Beritainternusa.com,Jakarta – Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) mengapresiasi pengungkapkan pengusaha rekanan Polri rasa ‘Kapolri Swasta’ yang mengatur mutasi dan proyek di tubuh Korps Bhayangkara. Kapolri Swasta itu sebelumnya diungkapkan anggota Komisi III DPR Sarifuddin Sudding dalam rapat kerja dengan Kemenkum HAM, Polri, dan Kejaksaan Agung di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (24/6) kemarin.
“Informasi tentang ada rekanan-rekanan Kepolisian yang bertindak seperti Kapolri Swasta adalah informasi penting yang diharapkan dapat dibuka siapa-siapa saja yang dimaksud, dengan disertai dengan bukti-buktinya, sehingga transparan dan dapat ditindaklanjuti,” kata anggota Kompolnas Poengky Indarti saat dihubungi awak media, Kamis (25/6).
Poengky mengatakan, untuk pengadaan barang sesuai dengan pemerintahan yang bersih dan baik dibutuhkan perencanaan yang tepat dan transparansi. Oleh karena itu, menurut dia, penting bagi Polri untuk membuat blue print perencanaan pembelian almatsus (alat material khusus) dan alpakam (alat peralatan keamanan) setidaknya untuk jangka waktu 5 tahun ke depan.
“Selain itu penting untuk membuat e-katalog almatsus dan alpalkam. Penting juga bagi Polri untuk memprioritaskan pembelian almatsus dan alpalkam buatan dalam negeri,” ujar dia.
Sebelumnya anggota Komisi III DPR RI Sarifuddin Sudding meminta Polri untuk mengevaluasi rekanan dalam program-program pengadaan. Hal ini dia sampaikan dalam rapat kerja dengan Kemenkum HAM, Polri, dan Kejaksaan Agung di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta.
Dia mengatakan, sumber anggaran Polri ada yang berasal dari pinjaman luar negeri dan kredit ekspor. Pada tahun 2020, kredit ekspor Polri mencapai sekitar USD590 juta dengan 17 rincian kegiatan.
“Kalau kita lihat agak samar-samar sebenarnya. Jadi banyak kredit ekspor di institusi kepolisian ini kalau saya lihat banyak bidang elektronik,” kata dia, Rabu (24/6).
Dia pun meminta Polri untuk mengevaluasi tersebut. Apalagi dia menerima laporan, bahwa pengusaha yang menjadi rekanan Polri dalam proyek-proyek itu merupakan orang yang itu-itu saja.
“Karena ada informasi kredit ekspor yang USD 590 juta ini rekanan kepolisian hanya yang itu-itu saja. Saya tahu siapa pengusahanya di situ yang bermain,” ungkapnya.
Tak hanya itu, Politikus PAN ini meminta agar pengusaha rekanan Polri tersebut ditertibkan lantaran mereka tidak hanya menjadi partner kerja sama bisnis. Lebih dari itu, lanjut dia, pengusaha rekanan itu mencoba mengatur institusi kepolisian.
“Saya kira rekanan-rekanan di kepolisian ini perlu ditertibkan. Jangan sampai mereka bertindak sebagai Kapolri swasta yang mengatur-atur institusi kepolisian. Karena saya melihat sendiri Pak Wakapolri, pengusaha yang ada di Pacific Place itu tempat kumpulnya para polisi ngatur-ngatur orang-orang yang mau Sespimti ngatur-ngatur yang mutasi dan sebagainya,” terang dia.
“Saya kira ini perlu ditertibkan. Sudah kerja proyek di institusi kepolisian, juga ngatur-ngatur institusi kepolisian. Bertindak kayak Kapolri swasta. Saya kira Pak Wakapolri tahu ini orangnya,” imbuh Sudding.
Di tempat yang sama, Wakil Kepala Polri (Wakapolri) Komjen Gatot Eddy menuturkan, pihaknya sudah melakukan evaluasi terkait belanja barang yang melibatkan rekanan.
Saat ini, pihaknya sedang menyiapkan blue print dan roadmap (peta jalan) terkait apa saja yang menjadi kebutuhan Polri di waktu yang akan datang. Nantinya, belanja yang dilakukan akan berpatokan pada blue print dan peta jalan tersebut. Jadi tidak ada lagi kesan Polri mengikuti kemauan rekanan, tapi rekanan yang mengikuti Polri.
“Kami ingin menyampaikan ke depan supaya efisiensi kita sudah menyiapkan blue print dan roadmap. Jadi 2021 kita sudah tahu barang apa yang harus kita beli. Vendor harus ke sana. Kita tidak mengikuti pada vendor lagi. Ini sedang disusun oleh Pak Asrena dan Pak Aslog,” ucap Gatot.
“Jadi kita 5 tahun ke depan sudah ada (blue print) mulai 2021,” lanjut dia.
Gatot mengatakan, pengadaan barang dengan metode kredit ekspor pada 2020 sebenarnya sudah disusun sejak lima tahun lalu, tepatnya di 2014. Dia mengungkapkan, dari 17 item yang diadakan tahun 2020, cuma satu item yang merupakan peralatan elektronik.
“Kami lihat data Pak disitu ada 17 item yang elektronik hanya satu saja. Yaitu alat komunikasi Pak. Sedangkan yang lain ada kapal, water cannon,” urai dia.
Blue print yang disusun Polri juga untuk menghindari adanya kesan ‘rekanan atau vendor yang itu-itu saja’. Dengan demikian, ke depan rekanan yang akan bekerja sama dengan Polri, akan disesuaikan dengan barang yang dibutuhkan pada tahun itu.
“Terhadap rekanan yang itu-itu saja, maka kita membuat blue print sehingga tahun depan tidak banyak vendor. Karena dia keahliannya A, itu terus yang diadakan. Tahun 2021 silakan itu yang dibeli, tahun 2022 ini (yang dibeli), sesuai dengan kebutuhan. Tentu menyesuaikan dengan perkembangan dan ancaman gangguan keamanan yang kita hadapi,” tegas dia.
[Admin]