Beritainternusa.com,Jakarta– Tiga bulan setelah kembali ke Polri, mantan Direktur Penyidikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)Aris Budiman kini telah naik pangkat menjadi jenderal bintang dua polisi.
Kapolri Jenderal Tito Karnavian memutasi Aris Budiman ke jabatan Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Kepolisian Lembaga Ilmu Kepolisian Lembaga Pendidikan dan Pelatihan (STIK Lemdiklat) Polri. Untuk itu, pria yang semula berpangkat Brigjen itu pun kini berpangkat inspektur jenderal atau jenderal bintang dua.
Mutasi ini merupakan keputusan Kapolri bernomor KEP/1975/XII/2018 tertanggal 21 Desember 2018 yang diedarkan lewat Surat Telegram bernomor ST/3185/XII/KEP./2018 yang salinannya diterima wartawan.
Aris menggantikan Inspektur Jenderal Remigius Sigid Tri Hardjanto yang dimutasi menjadi Kapolda Sulawesi Utara.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal Dedi Prasetyo membenarkan perihal mutasi ini. Menurutnya, mutasi ini merupakan hal yang biasa dalam upaya penyegaran di tubuh Polri.
“Mutasi hal yang biasa dalam rangka tour of arena, penyegaran, promosi dan untuk menambah pengalaman tugas,” kata Dedi saat dikonfirmasi, Jumat (21/12).
Setelah kembali dari KPK pada 20 September silam, Aris sempat menjabat sebagai Analis Kebijakan Utama Pembinaan Karier Staf Sumber Daya Manusia (Binkar SSDM) Polri terlebih dulu.
Saat di KPK, Aris pernah mendapatkan sorotan tajam akibat jabatannya sebagai Dirdik. Ia pernah dianggap melanggar kode etik lantaran hadir dalam rapat bersama Pansus Angket KPK di DPR pada akhir Agustus 2017.
Rekomendasi Dewan Pertimbangan Pegawai (DPP) KPK soal dugaan pelanggaran etik itu telah terbit. Namun, pimpinan KPK hingga kini belum membeberkan sanksi apa yang diberikan kepada Aris.
Aris menduduki jabatan Dirdik KPK sejak 16 September 2015. Namanya mencuat ketika hadir dalam rapat bersama Pansus Angket KPK, meski tak mendapat izin dari pimpinan KPK.
Dalam rapat tersebut, Aris mengungkapkan ada friksi di dalam tubuh KPK, khususnya dengan ‘geng’ Novel Baswedan. Ia menyebut Novel sangat memiliki ‘kekuatan’ di KPK layaknya komisioner. Saking berpengaruhnya, Novel bahkan disebutnya bisa mengubah arah kebijakan pimpinan KPK.