Beritainternusa.com,Jakarta – Politikus Demokrat Didik Mukrianto menegaskan pemerintah seharusnya lebih mendengarkan aspirasi dan keputusan daerah terkait dengan rencana pelonggaran Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Sebab berdasarkan perhitungan rasional, para kepala daerah jauh lebih mengenal situasi dan kondisi daerah dibandingkan pemerintah pusat.
PSBB, ujar dia, merupakan produk kebijakan dan produk hukum Kementerian Kesehatan yang dikeluarkan dengan pertimbangan yang utuh yang disinergikan dengan seluruh kebijakan penanganan Covid-19, termasuk UU 6/2018, Keppres 11/2020, PP 21/2020 dan Keppres 12/2020 tentang Penetapan Bencana Nonalam Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) sebagai Bencana Nasional.
Atas dasar itulah, segala langkah strategis dan kebijakan yang diatur dalam putusan PSBB tersebut sangat terukur dan akuntabilitasnya bisa dipertanggungjawabkan sepenuhnya. PSBB memiliki jangka waktunya, bisa diperpanjang dan dihentikan sesuai dengan tingkat pengendalian dan kondisi masyarakat di daerah.
“Tentu pertimbangan daerah yang lebih utama karena pengendaliannya ada di bawah komando Kepala Daerah yang mengajukan PSBB. Dengan dasar itu, logikanya pejabat daerah yang lebih tahu kondisi daerahnya,” katanya, Selasa (19/5).
Dia memandang, diskusi atau wacana terkait pelonggaran PSBB itu idealnya bukan mengedepankan pertimbangan politik. Namun lebih kepada pertimbangan kesehatan dan keselamatan rakyat.
“Di saat seperti saat ini, rakyat jangan dibingungkan dengan permainan kata-kata atau diksi-diksi yang membingungkan, apalagi menimbulkan perdebatan dan kontroversi di publik,” tegas dia.
Perilaku dan ucapan pemimpin, jelas Didik, selalu akan menentukan perilaku masyarakatnya. Untuk itu, dia memohon agar pemerintah dapat merapatkan barisan, menertibkan ego sektoral di Kementerian/Lembaga yang belum memiliki visi yang sama dalam penanganan Covid-19.
“Setop dan sudahi wacana-wacana dan pernyataan-pernyataan yang menimbulkan spekulasi publik yang tidak perlu. Ada kalanya diam itu emas, daripada berwacana tapi membingungkan dan menimbulkan ketidakpastian, bahkan berpotensi melahirkan kegaduhan atau kekacauan,” terang dia.
Menurut anggota Komisi III DPR RI ini, ada baiknya jika pemerintah menyusun perencanaan yang baik, utuh dan terintegrasi dalam penanganan Covid-19 ini. Misalnya dengan membuat road maps (peta jalan) tunggal penanganan Covid-19 untuk dipedomani bersama. Selanjutnya memastikan eksekusi dan pelaksanaannya akuntabel dan eksekutabel dari tingkat atas hingga daerah.
“Pastikan juga seluruh organ dan pejabat pemerintah menjalankannya. Apabila dalam perjalannya dibutuhkan keputusan baru, lakukan secara utuh melalui koordinasi bersama dengan mendengarkan segenap lapisan masyarakat secara utuh,” ujar dia.
Pemerintah diharapkan dapat membuat keputusan yang objektif, pasti/firm, serta terang dan jelas. Karena di saat sulit seperti sekarang ini arahan pemerintah dan pemimpin yang akan menentukan.
“Jadilah pemimpin yang bijak dan tanggap, jangan asal berwacana yang bisa membingungkan,” tukas Didik.
“Bisa bayangkan, kalau rakyat bingung, punya pemahaman dan persepsi sendiri-sendiri, serta bergerak sendiri-sendiri, apa yang akan terjadi? Kalau sampai rakyat distrust kepada pemimpinnya, kepada pemerintahnya, maka Indonesia akan bisa menghadapi krisis yang lebih dalam dan berkepanjangan,” tandasnya.
Diberitakan sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Muhadjir Effendy menjelaskan, hingga saat ini pemerintah tidak akan melakukan pelonggaran Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Namun pemerintah akan lakukan pengurangan pembatasan dan nantinya akan dikaji lebih dalam.
“Saya ingin tekankan Bapak Presiden mengingatkan kembali tidak ada pelonggaran PSBB bahwa akan ada pengurangan pembatasan iya, maka itu akan dikaji,” katanya usai rapat terbatas melalui siaran telekonference di Jakarta, Senin (18/5).
Dia mengatakan, nantinya saat ada pengurangan pembatasan masyarakat akan melakukan aktivitas dengan melaksanakan protokol kesehatan. Sebab itu, pelonggaran tidak akan dilakukan namun akan diterapkan pengurangan PSBB.
“Kenapa itu harus kita jelaskan karena jangan sampai masyarakat menyaksikan longgar itu semau gue, setelah longgar kemudian tidak boleh seenaknya, padahal protokol kesehatan justru harus diperketat,” jelasnya.
[Admin]