Beritainternusa.com,Jakarta – Rachmawati Soekarnoputri kembali melakukan manuver di dunia politik. Kali ini Rachmawati memenangkan gugatan atas pihak KPU terkait Pasal 3 ayat (7) PKPU Nomor 5 Tahun 2019 tentang Penetapan Pasangan Calon Terpilih, Penetapan Perolehan Kursi, dan Penetapan Calon Terpilih dalam Pemilihan Umum.
Rachmawati pun angkat bicara terkait kemenangannya atas KPU tersebut. Rachmawati mengaku menghormati putusan Mahkamah Agung (MA) dan Mahkamah Konstitusi (MK) meski itu berbeda dengan tuntutan yang disampaikan dalam gugatannya.
“Perlu saya sampaikan bahwa kami menerima salinan putusan tersebut pada tanggal 3 Juli 2020. Dan perlu diketahui pula posisi saya adalah menghormati 2 produk putusan, baik Mahkamah Konstitusi maupun Mahkamah Agung,” kata Rachmawati dalam video yang diterima, Senin (13/7/2020).
“Dalam konteks permohonan yang kami ajukan ke MA, memiliki objektum litis yang berbeda dengan putusan MK, dan tentu saja tidak bersifat mutatis mutandis. Saya pribadi ucapkan terima kasih kepada ahli tata hukum, tata negara, yang telah ikut memberikan pandangan perihal putusan ini. Objektum litis yang kami ajukan perihal produk hukum yang dikeluarkan KPU yaitu norma pasal 3 ayat 7 PKPU Nomor 5 tahun 2019,” sambungnya.
Dia berharap putusan MA ini menjadi perbaikan demokrasi Indonesia agar lebih baik. Sebab. Rachmawati menilai demokrasi Indonesia saat ini ada di demokrasi liberal.
“Tentu saja harapan terhadap putusan MA adalah perbaikan demokrasi Indonesia ke depan yang lebih baik, dan lebih sehat, sebagaimana kita ketahui bersama, demokrasi yang kita alami sekarang adalah produk daripada amandemen konstitusi kita dengan amandemennya 4 kali, sehingga demokrasi yang terjadi sekarang adalah demokrasi liberal,” tutur Rachmawati.
Kemudian Rachmawati pun sempat menyayangkan sikap KPU yang tidak menunda proses tahapan Pilpres ketika gugatannya terkait pasal tersebut terdaftar di MA. Dia pun mempertanyakan pembuatan PKPU Pasal 3 Ayat 7 Nomor 5 Tahun 2019 saat itu.
“Saya menyoroti institusi KPU terkait permohonan kami ke MA, seharusnya pihak KPU menunda proses tahapan Pilpres ketika permohonan uji materil kami telah teregister oleh MA pada tanggal 14 Mei 2019,” ujar Rachmawati dalam video yang diterima, Senin (13/7/2020).
“Bunyi amar putusan MA menyatakan ketentuan Pasal 3 Ayat 7 PKPU Nomor 5 Tahun 2019, Tentang Penetapan Paslon Terpilih, Penetapan Kursi, dan Penetapan Calon Terpilih dalam Pemilihan Umum, tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat,” tegasnya.
Menurutnya, KPU sebagai institusi tidak menjalankan apa yang tertuang dalam aturan itu dalam menetapkan presiden terpilih periode 2019-2024.
“Saya Rachmawati Soekarnoputri mempertanyakan maksud pembentukan norma peraturan KPU Pasal 3 Ayat 7 Nomor 5 Tahun 2019. Hal ini terkait dengan pertanyaan salah satu komisioner KPU yang menyatakan bahwa KPU tidak menggunakan PKPU Nomor 5 Tahun 2019, Pasal 3 Ayat 7 dalam menetapkan presiden terpilih 2019-2024. Sehingga menjadi pertanyaan, untuk apa gunanya pembentukan norma peraturan KPU Pasal 3 Ayat 7 Nomor 5 Tahun 2019 tersebut,” katanya.
Dia menilai selama proses Pemilu 2019 kemarin, apa yang menjadi putusan MA tentang PKPU ini terlihat. Rachmawati juga mengaku akan melaporkan putusan MA ke DKPP.
“Selama proses pemilu tergambar, tentu saja dalam putusan MA tersebut. Oleh karenanya saya berpandangan terbuka opsi mengajukan persoalan pelanggaran yang dilakukan oleh KPU ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu yaitu DKPP,” ungkapnya.
Pihak KPU pun menanggapi putusan Mahkamah Agung (MA) yang membatalkan Peraturan KPU soal syarat suara mayoritas bila ada dua capres. KPU menegaskan putusan MA tersebut tidak berpengaruh pada keabsahan penetapan pasangan calon presiden dan wakil presiden dalam pilpres yang dimenangi pasangan Joko Widodo-Ma’ruf Amin.
“Putusan MA 44/2019 tidak berpengaruh terhadap keabsahan penetapan paslon presiden dan wapres terpilih hasil Pemilu 2019,” kata komisioner KPU Hasyim Asyari dalam keterangan pers, Selasa (7/7).
KPU menyebut hasil Pilpres 2019 sudah sesuai dengan ketentuan formula pemilihan (electoral formula) sebagaimana ditentukan oleh Pasal 6A UUD 1945 (konstitusional). Selain itu, terdapat putusan MK PUU 54/2014 yang menerangkan, apabila terdapat dua pasangan calon, tidak perlu putaran kedua.
Sebagai informasi, Rachmawati menggugat PKPU Pasal 3 ayat (7) Peraturan KPU Nomor 5 Tahun 2019 ke MA pada 13 Mei 2019 lalu dan terdaftar 14 Mei 2019. Gugatan itu juga sudah diputus MA pada 28 Oktober 2019.
“Mengabulkan permohonan pengujian hak uji materiil dari Para Pemohon: 1. Rachmawati Soekarnoputri, 2. Asril Hamzah Tanjung, 3. Dahli, 4. Ristiyanto, 5. Muhammad Syamsul, 6. Putut Triyadi Wibowo, 6.Eko Santojo, 7. Hasbil Mustaqim Lubis untuk sebagian,” demikian bunyi putusan MA yang dikutip awakmedia, Selasa (7/7).
Rachmawati Soekarnoputri pun menang melawan KPU di Mahkamah Agung (MA) terkait gugatan Pasal 3 ayat (7) Peraturan KPU Nomor 5 Tahun 2019 tentang Penetapan Pasangan Calon Terpilih, Penetapan Perolehan Kursi, dan Penetapan Calon Terpilih dalam Pemilihan Umum. Putusan yang membatalkan peraturan KPU soal syarat suara mayoritas bila ada dua capres ini diketok oleh ketua majelis Supandi pada Oktober 2019 dan baru dipublikasi pekan ini.
KPU menyatakan perolehan suara Presiden Joko Widodo-Ma’ruf Amin sudah sesuai dengan syarat UUD 1945. KPU pun merujuk pada Pasal 6A UUD 1945.
“Menyatakan ketentuan Pasal 3 ayat (7) Peraturan Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2019 tentang Penetapan Pasangan Calon Terpilih, Penetapan Perolehan Kursi, dan Penetapan Calon Terpilih dalam Pemilihan Umum, bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi yaitu Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum,” sambung majelis.
[Admin]