Beritainternusa.com,Jakarta – DPR melanjutkan pembahasan Omnibus Law RUU Cipta Kerja. Badan Legislasi (Baleg) DPR membentuk dan menyerahkan pembahasan ke panitia kerja.
Direktur Jaringan dan Advokasi Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) Fajri Nursyamsi menilai, prosedur tersebut melanggar formal legislasi. Karena menyimpang dari prosedur pembentukan undang-undang dalam Tatib DPR.
Selain itu, dia menambahkan, melanjutkan pembahasan RUU Cipta Kerja melanggar UU No.12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Sebab, akan menutup transparansi dan partisipasi publik dalam proses pembentukan RUU tersebut.
“Keputusan Badan Legislasi (Baleg) DPR yang langsung membentuk dan menyerahkan pembahasan RUU Cipta Kerja kepada Panitia Kerja (Panja) harus ditolak karena melanggar prosedur formal legislasi,” katanya dalam keterangannya, Senin (20/4).
Fajri menjelaskan, dalam Tatib DPR pasal 151 ayat 1 yang disahkan 20 April lalu, pembahasan dalam Panja bisa dilakukan setelah rapat kerja antar komisi, gabungan komisi, Baleg, Pansus, Banggar bersama menteri yang mewakili presiden. Raker tersebut juga membahas materi UU sesuai Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) dari tiap fraksi. Setelahnya, harus menggelar rapat dengar pendapat umum untuk mendapat masukan terhadap RUU yang dibahas.
Namun, dalam Raker 14 April 2020 lalu, langsung diputuskan untuk membentuk Panja. “Seharusnya, sebelum membentuk Panja, Baleg melakukan rangkaian Raker membahas seluruh materi RUU dengan menggunakan DIM sesuai dengan Tata Tertib DPR,” terangnya.
Dia menuturkan, tidak semua fraksi DPR siap menyerahkan DIM dan ada juga fraksi menginginkan RDPU digelar. Hingga ada yang masih menolak Omnibus Law Cipta Kerja dibahas di tengah pandemi Covid-19.
“Tanpa DIM dari fraksi, Raker belum bisa masuk ke agenda pembahasan berikutnya. Dengan langsung masuk ke pembahasan di Panja, berarti diskusi yang terjadi hanya berupa pendalaman beberapa substansi saja; padahal materi RUU Cipta Kerja sudah menimbulkan kontroversi di publik,” jelas Fajri.
Rapat dengar pendapat umum harus dilakukan berdasarkan undang-undang. Publik juga harus mudah mengakses pembahasan RUU tersebut. Namun, publik memiliki keterbatasan mengawal RUU Cipta Kerja karena pandemi Covid-19. Apalagi jika pembahasan dilakukan melalui panitia kerja.
“Praktik pembahasan oleh Panja yang kerap dilakukan DPR di luar kompleks Gedung DPR semakin mempersulit akses publik untuk melakukan pengawalan dan pemantauan pembahasan RUU Cipta Kerja,” kata Fajri.
Karena itu, PSHK meminta pimpinan DPR untuk mengoreksi kesalahan prosedur dan cacat substansi RUU Cipta Kerja dengan mengembalikan ke Presiden. Pimpinan DPR juga diminta menegur Baleg yang mempercepat proses pembahasan RUU Cipta Kerja kendati mendapatkan penolakan publik.
“Pimpinan Baleg membatalkan pembentukan Panja dan menyusun protokol penjaringan aspirasi masyarakat terkait Covid-19 baru kemudian melibatkan seluruh anggota Baleg untuk membuka ruang partisipasi dan transparansi,” kata Fajri.
“Fraksi-fraksi di DPR untuk menarik kembali nama-nama anggota yang duduk di Panja dan meminta pembahasan terlebih dahulu di tingkat Baleg, dengan membuka ruang partisipasi dan transparansi,” pungkasnya.
[Admin]