Beritainternusa.com,Jakarta – Data pelaporan kematian dan pemakaman di DKI Jakarta disorot lantaran mengandung anomali. Ada yang tidak normal pada angka kematian dan pemakaman pada Maret dan April 2020. Pemprov DKI Jakarta pun angkat bicara.
Anomali data mulanya diamati oleh akun @Aswicahyono. Pemilik akun tersebut mengamati data kematian dan pemakaman resmi yang ditampilkan Pemprov DKI di situs Jakarta Open Data (angka kematian) dan Dinas Pertamanan Hutan Kota (angka pemakaman).
Data yang diamati dari Januari 2019 hingga April 2020. Polanya, angka pelaporan kematian selalu lebih besar dibanding data pemakaman, kecuali pada Maret dan April 2020, di masa pandemi Corona.
“Catatan: Data jumlah pelaporan kematian adalah mencakup pelaporan peristiwa kematian dari penduduk (termasuk kematian sebelum tahun/ bulan waktu pelaporan), sehingga jumlah laporan kematian tidak identik dengan jumlah kematian di bulan tersebut,” tulis @Aswicahyono, yang dikutip awak media, Minggu (17/5/2020).
Pengamatan tersebut kemudian di-retweet oleh bos lembaga survei Cyrus Network @datuakrajoangek. Sontak sorotan ini kian ramai karena dibagikan ulang.
Beberapa awak media lalu mengecek data yang ditampilkan di dua situs DKI tersebut. Data yang didapat identik dengan yang ditampilkan oleh @Aswicahyono. Datanya sebagai berikut:
Foto: Sumber data angka kematian dari data.jakarta.go.id. Sumber data angka pemakaman dari pertamananpemakaman.jakarta.go.id |
Dari tabel di atas bisa dilihat memang ada anomali data pada Maret dan April 2020. Selain itu, angka pelaporan kematian pada Maret dan April 2020 jauh lebih rendah dibandingkan bulan-bulan sebelumnya, termasuk dibandingkan dengan bulan yang sama pada 2019.
Soal anomali data ini, Kepala Dinas Kehutanan DKI Suzi Marsita mengatakan data kematian dan pemakaman tak bisa disandingkan. Dia menjelaskan, dua situasi yang mempengaruhi data tersebut.
“Angka kematian dan angka pemakaman memang berbeda karena data pemakaman adalah data warga yang meninggal dan dimakamkan di TPU di Provinsi DKI Jakarta, sedangkan angka kematian adalah jumlah yang meninggal di DKI yang belum tentu dimakamkan di TPU Pemprov DKI. Jadi data kematian dan data pemakaman tdk dapat disandingkan dan diperbandingkan,” ujar Suzi saat dimintai tanggapannya, Sabtu (16/5) kemarin. Suzi belum menjawab pertanyaan lanjutan yang diajukan.
Untuk diketahui, data informasi resmi Pemprov DKI Jakarta, corona.jakarta.go.id, hingga 1 Mei 2020, total ada 1.617 pemakaman dengan protap Corona. Sementara jumlah pasien Corona yang meninggal di DKI per 2 Mei 2020 ada 400 orang.
Sementara itu, Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil) Pemprov DKI Jakarta turut menjelaskan soal kematian yang lebih rendah dari data layanan pemakaman pada Maret-April, awal-awal kasus COVID-19 pertama kali diketahui di Indonesia. Dukcapil menyebut fenomena itu terjadi karena pembatasan sosial berskala besar atau PSBB.
“Mengenai menurunnya jumlah pelaporan kematian penduduk di bulan Maret dan April, ini berkaitan dengan diberlakukannya PSBB dan imbauan untuk menunda pengurusan dokumen kependudukan kecuali untuk hal-hal yang mendesak dan selama pandemik COVID-19,” ucap Kepala Dinas Dukcapil DKI Jakarta, Dhany Sukma, saat dihubungi, Minggu (17/5/2020).
Dhany menyebut surat pelaporan kematian tak menjadi syarat pengurusan pemakaman.
“Ini, Surat Keterangan Pelaporan Kematian tidak menjadi persyaratan pengurusan izin pemakaman, sehingga memang tidak semua warga melaporkan peristiwa kematian keluarganya kepada Disdukcapil/kelurahan,” ujar Dhany.
Ada perbedaan lembaga yang mengelola laporan kematian dengan layanan pemakaman. Laporan kematian dikelola oleh Dukcapil, sementara untuk pelayanan pemakaman dikelola Dinas Pertamanan dan Hutan Kota.
“Data pelaporan kematian bersumber dari pelaporan kematian penduduk DKI Jakarta, baik yang meninggal di wilayah DKI Jakarta maupun Luar DKI Jakarta, yang dilaporkan oleh keluarga almarhum kepada Disdukcapil untuk mendapatkan Surat Keterangan Pelaporan Kematian, Akta Kematian dan KK baru,” ucap Dhany.
Data di antara keduanya, menurut Dhany, tidak bisa dibandingkan. Angka laporan kematian, lanjutnya, tidak harus sama dengan layanan pemakaman.
“Jumlah pelaporan kematian di bulan tertentu, contoh Januari 2020, tidak identik dengan jumlah kematian di bulan itu, karena terdapat pula data kematian penduduk di bulan atau tahun sebelumnya namun baru dilaporkan di bulan itu. Dengan demikian data pelaporan kematian tidak bisa disandingkan dengan data pemakaman,” tuturnya.
[Har]