Beritainternusa.com,Jakarta – Ombudsman RI Perwakilan Jakarta Raya menyebut telah menggelar inspeksi mendadak (sidak) dan meminta keterangan kepada pihak Bandara Soetta pada Sabtu, 16 Mei 2020. Permintaan keterangan dan sidak ini dilakukan buntut terjadinya penumpukan penumpang di Bandara Soetta pada, Kamis 14 Mei 2020.
Kepala Perwakilan Ombudsman Jakarta Raya Teguh P Nugroho menyebut, sidak dilakukan untuk melihat pelayanan publik atas pencegahan Covid-19 di Bandara Soetta.
“Kami menemukan, ada potensi besar Bandara Soetta menjadi wahana cluster penyebaran Covid-19, baik pada tanggal 14 Mei 2020 maupun di hari-hari berikutnya,” ujar Teguh, Selasa (18/05/2020).
Atas sidak tersebut, Teguh meminta Ketua Pelaksana Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 mengevaluasi pelaksanaan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 25 Tahun 2020 dan Surat Edaran Gugus Tugas Nomor 4 Tahun 2020 di Bandara Soetta.
Permenhub Nomor 25 Tahun 2020 yakni tentang Pengendalian Transportasi Selama Masa Mudik Idul Fitri Tahun 1441 Hijriah Dalam Rangka Pencegahan Covid-19 dan Surat Edaran Gugus Tugas Nomor 4 Tahun 2020 tentang Kriteria Pembatasan Perjalanan Orang Dalam Rangka Percepatan Penanganan Covid-19.
“Evaluasi ini penting jika kebijakan kita terkait penanganan Covid-19 masih berfokus pada pemutusan rantai penyebaran virus dan belum berubah menjadi pendekatan herd immunity,” ujar
Menurut Teguh, pada tanggal 14 Mei 2020, berdasarkan keterangan dan dokumen yang diperoleh tim pemeriksa Ombudsman, saat itu hanya ada satu check point untuk 13 penerbangan. Sementara jangka waktu antara satu penerbangan dengan yang lain tak lebih dari 20 hingga 30 menit.
Dengan asumsi penerbangan tersebut menggunakan pesawat tipe Boeing 737-900ER atau yang sekelas dengan kapasitas tempat duduk 215 tempat duduk, dan izin penerbangan tersebut hanya boleh di isi 50% nya, maka ada sekitar kurang lebih 1.300 calon penumpang yang harus diverifikasi oleh seluruh petugas di lapangan.
“Jadi dengan situasi ini bisa dipastikan, tidak ada proses check and re-check oleh petugas di lapangan terhadap keabsahan dokumen tersebut, bahkan untuk sekedar memastikan bahwa para penumpang memiliki seluruh dokumen yang diperlukan. Dan hal tersebut terkonfirmasi dari keterangan Otoritas Bandara yang menyatakan bahwa tidak ada proses validasi dokumen,” kata Teguh.
Teguh menyatakan hal tersebut tidak hanya terjadi pada 14 Mei 2020. Pada 16 Mei 2020, saat tim Ombudsman menggelar sidak, tim menemukan penumpang tetap bisa berangkat sekalipun dari daftar check list dokumen yang bersangkutan tidak memenuhi syarat.
Teguh berpandangan, jumlah personil dan kewenangan yang terbatas serta jeda waktu antar penerbangan menyebabkan proses pengecekan keabsahan dokumen kepada pihak yang memberikan izin tidak mungkin dilakukan.
Aspek lain yang menjadi temuan Ombudsman adalah tidak adanya proses strerilisasi kawasan pemeriksaan. Sehingga banyak pihak yang tidak berkepentingan termasuk terduga calo yang membantu para calon penumpang untuk lolos proses pemeriksaan.
“Potensi tersebut sangat mungkin terjadi, karena Ombudsman menemukan pihak-pihak tersebut juga menawarkan jasa “perbantuan” di Drop Zone Area,” kata Teguh.
Menurut Teguh, para calo menawarkan jasa membantu penumpang untuk berangkat atau jika pesawat telah memenuhi batas kuota, tawaran berikutnya berangkat dengan travel plat hitam ke daerah-daerah tujuan penumpang.
“Kami sampai pada kesimpulan bahwa pelaksanaan mudik dengan pembatasan yang pemeriksaan dokumennya dilaksanakan langsung di bandara adalah sebagai mission impossible bagi para operator di lapangan,” ujar Teguh.
Ombudsman mengkhawatirkan hal tersebut juga akan terjadi di stasiun kereta untuk para calon penumpang kereta luar biasa dan terminal-terminal.
“Bandara yang proses pemeriksaannya jauh lebih baik dan ketat di banding stasiun dan terminal saja tidak mampu melakukan verifikasi keabsahan dokumen, apalagi di stasiun dan terminal,” kata Teguh.
[Admin]