Sri Sultan HB X

Beritainternusa.com,DIY – Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta yang juga Raja Kesultanan Yogyakarta, Sri Sultan Hamengku Buwono X  kembali menyapa masyarakat melalui program #SultanMenyapaJilid10. Dalam sapaan bertajuk ‘Menata Normal-Baru, Menuju Peradaban Baru’, Sultan ingin masyarakat tidak meninggalkan pemahaman tentang Keistimewan DIY.

Berikut isi dari #SultanMenyapaJilid10:

Sri Sultan Menyapa Edisi #10

Menata Normal-Baru, Menuju Peradaban Baru DIY

Assalamualaikum wr. wb.
Salam sejahtera untuk kita semua,

‘Menata Normal-Baru’ dengan ‘Norma-Baru’, itulah arah mendasar untuk ‘Menuju Peradaban Baru DIY’. Bagaimana bayangan bentuknya? Seperti yang saya sampaikan, mau tidak mau kita harus mendarat darurat di sebuah pulau yang tidak kita kenal sama sekali -sebuah terra incognita.

Di masa pengenalan ini, pertama-tama kita harus mengatasi trauma sosial. Kita memerlukan socio-cultural healing, terlebih dulu. Bangun dari keterpurukan yang menghantam tiba-tiba, juga memerlukan refleksi kehidupan masa lalu, sebagai ancangan perbaikan ke depan. Back to nature, dengan mengutamakan sesuatu yang memang dibutuhkan, bukan memanjakan kelimpahan yang diinginkan, sebuah ilusi kehidupan dulu yang hiper-realita.

Penerapan Kebijakan Normal-Baru, bukan hanya membuka kembali aktivitas-aktivitas kehidupan dengan standar dan protokol tertentu. Lebih dari itu. Juga menyatukan kehendak membangun hidup bersama di tengah keragaman perbedaan. Utamanya, harus didasari oleh mutual trust untuk memperoleh mutual-benefits. Diikuti kesadaran dan kesediaan saling-belajar, memahami, menghargai dan berbagi, sebagai pengikat partisipasi, solidaritas dan kolaborasi dalam mewujudkan harmoni kehidupan bersama. Untuk itu, kita semua harus siap mengubah mindset dalam mengelola kehidupan bersama.

Lalu, bagaimana penerapannya dalam pembentukan peradaban baru DIY? Sejatinya tidak mudah untuk menjawabnya, apalagi mewujudkannya. Memerlukan pandangan reflektif guna memperkuat fondasi pemahaman penyelenggaraan keistimewan DIY ke depan, berlandaskan Nilai-Nilai Filosofi, Core-Beliefs, dan Nilai-Nilai Budaya, Core-Values, yang mengatur hubungan vertikal dan horizontal.

Nilai-nilainya itu dibagi dalam tiga tataran, yaitu (1) Nilai dasar yang bersifat abstrak dan tetap; (2) Nilai instrumental yang bersifat kontekstual dengan tuntutan zaman; dan (3) Nilai praksis yang terekspresikan dalam kehidupan sehari-hari, cara rakyat mewujud-nyatakan nilai-nilai itu.

Sesungguhnya, pada nilai praksislah ditentukan tegak, atau rapuhnya nilai dasar dan nilai instrumental itu. Implikasinya, nilai-nilai yang abstrak-umum-universal itu perlu ditransformasikan menjadi rumusan yang riil-spesifik-kolektif, bahkan bersifat individual. Artinya, nilai-nilai itu menjadi sifat-sifat dari subyek kelompok dan individu, sehingga menjiwai perilaku dalam lingkungan praksisnya di bidang ketugasan, profesi, dan kehidupan pribadi.

Itulah substansi yang paling esensial dan aktual yang harus diwujudkan sebagai fondasi awal sekaligus langkah strategis ‘Menuju Peradaban Baru DIY’, yang juga harus dipahami oleh setiap Insan Peradaban Yogyakarta. Akhirnya, jangan lagi dikembalikan pada perdebatan makna nilai-nilai ideal yang di Era Baru ini tidak mengakar. Semoga demikianlah adanya!

Sekian, terima kasih.
Wassalamualaikum wr. wb.

Selasa Kliwon, 23 Juni 2020
HAMENGKU BUWONO X

Selanjutnya penjelasan dari Kabag Humas Biro Umum Humas dan Protokol Setda DIY…

Kabag Humas Biro Umum Humas dan Protokol Setda DIY, Ditya Nanaryo Aji, menjelaskan maksud dari #SultanMenyapa jilid 10 adalah tata laksana peradaban DIY yang termaktub dalam konsep ‘Jogja Gumregah’ yang mulai telah dijalankan sejak 2012.

Namun saat ini, masyarakat harus melakukan adaptasi sekaligus merekayasa strategi untuk menyikapi pandemi virus Corona.

“Tentu ada risiko logis dari rekayasa strategi ini, di mana kita dihadapkan pada situasi yang belum menentu. Situasi inilah yang dikenal dengan normal baru, dengan berbagai aturan-aturan yang menyertainya,” papar Ditya melalui keterangan tertulis kepada wartawan, Selasa (23/6/2020).

Bagi DIY sendiri, lanjut Ditya, norma baru inilah yang harus menjadi main guidance menuju peradaban baru. Dia menyebutnya dengan istilah ‘new norm for new civilization‘.

[Admin]

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here