Beritainternusa.com,DIY – Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly mengatakan saat ini bekerjasama dengan pemerintah sedang merevisi PP Nomor 99 Tahun 2012, yang mana jika PP itu direvisi bisa membebaskan napi korupsi yang berusia di atas 60 tahun. Peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi Universitas Gadjah Mada ( Pukat UGM ) Zaenur Rohman tidak sepakat dengan hal tersebut.
“Rencana Menkumham untuk mengeluarkan napi koruptor, saya pada prinsipnya tidak sepakat karena jumlah napi tindak pidana korupsi itu sangat sedikit dibandingkan jumlah warga binaan lembaga pemasyarakatan seluruh Indonesia, sehingga jika dikeluarkan itu tidak menjamin menjadi pengurang yang signifikan,” kata Zaenur, Kamis (2/4/2020).
Dia menganggap korupsi termasuk dalam kejahatan yang serius. Sehingga langkah Menkumham di atas dinilai tidak tepat.
“Sedangkan korupsi bersama dengan kejahatan terorisme dan narkotika khususnya bandar itu adalah kejahatan yang sangat serius sehingga tidak tepat jika mereka dikeluarkan dalam situasi COVID-19 ini,” tegasnya.
Dia melihat kapasitas lapas yang digunakan untuk menahan napi korupsi seperti di Lapas Kelas 1 Sukamiskin tidak ada overkapasitas. Sehingga yang diperlukan yakni protokol kesehatan untuk mencegah merebaknya Corona di lapas.
“Saya berfikir bahwa di lapas khusus korupsi seperti Lapas Sukamiskin kita tidak melihat adanya over kapasitas sehingga yang perlu dilakukan adalah protokol-protokol kesehatan,” ucapnya.
Kendati demikian, dia punya dua catatan. Catatan pertama, dia menyatakan mendukung sepenuhnya kebijakan Kemenkumham untuk mengeluarkan sebagian warga binaan.
“Ini sebagai upaya untuk mengurangi over kapasitas sehingga bisa mengurangi penyebaran COVID-19. Saya setuju,” ungkapnya.
Catatan kedua, yakni tindak kejahatan yang sangat serius seperti bandar narkotika, terorisme dan korupsi. Dia meminta agar narapidana yang terseret kasus itu jangan diberikan prioritas untuk dikeluarkan. Kecuali jika mereka memiliki kondisi kesehatan yang sangat buruk.
“Sehingga atas dasar alasan kemanusiaan mereka bisa diprioritaskan untuk dikeluarkan. Jadi bukan berdasarkan umur, kriteria lain tapi kriteria kesehatan yamg buruk yang itu bisa dibuktikan dengan tim dokter,” paparnya.
“Memang warga binaan itu kesehatannya buruk tetapi harus yang benar-benar kondisi mengancam nyawa itu yang bisa diprioritaskan,” tambahnya. [Supriyanto/Har]