaan sebagai terapis pijat. Penawaran lowongan kerja itu pun dilakukan via media sosial.
“Pelaku melakukan perekrutan korban melalui iklan grup Info Loker Jogja dan Sekitarnya di Facebook yang berisi lowongan sebagai terapis pijat. Tapi faktanya justru dipaksa untuk menjadi PSK, ada dua korban, VN dan WP,” kataKapolsek Mlati Kompol Hariyanto saat jumpa pers di Mapolsek Mlati, Selasa (14/7).
Untuk promosi, pelaku hanya menggunakan satu akun Twitter. Komunikasi antara Kuyang dengan tamu dilanjutkan dengan WhatsApp (WA). Pembayarannya pun lalu dilanjutkan dengan sistem cash on delivery (COD).
Kepada polisi Kuyang mengaku tak kesulitan ekonomi. Dia mengaku khilaf hingga akhirnya berbisnis prostitusi online ini.
“Saya tidak dalam kesulitan ekonomi, bukan buat kuliah juga. Saya khilaf,” kata Kuyang.
Mahasiswa sebuah perguruan tinggi swasta itu ditangkap pada 4 Juli lalu di salah satu hotel daerah Cebongan, Tlogoadi, Mlati, Sleman, DIY. Kini dia ditahan di Mapolsek Mlati.
Terkait fenomena ini, sosiolog kriminal UGM Suprapto menjelaskan kemunculan prostitusi online merupakan dampak dari pergeseran sistem komunikasi dan informasi. Awalnya, langsung melalui bertatap muka menjadi berperantara.
“Saya melihat fenomena prostitusi daring ini disebabkan oleh pergeseran sistem informasi dari face to face langsung menjadi berperantara yang artinya disebabkan oleh kemajuan sistem informasi dan komunikasi,” kata Suprapto saat dihubungi wartawan, Kamis (16/7).
Suprapto menyebut pelanggan PSK online yang rata-rata mahasiswa ini merupakan dampak dari harga jasa yang ditawarkan. Dalam penelitiannya, dulu sekali transaksi jasa PSK mencapai Rp 1,5 juta.
Seiring berjalannya waktu, muncul persaingan antar PSK yang mengakibatkan pergeseran harga. Tak hanya itu, lalu muncul market baru yakni kalangan pelajar.
“Akhirnya muncul pelanggan baru dari kalangan mahasiswa. Bahkan dari penelitian saya, bukan hanya mahasiswa tapi pelajar juga ada karena (harga) relatif terjangkau,” lanjutnya.
Selain harga, dalam penelitiannya itu mengungkap rata-rata pelanggan prostitusi dari kalangan mahasiswa atau pelajar hanya ingin cari sensasi dan sarana prestise. Begitu pula, mahasiswa yang akhirnya turut menjadi penjaja seks. Kemudian ada juga faktor ditutupnya lokalisasi hingga prostitusi jadi tidak mudah dikontrol.
“Jadi siapa saja mereka (di lokalisasi), kesehatannya seperti apa, yang datang siapa saja. Tapi ketika itu ditutup itu menyebar ke mana-mana dan membuka peluang untuk prostitusi daring,” bebernya.
[Admin]