Beritainternusa.com,Jakarta – Kurang lebih 30 ribu warga binaan diberikan asimilasi demi memutus mata rantai penyebaran virus corona. Namun, di antaranya malah kembali berbuat kriminal di masyarakat.
Anggota Komisi III DPR RI Fraksi NasDem Eva Yuliana mengatakan, maraknya tindak kejahatan oleh mantan narapidana itu karena balai pemasyarakatan tidak menjalankan fungsi pengawasan secara efektif.
“Kepala Bapas yang berada di daerah wajib melakukan pembimbingan dan pengawasan terhadap narapidana yang menjalankan asimilasi di rumah,” kata Eva dalam keterangannya, Rabu (15/4).
“Pembinaan yang dilakukan bapas mungkin tidak bisa dilakukan dengan cara biasa karena pandemi Covid-19, tapi dengan adanya teknologi mungkin bisa sedikit membantu, misalnya melakukan pemantauan melalui video conference dan lain-lain,” jelasnya.
Eva juga menyoroti proses seleksi narapidana yang mendapatkan asimilasi atau bebas bersyarat. Menurutnya, perlu dipertimbangkan kesiapan kesehatan jasmani dan rohani selain masa hukuman.
“Jangan sampai ada moral hazard, banyaknya pemberitaan tentang kejahatan yang kembali dilakukan oleh narapidana menjadi indikasi adanya moral hazard dalam proses ini, Kemenkum HAM harus mengevaluasi kembali proses pelaksanaan keputusan menteri tersebut,” kata Eva.
Eva juga menilai Kemenkum HAM harusnya memperkuat kerja sama dengan kepolisian untuk mengawasi para narapidana yang baru dibebaskan ini.
“Kemenkum HAM harus memperkuat kerja sama dengan Polri. Misalnya sharing data terkait alamat tempat tinggal narapidana yang sedang menjalani asimilasi/bebas bersyarat ini. Karena kepolisian memiliki instrumen sampai ke tingkat desa/kelurahan,” pungkasnya.
Lebih dari 36.000 narapidana dibebaskan Kemenkum HAM melalui program asimilasi dan integrasi di tengah pandemi virus corona atau Covid-19. Dari ribuan napi tersebut, puluhan di antaranya kembali berulah. Ada yang menjadi kurir narkoba, melakukan penjambretan hingga mencuri.
[Har]