ilustrasi

Beritainternusa.com,Jakarta – Komisi Perlindungan Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyoroti terkait masih ada praktik penyiksaan dan perlakuan merendahkan martabat manusia (ill treatment) khususnya perempuan dan anak di Indonesia. Walaupun sudah memiliki banyak kerangka normatif, praktik tersebut terus terjadi dan berulang.

Pimpinan Transisi Komnas Perempuan, Mariana Amiruddin mengatakan, berdasarkan pemantauan sepanjang tahun 2019-2020 terhadap tahanan perempuan dalam konteks konflik di Papua dan Papua Barat, ditemukan adanya indikasi perlakuan penyiksaan dan ill treatment terkait kasus makar.

“Terutama ketika mereka melakukan demonstrasi dan menyatakan pendapat,” katanya dalam pesan singkat, Jumat (26/6).

Selain perempuan, dia menjelaskan, Komnas HAM juga memantau terhadap beberapa kasus pada anak dan menunjukkan adanya kerentanan penyiksaan. Misalnya terjadi pada anak-anak yang terlibat dalam demo Bawaslu dan demo penolakan RKUHP 2019 yang lalu.

“Anak-anak juga mendapatkan perlakuan yang tidak tepat saat diamankan aparat di lokasi demo maupun saat menjalani proses di Kepolisian,” jelasnya.

Sementara itu, Wakil Ketua Bidang Eksternal, Amiruddin mendapatkan data 15 kasus dugaan penyiksaan atau merendahkan martabat selama 2019-April 2020. Dia menyebut, penyiksaan tersebut khususnya terjadi di institusi kepolisian.

“Terjadi saat proses pemeriksaan awal atau interogasi berupa dipukul baik menggunakan tangan kosong maupun alat seperti popor senjata, balok, dan lainnya, ditendang, kaki ditimpa dengan meja, disetrum, mata ditutup lakban, dicambuk, dipaksa menelan air kotoran, dan tidak diberi makan agar terduga Pelaku mengakui sangkaan/tuduhan dari pihak Kepolisian,” katanya.

Tidak hanya itu, Komnas HAM juga mendapati adanya fakta terdapat dugaan penyiksaan dan perlakuan yang tidak manusiawi serta merendahkan martabat terhadap anak-anak.

Hal tersebut, kata Amiruddin, terjadi saat peristiwa aksi massa menentang revisi UU KPK dan RKUHP pada 24-30 September 2019 dalam proses penangkapan.

“Berupa pemukulan baik tangan kosong maupun pentungan, ditumpuk bertindih dalam posisi telungkup dengan tangan di belakang, dan diinjak,” jelasnya.

Sementara itu, dia mengungkapkan, berbagai cara bisa dilakukan untuk menghentikan terjadinya upaya tersebut, salah satunya dengan berdialog. Dialog, Amiruddin menerangkan, bisa membuat keterbukaan serta kebebasan bertemu berbagai pihak yang berkepentingan, kerja bersifat rahasia-independen dan non ajudikatif.

“Mekanisme ini menunjang Pemerintah Indonesia dalam memerangi penyiksaan yang terjadi di berbagai belahan dunia,” tutupnya.

[Admin]

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here