Beritainternusa.com,Jakarta – Anggota Komisi IV DPR dari Fraksi PKS, Slamet menilai RUU Cipta Kerja tidak sejalan dengan semangat demokrasi di Indonesia. Dia mengatakan RUU Cipta Kerja terkesan ingin merampas demokrasi dan penerapan otonomi daerah dengan berbagai ketentuan yang memberikan kewenangan besar bagi pemerintah pusat.
Dia mencontohkan, misalnya Pasal 19 RUU Cipta Kerja yang mengubah UU Nomor 27 Tahun 2007 Juncto UU Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
“Hal tersebut menjadikan Indonesia sebagai negara yang dipimpin oleh pemerintahan yang sentralistik dan diktator. Bukan hanya itu, peraturannya juga berpotensi mengancam kelestarian lingkungan dan kesejahteraan rakyat. Sebaliknya, justru berpotensi meningkatkan kesejahteraan pengusaha, bahkan asing,” kata Slamet dalam keterangannya, Kamis (4/6).
Slamet memaparkan, segala perizinan yang semula diterbitkan oleh menteri, gubernur, atau bupati/walikota, semuanya dialihkan kepada pemerintah pusat. Beberapa poin penting dalam Undang-Undang yang dibuat oleh DPR RI, semua diubah menjadi Peraturan pemerintah.
“Ada hal krusial pada pasal 26A (2) di mana kalimat ‘penanaman modal asing harus mengutamakan kepentingan nasional’, itu dihilangkan. Hal krusial lain terdapat di pasal 26A (4) mengenai persyaratan pemberian izin diantaranya: ‘menjamin akses publik; tidak berpenduduk; belum ada pemanfaatan oleh masyarakat lokal; bekerja sama dengan peserta Indonesia; melakukan pengalihan saham secara bertahap kepada peserta Indonesia; melakukan alih teknologi; dan memperhatikan aspek ekologi, sosial, dan ekonomi pada luasan lahan’. Itu semua dihilangkan,” papar Slamet.
Dia mendesak draf RUU Cipta Kerja dikembalikan kepada eksekutif untuk disusun kembali. Penyusunan kembali draf tersebut bertujuan juga untuk memberikan hak bagi pemerintah provinsi dan kota/kabupaten terkait pembuatan aturan rinci yang ringkas di tingkat provinsi dan daerah dan peluang untuk mendapatkan pendapatan daerah.
“Tak lupa memberikan hak legislasi kepada DPR untuk memastikan bahwa persyaratan penting atau krusial tetap ada di Undang-undang,” pungkasnya.
[Admin]